Share

BAB 5

Raziel segera melepaskan cengkram pada leher Cucu Kepala Desa tersebut. Raziel menatap ke arah ke arah Ibunya tanpa ada rasa takut saat Evelyn melangkah ke arah Raziel dengan mendengus kesal melihat sikap Anaknya.

"Apa yang kau lakukan, Nak? Kau menyakiti temanmu sendiri!" tegur Evelyn.

Dengan tatapan polos namun tajam. Raziel menatap tanpa dosa ke arah Evelyn. "Mama, Govan yang bersalah. Dia menginjak-nginjak hasil pancingan aku, Mah," ucap Raziel.

Govan, Cucu Kepala Desa itu beranjak dari tanah dimana tempat dirinya dan Raziel bergelinding.

"Bohong, dia yang mencari masalah kepadaku!" sergah Govan.

Raziel mengalihkan pandangannya ke arah Govan dengan tatapan menusuk. "Kamu yang nakal, dan kamu juga yang berbohong—"

"Sudah, jangan berdebat! Sekarang, ikut Mama pulang, segera!" Evelyn memotong ucapan Raziel dengan cepat.

Evelyn, dengan geram menjewer telinga Raziel lalu menarik telinga itu untuk ikut pulang bersamanya. Padahal, Evelyn tidak tega jika melakukan hal itu kepada Raziel. Namun karena Raziel berkelahi membuat Evelyn harus tegas kepada Raziel.

"Mama, ampun, Ma. Rai minta maaf, Rai janji tidak akan nakal lagi, Ma," Raziel meringis saat Evelyn terus menarik telingannya.

Govan menatap Raziel dengan senyum penuh kemenangan saat Evelyn memarahi Raziel.

"Mama sudah katakan, jika ada yang mencari masalah, Rai tidak perlu menanggapi. Jika Rai menanggapi, Rai sama saja seperti Anak-anak nakal itu," omel Evelyn.

"Tapi Mama, ikan itu, Rai mau berikan untuk Mama. Semalam Rai mendengar jika Mama ingin makan ikan."

Mendengar ucapan Raizel, Evelyn melepaskan tangannya pada telinga Raizel. Evelyn memutar tubuhnya kemudian berjongkok mencoba menyesuaikan tinggi badan Raizel.

Evelyn menatap sendu ke wajah Anaknya. "Sayang, Mama minta maaf, jika Mama sudah menyakitimu. Mama bukan bermaksud demikian. Karena Rai sudah janji sama Mama kalau Rai tidak akan nakal lagi, 'kan? Karena Rai sudah berkelahi, Rai harus menerima hukuman," ucap Evelyn lembut sambil mengusap pipi Chubby milik Raizel.

Raizel berhambur ke dalam pelukan Evelyn. "Maafin Rai, Ma. Kalau Rai sudah menjadi Anak yang Nakal," sesal Raizel dibalik tubuh Evelyn.

Evelyn mengusap sayang kepala Raizel. "Iya, Sayang. Lain kali jangan begitu, ya. Sekarang, ayo Mama mandikan. Habis itu, kita jalan-jalan ke kota," ucap Evelyn.

Raizel melepaskan pelukannya. "Benar, Ma. Kita akan ke Kota?" tanya Raizel bersemangat.

Evelyn mengangguk. "Ayo!" Ajak Evelyn sambil berdiri.

Raizel menggenggam tangan Evelyn lalu melangkah beriringan menuju ke arah rumah sambil bersenda-gurau.

"Mama, Papa Rai sekarang ada di mana?" tanya Raizel saat kaki mungilnya mengimbangi kaki Evelyn saat melangkah.

"Hmmm... Papa, ya. Saat itu sudah malam, langit begitu gelap dan berangin. Papa berubah menjadi kembang api dan terbang ke awan," Evelyn mencoba memberikan penjelasan konyol mengenai sosok seorang Ayah. Karena Raziel belum saatnya tahu mengenai Ethan.

Raizel tampak berpikir saat Evelyn menjelaskan sosok Ayah yang begitu Absurd itu. "Jadi, Mama, Papa meladak ya, saat Papa terbang ke awan?" tanya Raziel.

"Iya, meledak! Duar! Hingga hancur berkeping-keping," sahut Evelyn.

"Terus, Papa itu seperti apa?" Tanya Raizel lagi.

Evelyn hanya mendengus setiap kali Raizel bertanya. Karena jika Raizel sudah melontarkan pertanyaan, hal yang akan dipertanyakan tidak akan ada habisnya.

"Papa itu seperti kotak kardus. Datar, tanpa Ekspresi dan kaku seperti ranting pohon." lagi-lagi Evelyn menjelaskan bentuk mantan Suaminya itu seperti sesuatu yang Absurd kepada sang Anak.

