Bagaikan Menu Warteg
BAB 02Aku menerima pinangan Pak Tejo, karena aku tidak mau Paman dan Bibik kecewa. Dan benar saja Paman dan Bibik sangat senang mendengar aku menerima pinangan Pak Tejo.Lalu mereka berembuk menentukan kapan tanggal untuk lamaran resminya.Setelah cukup lama berembuk dan sudah mendapatkan tanggal yang pas, mereka tertawa bersama."Nduk, dua minggu lagi acara lamaran resminya, bagaimana menurutmu?"tanya Paman dengan lembut."Tutik, serahkan semuanya kepada Bapak dan Bibik."jawabku sambil menunduk."Ya sudah kalau begitu, jadi dua minggu lagi Pak Tejo beserta keluarganya akan datang lagi untuk melamar mu."jawab Paman dengan wajah berbinar.Setelah itu pamit untuk kembali ke kamar. Didalam kamar aku menangis dengan menutupkan wajahku memakai bantal agar mereka tidak mendengar suara tangisanku.Keesokan harinya Pak Tejo dan Bu Ratih pamit pulang. Sebelum pulang mereka memberi ku sebuah amplop. Awalnya aku menolaknya, namun karena terus dipaksa akhirnya aku menerima amplop itu.Setelah mereka pergi, aku memberikan amplop itu kepada Bibik."Bik, ini amplop dari Bu Ratih."ucapku sambil menyerahkan amplop itu."Oalah Nduk, ya kamu simpan saja itu rejeki mu"jawab Bibik menolak."Bibik aja yang pegang, semua kebutuhan Tutik kan, Bibik yang beliin."ucapku lagi."Sudah Nduk, simpan saja, atau kamu beli sesuatu yang kamu penginin."seru Paman yang duduk dimeja makan.Karena mereka berdua tidak mau menerima amplop itu, akhirnya aku sendiri yang menyimpannya.Sebelum aku simpan didalam lemari, aku coba untuk mengintip berapa jumlah isi amplop tersebut.Setelah menghitungnya aku sangat terkejut, karena jumlahnya sangat banyak menurut ku, selama ini aku belum pernah memegang uang sebanyak ini.Lalu aku kembali keluar kamar dan menemui Paman dan Bibik yang masih duduk dimeja makan."Pak, Bik, isinya banyak sekali."seruku "Masak sich Nduk?"tanya Bibik penasaran."Iya Bik, coba lihat ini. Ada dua puluh lembar uang berwarna merah."jawabku Mereka berdua langsung tertawa melihat ku."Alhamdulillah Nduk, rejeki mu bagus."jawab Paman."Tapi Pak, apa ini gak berlebihan?"tanyaku"Di terima saja Nduk, calon mertua mu itu kaya jadi uang segitu bagi mereka uang kecil."imbuh Paman."Kalau mereka kaya, mengapa mereka cari menantu orang kampung Pak?"tanyaku penasaran"Mereka itu walaupun orang kaya, tapi hidup sederhana Nduk, dan mereka sudah kapok punya mantu orang kota."celetuk Bibik."Ja-jadi... Anak mereka itu duda?"tanyaku spontan."Iya Nduk, tapi kamu jangan takut, mereka bercerai baik-baik kok."jawab Bibik.Aku langsung terdiam mendengar jawaban Bibik.Jujur pikiran langsung berpikir yang buruk tentang mereka, aku takut jika mereka sebenarnya tidak sebaik yang aku lihat, karena jika mereka orang baik mengapa anaknya sampai bercerai dengan istrinya?Kepala ku penuh dengan pertanyaan yang entah kepada siapa aku harus mendapat jawaban.💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞Waktu berjalan begitu cepat, hari ini adalah hari dimana Pak Tejo beserta keluarganya datang untuk melamar ku secara resmi.Paman sibuk menyiapkan tempat untuk kami nanti berkumpul, sedangkan Bibik bersama beberapa tetangga sibuk menyiapkan hidangan untuk mereka nanti.Aku tidak diijinkan untuk membantu mereka.Jadi aku hanya berdiam diri di kamar sambil memainkan gawaiku.Untuk menghilangkan rasa sedih aku mencoba untuk menghubungi sahabatku Tina."Hallo, Tin.""Hallo juga Tut.""Lagi ngapain?""Biasa Tut, lagi jaga si kecil.""Tin, aku boleh curhat dikit gak?""Memang kamu mau curhat apa? Tumben banget.""Tin, hari ini aku mau dilamar orang."ucapku sambil menahan tangis"Wah... Selamat ya Tut."jawab Tina terdengar senang"Tapi, Tin, aku dijodohkan, aku tidak cinta sama laki-laki itu, dan bahkan aku tidak mengenalnya sama sekali." Jawabku dengan mata berkaca-kaca"Tut, aku tahu paman dan Bibik mu itu sangat menyayangi mu, jadi tidak mungkin mereka menjodohkan mu dengan orang yang tidak baik."jawab Tina menenangkan ku"Iya aku tahu, Tin, mereka pasti akan menjodohkan ku dengan orang yang baik, tapi aku tidak cinta Tin."jawabku."Tut, cinta itu bisa datang dengan berjalannya waktu, yakinlah mereka pasti memberikan yang terbaik untuk mu."ucapnya."Tut, bersyukurlah karena mereka sangat menyayangi mu, anggap perjodohan ini sebagai bakti mu kepada mereka."imbuh Tina."Iya, Tin, kamu benar, aku yakin, Paman dan Bibik pasti ingin yang terbaik untukku."jawabku mulai sedikit tenang."Ya, sudah kamu tenang dan mencoba ikhlas dengan perjodohan ini. Aku mandiin si kecil dulu ya Tut."ucap Tina, lalu ijin mematikan sambungan telepon dariku karena harus mengurus anaknya yang baru berumur dua tahun.Tina adalah sahabat satu-satunya yang aku miliki selama ini, dulu Tina tinggal di kampung ini, namun setelah menikah Tina ikut suaminya ke kota. Jadi kami hanya berkomunikasi melalui telepon.Setelah mendengar penjelasan Tina, aku mulai tenang dan mencoba untuk bisa menerima semuanya.Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, semua persiapan untuk menyambut mereka sudah siap.Bibik menemani ku di kamar, sepertinya Bibik tahu apa yang saat ini aku rasakan."Nduk, yakinlah Bapak dan Bibik bukan tidak sayang padamu, tapi kami ingin kamu mendapatkan pendamping yang baik."ucap Bibik sambil memegang kedua tangan ku.Mataku mulai berkaca-kaca, lalu Bibik membelai rambutku."Nduk, mereka keluarga yang sangat baik, kami yakin mereka akan menyayangi mu seperti kami."ucap Bibik sambil mencium pucuk kepalaku.Belum sempat aku menjawab Bibik, tiba-tiba pintu di ketuk.Tok... Tok... Tok..."Bu, Tut, mereka sudah datang."seru Paman dari luar pintu.Aku dan Bibik langsung bangkit dan keluar untuk menyambut mereka.Pak Tejo datang dengan dua orang perempuan, yang satu Bu Ratih dan yang satu sudah tua, aku tidak melihat anak laki-laki diantara mereka.Aku sedikit cemas, apa anak Pak Tejo menolak di jodohkan dengan ku?Paman dan Bibik menyambut mereka dengan hangat.Setelah semua duduk, Paman bertanya kepada Pak Tejo."Lho... Pak, mana nich Seno?"tanya Paman."Itu, masih di mobil, sebentar lagi juga nongol."jawab Pak Tejo sambil melihat kearah ku."Wah... Cantik sekali calon mantu Bapak ini."ucap Pak Tejo menyanjungku.Aku tersenyum dan menunduk."Ini lho Bu, calon istri Seno."imbuh Pak Tejo.Wanita tua itu melihat