Share

Kejutan Pagi

Sarah terbangun ketika alarm digitalnya berbunyi nyaring. Sambil memicingkan mata, dia mengulurkan tangan dan memencet tombol di bagian atas alarm. Sekilas dia melihat jam menunjukkan pukul lima pagi. Sebenarnya Sarah masih merasa lelah dan mengantuk, tapi dia tetap memaksakan bangun. Semenjak ibunya meninggal, dialah yang bertugas untuk memasak dan menyiapkan sarapan untuk sang ayah. Apalagi Abizar terbiasa bangun pagi-pagi sekali.

Sarah menguap dan meregangkan tubuh di tepi tempat tidur sebelum beranjak keluar kamar dan menuju dapur. Dilihatnya kamar sang ayah masih tertutup rapat. Diapun melanjutkan aktivitasnya menyeduh kopi serta membuat sarapan sederhana. Sampai satu jam kemudian, hidangan untuk dirinya dan papanya sudah tertata rapi di meja makan. Begitu pula secangkir kopi panas dan teh.

Sarahpun berlalu ke kamar Abizar. Pria paruh baya itu tak terlihat hendak keluar. Sesuatu yang tak biasa, mengingat sang ayah tak pernah bangun siang. Setitik rasa khawatir kembali muncul di dalam hatinya. Namun, Sarah tetap berusaha berpikir positif. Mungkin ayahnya hanya lelah setelah kejadian kemarin.

"Pa, sarapan sudah siap. Ayo, makan dulu, Pa. hari ini rencananya Sarah akan bertemu bu Silvia. Jadi, aku harus berangkat pagi-pagi," seru gadis itu seraya mengetuk pintunya pelan. Beberapa menit lamanya dia menunggu jawaban, tapi sama sekali tak ada sahutan. 

"Pa? Sarah masuk, ya," ujarnya lagi. Sarah menunggu dan berharap agar ayahnya membalas panggilannya. Akan tetapi, harapannya itu tak terjadi, sehingga dia memutuskan untuk membuka pintu yang yng untungnya dalam keadaan tak terkunci.

"Astaga, Pa?" betapa kalutnya Sarah saat itu. Ternyata sang ayah tidak sedang berada di dalam kamarnya. Ketika memasuki kamar yang selalu terlihat rapi itu, Sarah hanya menemukan ponsel miliknya tergeletak begitu saja di atas ranjang. "Pa?" Sarah mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan dan tetap tak menemukan Abizar manapun.

Sarah tertunduk dan mulai menangis pilu. Bayangan kengerian saat sang ayah hendak melakukan tindakan bunuh diri, membuatnya bergidik ngeri. Setelah kehilangan sang ibu, rasanya dia tidak akan kuat jika harus menghadapi kehilangan lagi. "Pa, tolong pulang, Pa. Sarah sendirian," gumamnya lirih. Diusapnya pipi yang basah, lalu dia raih ponselnya, mencoba menghubungi siapapun di daftar kontak yang mungkin bisa membantunya. Saat jemarinya asyik mengusap layar sentuh, masuklah sebuah pesan dari nomor tak dikenal. Dengan segera Sarah membacanya, kemudian mengernyit. Pesan itu berisi alamat rumah beserta nama ayahnya.

Tak ingin hanya meratap, Sarah memilih bangkit dan berjalan ke luar kamar. Dia bertekad mencari Abizar hingga ketemu. Satu-satunya cara yang bisa dia pikirkan saat ini adalah mendatangi alamat yang disebut di dalam pesan itu.

Buru-buru diambilnya kunci mobil yang tergeletak di atas laci ruang tamu. Tanpa berganti pakaian, dirinya bergegas menuju garasi dan menyalakan kendaraan. Sarah melajukan mobil tua peninggalan ibunya perlahan, lalu berhenti di alamat yang sesuai dengan yang tertera di pesan dari nomor tak dikenal itu.

Ragu-ragu dia turun dari kendaraan saat melihat rumah yang dia tuju sedang dipasangi garis polisi. Banyak orang berdiri di sana. Sebagian besar adalah pria berseragam kepolisian. "Permisi," gadis itu memberanikan diri menyapa seseorang yang tengah serius berbicara dengan rekannya.

Seseorang itu menoleh pada Sarah sembari mengernyitkan dahi. "Anda siapa?" pria tersebut balik bertanya.

"Sa-saya Sarah Delila, Pak. Sarah Delila Ramdhan, sedang mencari ayah saya yang bernama Abizar Ramdhan," jawabnya terbata.

Pria di depannya itu mengalihkan pandangan pada rekannya, lalu kembali memandang Sarah. Kali ini tatapannya jauh lebih tajam dia layangkan pada gadis itu. "Ada hubungan apa Saudari dengan Abizar Ramdhan?" tanya pria itu lagi dengan nada yang jauh lebih ketus.

"Dia ayah saya," jawab Sarah. Pikiran buruk tiba-tiba merasuk ke benaknya ketika pria itu memandangnya dengan penuh selidik.

"Oh, ayahnya," pria itu menatapnya penuh arti, sebelum kembali berkata, "Ayah anda sudah dibawa."

"Dibawa ke mana?" Sarah semakin kebingungan.

"Ke kantor polisi. Ayah anda diinterogasi di sana," jawab pria itu seraya berlalu bersama rekannya.

"Tunggu! Kenapa ayah saya diinterogasi? Ada apa ini? Tolong jelaskan," Sarah makin panik dengan penuturan pria asing itu.

Akan tetapi, tak ada seorangpun yang peduli sampai seseorang menepuk bahunya dari belakang. Sarah segera menoleh dan mendapati seorang pria berwajah rupawan sedang tersenyum padanya. "Anda mencari pak Abizar?" tanyanya sopan.

Sarah mengangguk cepat. "Iya, betul. Saya putrinya," jawabnya.

"Pak Abizar saat ini sedang diinterogasi oleh polisi. Jika Nona bersedia, saya bisa mengantar anda untuk menemui ayahnya," tawar pria itu. "Oh ya, saya lupa memperkenalkan diri. Saya Andaru," ucap pria tersebut sembari mengulurkan tangan.

Sarah menyambut uluran tangan Andaru penuh ragu. "Kenapa ayah saya diinterogasi polisi? Ayah saya salah apa?" gemetar seluruh tubuhnya kini.

  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status