Share

Beauty And The Boss
Beauty And The Boss
Penulis: Ayaya Malila

Sepenggal Kenangan

Theodore Bresslin menatap rumah megah miliknya dari tepi trotoar di kawasan The Bishop Avenue, London. Orang-orang Inggris menyebut kawasan itu sebagai Billionaire's row, tempat para jutawan tinggal.

Theo tersenyum kecut. Rasa-rasanya kekayaan yang dia miliki, tak sanggup untuk menyembuhkan luka hatinya yang menganga. Gadis yang dia cintai sepenuh hati, yang dia jaga meski harus berkorban nyawa, terlepas begitu saja dari genggamannya.

Aruni, nama gadis itu, seorang warga negara Indonesia yang menetap di negaranya untuk menempuh pendidikan sarjana, ternyata tidak berjodoh dengan dirinya. Gadis cantik itu memilih untuk menikahi pria lain, di saat dia tengah bergumul dalam bahaya demi melindungi Aruni.

"Aku tidak akan lagi jatuh cinta," gumamnya pada diri sendiri, bersamaan dengan berhentinya mobil sedan berwarna hitam tepat di belakangnya. Seorang pria kurus berkacamata dan berpakaian rapi, keluar dari dalam kendaraan dengan wajah ceria.

"Good morning, Mr. Bresslin," sapanya ramah. "Apakah anda sudah lama menunggu di sini?" tanyanya seraya menjabat erat tangan Theo.

"Mark," balas Theo datar dengan senyum seperlunya. Dia mengenal pria itu sebagai agen properti yang dia percaya untuk mengatur seputar proses jual beli mansion miliknya.

"Kami sudah mendapatkan pembeli potensial, Sir. Namanya ..."

"Kupercayakan semuanya padamu. Aku bahkan tidak ingin tahu siapa namanya," potong Theo. "Aku ingin secepatnya pergi dari negara ini."

"Anda akan berpergian ke luar negeri, Sir?" tanya agen properti itu hati-hati.

"Ya, aku akan memulai hidup baruku di Indonesia," jawab Theo. Sekali lagi, dia memandang nanar ke rumah tinggal yang telah dia tempati hampir sepuluh tahun lamanya. Tempat yang Theo rencanakan akan dia tinggali bersama dengan Aruni.

"But, why Indonesia?" pria kurus itu kembali memberanikan diri untuk bertanya.

"Karena dia berasal dari sana," kalimat Theo membuat si agen properti mengernyitkan dahi tanda tak mengerti. "Sudahlah, kabari saja aku jika pihak pembeli sudah sepakat," tukas Theo tanpa menoleh lagi. Dia meninggalkan Mark berdiri terbengong-bengong dengan sejuta pertanyaan di kepala.

Tiga tahun kemudian.

Jakarta.

Theo menatap gundukan tanah yang masih basah itu dengan mata nyalang. Pria yang berbaring tanpa nyawa di bawah sana bukanlah siapa-siapanya. Mereka awalnya hanya orang asing yang dipaksa oleh keadaan untuk saling mengenal, hingga waktu mengakrabkan mereka. Theo yang mengalami luka batin, bertemu dengan Baskoro, pria tua sakit-sakitan yang hidup sebatang kara. Kini 'Pak Tua', begitu Theo memanggil Baskoro, telah terbebas dari deritanya. Giliran Theo yang masih harus menghadapi luka-lukanya sendirian.

"Sir," panggil seorang pemuda bersetelan rapi yang sedari tadi menunggu Theo di gerbang pemakaman.

Theo menoleh dan menatap dingin pada pemuda itu. "Ada apa, Andaru?" balasnya seraya kembali mengalihkan pandangannya kembali ke makam.

"Jangan lupa, anda sudah membuat janji dengan pengacara pak Baskoro satu jam lagi," jawab Andaru sopan. Theo yang masih dalam posisi membelakanginya, sama sekali tak menanggapi. Dia setia menunduk memperhatikan tanah yang mulai mengering.

"Sir, ayolah, panas ini," Andaru mulai tak sabar ketika Theo sama sekali tak menghiraukannya. "Lagipula, apa gunanya merenung di sini. Dapat wangsit nggak, kesambet iya," gerutunya demikian lirih agar majikannya itu tak mendengar.

Tak disangka, Theo membalikkan badan dan menatap Andaru sekilas, lalu berjalan melewatinya begitu saja, membuat Andaru hanya mampu menggeleng pelan. Bosnya itu sangat sulit ditebak.  Sikap Theo yang dingin, tak banyak bicara, tapi selalu bertingkah seenaknya, cukup membuat pekerjaan Andaru menjadi lebih berat.

“Sampai kapan kau akan berdiri di sana, Andaru? Apa kau ingin alih profesi menjadi penjaga makam?” ucap Theo seenaknya. Dia melangkah melewati gerbang pemakaman dan terus berjalan menuju mobil SUV hitam yang ia parkir di depan jalan masuk. Semilir angin memainkan rambut Theo yang mulai memanjang hingga ke bawah telinga. Rambut coklat gelap itu terlihat berkilau tertempa cahaya matahari siang. Teriknya membuat Theo tak tahan sehingga dia memakai kacamata hitamnya, menutupi mata elang tajam dengan iris berwarna abu-abu. “Panas sekali,” keluhnya.