kearah ku dan tersenyum ramah."Pinter kamu milih mantu Jo."ucap wanita tua itu."Tutik, kenalin ini orang tua Bapak"ucap Pak Tejo memperkenalkan wanita tua itu"Iya... Pak."jawabku sopan.Lalu wanita tua itu beralih duduk disamping ku."Cantik sekali kamu, Nduk."ucapnya sambil mengelus rambut ku.Aku tersenyum kearah wanita tua itu."Panggil saja Mbah Pon."perintahnya kepada ku."I-iya, Mbah."jawabku gugup."Nduk, cucu Mbah itu anaknya baik dan sopan, Mbah yakin kamu jangan kaget ya jika bisa langsung suka pada pandangan pertama dengan cucu Mbah. "GodanyaAku tersipu mendengar godaan dari Mbah Pon.Lalu tiba-tiba ada seorang yang mengucap salam.Bagaikan Menu WartegBAB 03"Assalamualaikum."ucap seorang laki-laki.Dan kami semua langsung menoleh kearah pintu.Ketika melihat pintu, semua orang menjawab sallam secara bersamaan.Disana berdiri seorang laki-laki, berwajah tampan dan bertubuh kekar."Waalaikum sallam, ayo silahkan masuk Nak." Ucap Paman."Seno, ayo duduk di sebelah gadis itu"perintah Pak Tejo.Laki-laki itu langsung duduk di sebelah ku.Dan si Mbah Pon langsung berbisik di telinga ku."Gantengkan, cucu Mbah."bisiknya.Aku hanya tersenyum kearah Mbah Pon."Nak, kenalkan ini Tutik anak Bapak yang akan jadi pendamping mu." Ucap paman sambil menunjuk kearah ku.Mas Seno langsung menoleh kearah ku dan menyodorkan tangannya."Seno."ucapnya, aku menjabat tangannya sambil menyebutkan namaku.Setelah perkenalan singkat, Bibik dan Bu Ratih membawa sebuah kotak perhiasan kecil yang aku yakini itu berisi cincin pertunangan kami."Nak, sematkan cincin ini di tangan Tutik."ucap Bu Ratih.Lalu Mas Seno mengambil cincin dari kota
Bagaikan Menu WartegBAB 04"Sudahlah Nduk, yang lalu biar berlalu." Ucap Paman"Tapi, Pak, Tutik masih sakit hati."jawabku"Nduk, apa pernah Bapak dan Bibik mu mengajarkan untuk menyimpan dendam?"ucap paman sedikit lebih tegas.Aku tahu jika Paman sudah seperti itu, pasti marah. Akhirnya aku menyerah dan mengikuti kemauan Paman dan Bibik."Ya sudah Pak. Nanti sore kita kerumah mereka."jawabkuSetelah selesai membantu Bibik, Paman menyuruh ku segera bersiap, kami bertiga akan kerumah Paman Rudi dan Bibik Sari.Setelah semua siap kami berangkat dengan menyewa mobil Pak Rt.Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam akhirnya kami sampai di rumah Paman Rudi.Kami langsung segera turun dari mobil dan langsung menuju rumah Paman Rudi.Tok... Tok... Tok...Paman mengetuk pintu. Tapi setelah menunggu beberapa menit pintu tak kunjung di buka. Karena sepertinya rumah Paman Rudi tidak ada orang. Akhirnya kami putuskan untuk langsung ke rumah Bibik Sari.Jarak rumah Bibik Sari tidak terlalu ja
Bagaikan Menu Warteg BAB 05Setelah acara selesai kami semua beristirahat.Orang tua Mas seno langsung kembali ke kota. Sedangkan Mas Seno masih disini bersama ku, karena paman meminta ku untuk besok saja kembali ke kota."Nduk, ajak suami mu istirahat."perintah BibikAku mengangguk.Lalu ku ajak Mas Seno beristirahat di kamar ku.Setelah di dalam kamar."Dek. Kamar mu kecil banget."ucapnya sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kamar"Ya iyalah Mas, namanya juga kamar di