"Astaga, berarti Papa adalah batu kali!" Sahut Raizel sambil membayangkan bentuk wajah Ayahnya.

"Nah, mungkin seperti itu," ucap Evelyn.

Hingga Anak—Ibu itu pun tiba di rumah. Sesampainya Raizel di rumah, Raizel segera berlari ke halaman belakang dengan semangat.

"Mama, Rai mau mandi di dalam baskom!" Serunya.

*

*

Di Perusahaan Zoldick, Ethan yang sedang memeriksa beberapa berkas pun harus terhenti karena saat ia tiba di dalam perusahaan, Ethan selalu mengosok-gosok hidungnya yang gatal.

"Huaacim!"

Untuk kesekian kalinya Ethan harus bersin. "Aduh, siapa yang terus menerus menyebut namaku, hah!" kesal Ethan sambil menggosok hidungnya.

Tok! Tok! Tok!

Mendengar bunyi ketukan pintu membuat fokusnya hilang dan mengalihkan pandangannya ke arah pintu. "Masuk!" titah Ethan.

Seorang pria berparas Western membuka pintu lalu berjalan masuk ke arah Ethan. "Tuan, Nyonya Alice ingin bertemu denganmu. Katanya, ia ingin mengajak anda untuk makan siang. Nyonya sedang menunggu anda di bawah," lapor David.

"Katakan padanya aku sibuk," Sahut Ethan yang sudah mengalihkan pandangannya ke arah layar monitor.

Sejak Ethan mengetahui Evelyn diusir saat hamil, Ethan terus mencari keberadaan Evelyn. Sejak 6 Tahun terakhir, Ethan selalu kepikiran dengan mantan Istrinya itu.

Sikap Ethan yang berubah, membuat Alice selalu cemburu dan berlaku posesif selama 6 Tahun ini. Hal tersebutlah yang membuat Ethan merasa jenggah.

"Tapi, Tuan, Nyonya Alice mengatakan, jika anda tidak turun menemuinya, Nyonya akan membuat masalah," Ucap David.

Ethan mendengus dengan kesal. Ethan kemudian beranjak duduk dari kursi kerjanya lalu melangkah ke arah pintu.

"Ish, lepasin! Aku mau bertemu dengan Suamiku. Tolong, jangan sentuh aku dengan tangan kotor kalian," Pekik Alice saat beberapa petugas keamanan mencoba menahan pergelangan tangan Alice.

Lagi-lagi Ethan harus berhadapan dengan situasi menjengkelkan seperti ini saat melihat Alice yang membuat masalah di perusahaannya.

Alice berhambur dalam pelukan Ethan saat Ethan sudah berdiri di ambang pintu. "Bunny, tolong ajarkan bawahanmu yang tidak tahu aturan ini. Aku ini Istrimu. Kenapa mereka tidak mengijinkan aku masuk?" kesal Alice mengadu.

"Apa yang kau lakukan di sini? Sudah ku katakan berapa kali, jika kau tidak perlu datang mengunjungiku," ucap Ethan datar tanpa membalas pelukan Alice.

"Tapi aku datang karena ingin mengajakmu makan—"

Kalimat Alice terpotong saat Ethan berlalu begitu saja. Sikap, Ethan membuat Alice menggerutu kesal saat Ethan selalu bersikap acuh tak acuh saat menikah dengan Alice. Jika memaksa, pertengkaran yang akan terjadi.

"Bunny, tunggu!" Alice berteriak menyusul Ethan yang sudah berada di dalam lift.

"Bunny, kita makan siangnya dimana?" tanya Alice saat ia dan Ethan sudah berada di dalam lift.

Dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana, Ethan pun menjawab. "Bisakah kau tidak membuat otakku sakit dengan suara dan pertanyaan konyol mu, huh?" Desis Ethan tanpa mengalihkan pandangannya yang tetap lurus ke depan.

Alice pun terdiam tidak ingin menjawab. Hingga pintu lift itu pun terbuka di bagian lantai Basement. Ethan dan Alice segera menuju ke arah mobil.

"Ke Restoran xxx," Titah Ethan saat dirinya dan Alice sudah berada di dalam mobil.

Mobil pun melaju menuju Restoran. Selama perjalanan, Alice dan Ethan hanya saling berdiam diri. Tidak ada dari mereka yang membuka pembicaraan. Hingga mobil yang ditumpangi oleh Ethan pun menepi di sebuah Restoran mewah.

Ethan pun turun dari mobil. Saat melangkah menuju ke arah Restoran, sorot mata Ethan menangkap sosok yang sangat Ethan kenal, sedang menggandeng tangan Anak kecil.

"Evelyn?" Gumam Ethan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status