“Di Bali akan jauh lebih panas lagi, Sir. Jika anda memang memutuskan untuk pindah ke sana,” sahut Andaru yang tiba-tiba sudah berada tepat di belakang Theo. Dia buru-buru membukakan pintu mobil untuk bosnya itu.

“Aku memang akan pindah ke Bali secepatnya. Sudah tidak ada siapa-siapa lagi yang harus kujaga di Jakarta. Baskoro telah meninggal,” ucap Theo lirih. Nada suaranya terdengar sendu.

“Apa anda tidak ingin kembali ke Inggris?” tanya Andaru lagi.

“Tidak! Apa kau mau mengusirku dari negaramu, Andaru? Apa kau mau kehilangan pekerjaan?” omel Theo dengan nada tinggi.

“Saya hanya sekedar bertanya, Tuan,” Andaru terbahak sampai terlihat deretan gigi putihnya yang rapi. Sekilas dia melirik bosnya dari pantulan kaca spion tengah. Tampak Theo tengah menatap kosong ke luar jendela. Entah apa yang pria itu pikirkan. Jauh di dalam hati, Andaru mengagumi ketampanan Theo yang menggambarkan wajah khas aristokrat Inggris, meskipun dia tahu bahwa latar belakang Theo sangat jauh dari aristokrasi.

“Jangan terus-terusan memandangku. Fokus saja pada jalan raya,” hardik Theo pelan.

“Ma’af kalau saya membuat anda risih, tapi sepertinya anda harus menaikkan gaji saya karena sudah beberapa hari ini saya merangkap sebagai sopir," kilah Andaru tanpa segan.

"Nanti kalau urusan warisan atas nama Baskoro beres, aku akan memberimu bonus," ucap Theo dengan wajah yang tetap mengarah ke luar jendela.

"Oh, jadi anda akan mendapatkan warisan, Sir?" wajah Andaru berubah sumringah.

"Tolong jangan membuatku emosi. Bukan aku yang akan menerima warisan Baskoro, melainkan putrinya," sungut Theo.

"Wanita yang datang bersama suami dan anaknya beberapa bulan lalu itukah putri Pak Baskoro, Sir?"

"Ya," jawab Theo singkat. Ingatannya kembali dipaksa mengingat sosok wanita cantik, putri tunggal dari Baskoro. Wanita yang sanggup memporakporandakan hatinya hingga tak berbentuk. Dirinya adalah sosok pria yang teramat sulit untuk jatuh cinta. Namun di hadapan wanita itu, Theo bertekuk lutut. Sayang, cintanya harus kandas, jika tak bisa dibilang bertepuk sebelah tangan. Sejak saat itulah, Theo berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak terjebak dalam perasaan bernama cinta lagi, kepada siapapun itu.

"Sudah sampai, Sir," ujar Andaru yang membuyarkan lamunan Theo. Mobilnya sudah sampai di depan halaman sebuah rumah berlantai dua. Rumah luas nan asri milik Baskoro yang terletak di sebuah perumahan di pinggiran ibukota itu telah menjadi tempat tinggalnya selama hampir tiga tahun semenjak ia memutuskan untuk tinggal di Indonesia.

Dengan gagahnya, Theo turun dari mobil dan melangkah ke teras. Namun dia tak segera memasuki ruang tamu dan memilih untuk duduk di kursi rotan panjang sambil melepas kacamata hitamnya. Pandangannya tertuju pada Andaru yang tengah bercakap-cakap dengan seorang pria paruh baya yang baru saja turun dari mobil. Theo mengingatnya sebagai pengacara Baskoro. 

Pria itu tersenyum lebar saat menangkap sosok Theo. Dia mengulurkan tangan sambil berjalan cepat ke teras. "Bagaimana kabar anda hari ini, Tuan Theodore Bresslin?" sapanya. "Saya dengar dari Tuan Andaru, anda kembali mengunjungi makam pak Baskoro hari ini, ya?"

"Hampir tiap hari aku mengunjungi makamnya dan akan terus kulakukan sebelum aku pindah ke Bali," jawab Theo seraya terkekeh pelan. "Silakan duduk," tawarnya pada sang pengacara.

"Sebenarnya anda tak perlu pindah dari sini, Tuan Bresslin. Nyonya Aruni Campbell selaku pewaris tunggal harta dan properti Tuan Baskoro telah menyatakan menolak untuk menerima warisannya," tutur pria itu sesaat setelah memposisikan dirinya di samping Theo, membuat Theo terkejut sampai-sampai ia berdiri dari duduknya.

"Apa? Kapan dia mengatakan itu? Kenapa dia menolak?" cecar Theo.

"Kami sudah saling bertelepon kemarin dan pagi tadi. Nyonya Aruni mengatakan bahwa dia tidak ingin menerima pemberian apapun dari Tuan Baskoro," jelas sang pengacara.

"Lalu?"

"Nyonya Aruni telah memberikan keputusan. Dia ingin menghibahkan seluruh warisan atas namanya untuk anda," jawab pria itu sembari tersenyum lebar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status