Kehamilan Evelyn menjadi berita yang membawa berkah bagi keluarga ini. Raizel begitu bahagia ketika mengetahui akan memiliki adik. Diana dan Rosalie pun tak dapat menyembunyikan kebahagiaan mereka dengan hadirnya calon anggota keluarga baru."Seharusnya kita merayakannya!" seru Rosalie ketika semua anggota keluarga berkumpul di ruang tamu."Aku setuju!" sahut Diana, "Terlalu lama kita tidak merayakan sesuatu yang istimewa. Mari kita mengadakan pesta kecil untuk merayakan kebahagiaan ini."Semua anggota keluarga pun bersemangat untuk mempersiapkan pesta tersebut. Mereka semua bekerja sama, menghias rumah dengan balon berwarna-warni dan bunga-bunga indah. Diana dan Rosalie mengatur menu makanan untuk pesta tersebut, sementara Evelyn dan Ethan mengundang beberapa sahabat dekat mereka untuk merayakan momen bahagia ini bersama-sama."Huek!" disaat pesta sedang berlangsung, Ethan mengalami mual yang hebat. Evelyn yang melihat hal itu pun segera meletakkan makanannya dan mengusap punggung s
Beberapa minggu kemudian, keluarga ini mulai mempersiapkan perayaan ulang tahun Raizel yang ke-7 di panti asuhan yang sebelumnya dijanjikan oleh Evelyn. Tak ingin mengecewakan Raizel, Evelyn dan Ethan, Rosalie, Diana serta Kakek James saling bahu-membahu menyiapkan berbagai perlengkapan dan makanan untuk pesta tersebut."Sayang, apa kamu yakin makanan ini cukup untuk semua anak-anak di panti asuhan?" tanya Evelyn khawatir pada suaminya.Ethan tersenyum, meyakinkan istrinya. "Tenang saja, sayang. Aku sudah berbicara dengan pengelola panti asuhan, mereka menyediakan makanan tambahan jika dibutuhkan. Jadi, semua anak pasti akan kenyang."Di hari H, keluarga ini tiba di panti asuhan dengan membawa berbagai perlengkapan pesta dan makanan. Mereka disambut hangat oleh pengelola panti asuhan dan anak-anak yang tinggal di sana."Selamat datang, Tuan Ethan, Nyonya Evelyn, dan keluarga!" sambut salah satu pengelola. "Terima kasih banyak atas kebaikan hati kalian merayakan ulang tahun Raizel bers
Dirinya begitu terkejut ketika melihat Ethan sudah berjalan ke arah ranjang tepat dimana Evelyn berada. Bagaimana Evelyn tidak terkejut? Selama 2 tahun menikah, Ethan baru kali ini menginjakkan kaki di kamarnya."Ethan... Apa yang kau lakukan di kamarku—" Belum sempat Evelyn menyelesaikan kalimatnya, Ethan sudah membekap mulut Evelyn dengan sebuah ciuman. "Kau... Kau bau Alkohol!" Evelyn mencoba mendorong tubuh Ethan yang kini sedang berusaha mencumbu bibirnya.Ethan mendorong wajahnya memberi jarak. Ditatap lekat wajah Evelyn dengan mata sayu. "Alice, kau akhirnya kembali selama 2 Tahun menghilang. Aku... Aku rindu," Lirih Ethan sambil satu telapak tangan Ethan mengusap lembut pipi Evelyn.Deg! Seperti sebuah hujaman pisau mengoyak dada, saat Sang Suami menyebut nama Wanita yang notabenenya adalah Mantan dari Ethan. Tidak heran, selama 2 Tahun, Ethan baru memasuki kamar Evelyn. Ternyata, Ethan sedang merindukan mantan kekasihnya itu.Evelyn mendorong dada Ethan dengan kuat. "Aku bu
"Ethan, apakah kata-kata berpisah begitu mudah bagimu?" Evelyn memberanikan diri menatap dalam ke manik mata Ethan. Evelyn hanya dapat menahan sakit di dada setiap mendengar perkataan pria yang ada di hadapannya itu. Jujur saja, selama 2 Tahun, Evelyn sudah menanam rasa kepada Ethan. Berharap pria beku ini dapat mencair walau hanya sedikit. Pada kenyataannya, Ethan masih saja seperti patung Es di Alaska. Bahkan saat Ethan meminta bercerai darinya saja, wajah Ethan begitu dingin. "Tentu, karena menikah juga mudah, bukan? Jadi, jika bercerai tentunya juga tidak sulit, 'kan?" Di luar dugaan, ternyata jawaban Ethan sangatlah ringan saat dirinya berucap. Ya, ini adalah pernikahan tanpa didasari rasa cinta. Demi menjaga reputasi Zoldyck, Ethan mau menikahi Evelyn karena mendapat tekanan dari publish. Begitu juga dengan Evelyn yang mendapat cibiran dari orang-orang bahwa dirinya adalah seorang "Jalang" karena mencoba merebut tunangan wanita lain."Berikan aku waktu!" Tekan Evelyn. "Kau t
"Nak, kamu kenapa? Apa kamu sakit?" tanya Diana saat melihat Evelyn berlari ke arah kamar mandi.Evelyn menggeleng. "Aku tidak tahu, Bu. Tapi, perutku terasa seperti ada badai. Rasanya sangat tidak enak," jawab Evelyn. Ketika Evelyn terbangun saat pagi menyapa, Evelyn merasakan mual yang luar biasa. Namun saat Evelyn mencoba mengeluarkan isi perutnya, hanya rasa asam yang Evelyn rasakan."Ibu buatkan Teh, bagaimana? Kamu istirahat dulu untuk bekerja hari ini. Kita akan pergi ke kota agar untuk memeriksa keadaanmu," ucap Diana. "Ya, aku akan meminta izin kepada Atasanku untuk libur hari ini," jawab Evelyn sambil melangkah me arah meja makan. Di ceraikan oleh Suami, dan ingin menenangkan diri untuk masalah yang dihadapi, Evelyn harus diusir oleh Ayahnya karena menganggap Evelyn pembuat aib keluarga. Sang Ibu yang tidak ingin melihat Putrinya hidup sendirian, akhirnya menemi Evelyn pergi ke desa yang paling terpelosok. Berkat uang yang diberikan oleh Ethan dan Alice, kini Evelyn bisa
9 bulan Kemudian.... Suara roda brankar dorong kini beradu dengan lantai. Evelyn menjerit meraung-raung sambil satu tangannya memegangi perut saat tubuh Evelyn kini terbaring menggeliat kesakitan di atas brankar menuju ke ruang persalinan. "Nak, yang kuat, ya." Diana mencoba memberikan kekuatan kepada Anaknya yang tengah kesakitan. "Ibu, aduh, sakit, Bu." rintih Evelyn mencengkram tangan Diana disertai peluh yang sudah membanjiri wajahnya. "Iya, sabar. Kamu yang kuat. Prosesnya memang begini," ucap Diana yang sesekali satu tangannya mengusap peluh pada dahi Evelyn menggunakan tisu. Hingga brankar tersebut tiba di ruangan. Para tim medis segera menangani Evelyn yang akan segera melahirkan. Diana dengan setia menemani Anaknya karena hanya dirinya yang menjadi satu-satunya orang yang selalu ada untuk Evelyn. "Aaa, Bu. Aku mules. Perutku kram. Aduh...," rintih Evelyn.Diana menatap khawatir, di dalam hatinya tidak henti-hentinya ia panjatkan doa untuk keselamatan Putri dan Cucunya
Raziel segera melepaskan cengkram pada leher Cucu Kepala Desa tersebut. Raziel menatap ke arah ke arah Ibunya tanpa ada rasa takut saat Evelyn melangkah ke arah Raziel dengan mendengus kesal melihat sikap Anaknya. "Apa yang kau lakukan, Nak? Kau menyakiti temanmu sendiri!" tegur Evelyn. Dengan tatapan polos namun tajam. Raziel menatap tanpa dosa ke arah Evelyn. "Mama, Govan yang bersalah. Dia menginjak-nginjak hasil pancingan aku, Mah," ucap Raziel. Govan, Cucu Kepala Desa itu beranjak dari tanah dimana tempat dirinya dan Raziel bergelinding. "Bohong, dia yang mencari masalah kepadaku!" sergah Govan. Raziel mengalihkan pandangannya ke arah Govan dengan tatapan menusuk. "Kamu yang nakal, dan kamu juga yang berbohong—" "Sudah, jangan berdebat! Sekarang, ikut Mama pulang, segera!" Evelyn memotong ucapan Raziel dengan cepat. Evelyn, dengan geram menjewer telinga Raziel lalu menarik telinga itu untuk ikut pulang bersamanya. Padahal, Evelyn tidak tega jika melakukan hal itu kepada Raz
Ethan mempercepat langkah kakinya saat pandang Ethan melihat wanita yang sudah lama mengusik pikirannya. Hal yang lebih mengejutkan untuk Ethan saat melihat Evelyn tengah menuntun seorang Anak kecil laki-laki bersamanya. "Ethan," Alice menahan tangan Ethan saat arah Etha berjalan salah arah. Ethan menoleh. "Lepas!" tekannya. "Aku sudah lapar," renggek Alice. "Kamu masuk terlebih dulu. Aku akan menyusul." "Aku maunya bersama denganmu." Ethan yang jengkel dengan sikap Alice menepis tangan Alice yang tengah mengalungkan tangannya di lengan Ethan. "Pergi sendiri, aku ada urusan." kesal Ethan. Saat Ethan memutar tubuhnya, ternyata Evelyn sudah tidak ada dari pandangan. Iris mata Ethan liar menjamah keadaan. "Kemana...—" Suara Ethan terhenti saat melihat seorang pria merangkul pundak Evelyn. Dari jauh terlihat Evelyn tersenyum kepada pria itu dengan senyum yang begitu bahagia. "Ternyata sudah ada pria yang lain," Gumamnya Lirih. Alice menghampiri Ethan lalu menatap kemana pandang