kampung ya kebanyakan seperti ini."jawabkuAku sedikit judes untuk menghilangkan rasa, kikuk, dan canggung di depannya."Lalu? Kamar mandi dimana?"tanyanya"Di luar. Dekat dapur."jawabkuMas Seno melotot kearah ku, ketika aku menjawab letak kamar mandi"Terus. Kalau kita mau kencing atau cuci harua keluar kamat gitu?"ucapnya lagi"Ya kalau kencing iya harus ke kamar mandi Mas, kalau cuci tangan ya kan bisa di tempat cuci piring."jawabkuMas Seno semakin melotot kearah ku."Siapa yang mau cuci tangan!"jawabnya kesal
Bagaikan Menu Warteg BAB 06Aku sedikit tenang karena aku tak melihat Mas Seno, karena tubuhku hanya di tutupi dengan sebuah handuk sebatas dada.Belum juga aku sepenuhnya tenang. Tiba-tiba aku merasakan sebuah pelukan dari belakang.Mas Seno memelukku dari belakang. Aku jadi kaget dan mulai takut. Mas Seno memelukku sangat erat. Nafasnya sedikit memburu."Mas, tolong lepaskan, Mas tahu kan aku lagi datang bulan."ucapku dengan degub jantung yang tak beraturan."Mas... Tahu kamu berbohong sayang... Mas melihat mu tadi subuh sholat."ucapnya dengan nada sedikit berat.Hembusan nafas Mas Seno di telinga ku membuat bulu kuduk meremang.Mas Seno lalu membalikkan badanku. Mas Seno mulai mendekat kan wajahnya ke wajahku, jarak kami sudah sangat dekat hingga hembusan nafas mas Seno terasa sangat dekat, mas Seno mulai mencium kening, pipi dan leherku, aku jadi semakin takut tanpa sadar aku menangis.Mas seno mengabaikan tangisanku, Mas Seno tidak menghentikan aksinya, Mas Seno terus menciumi l
Bagaikan Menu WartegBAB 07Setelah memberiku pengertian Mbah pamit keluar, karena mau mengajak si Mbok berbelanja bulanan.Setelah kepergian Mbah Pon, Mas Seno masuk ke kamar."Mas! Kenapa Mas cerita sama si Mbah!"hardikku"Memang kenapa Dek?"tanyanya polos"Apa Mas gak malu! Bahas hal seperti itu sama Mbah?"ucapku ketus"Malu? Untuk apa malu Dek? Aku cuma sekedar sharing sama Mbah tentang seorang wanita yang menangis karena suaminya meminta haknya. Apa itu salah?"ucapnya santai"Salah! Itu sangat salah!"protes ku"Salahnya dimana?"jawabnya"Mas! Bukankah kamu sudah pernah menikah. Jadi apa gak malu kamu bertanya hal seperti itu kepada Mbah!"ujarku dengan nada tinggiMas Seno tidak lagi menjawab perkataan ku.Mas Seno pergi keluar kamar, mungkin Dia tersinggung karena aku tadi membentaknya.Setelah kepergian Mas Seno, aku bangkit dari tempat tidur, aku mengambil handphone ku yang sedari tadi di atas meja.Aku lihat banyak panggilan masuk dari nomor Bibik. Aku lalu segera menghubungi
Bagaikan Menu WartegBAB 08Aku naik ke atas untuk segera mandi, dan untuk membangunkan Mas Seno.Setelah mandi aku lihat Mas Seno sudah duduk di tepi ranjang, sepertinya Dia baru bangun."Mas. Mandi lalu sarapan."perintah ku Mas Seno lalu bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan aku menyiapkan baju untuk Mas Seno.Setelah menyiapkan baju aku kembali turun. Aku melihat Mbah Pon sedang sibuk menerima telepon.Lalu aku ke dapur untuk membuatkan teh untuk semua keluarga.Setelah selesai membuat teh, aku memanggil Bapak dan Ibu."Pak, Bu, sarapan sudah siap."seruku dari balik pintu"Oh. Iya Nduk,"jawab merekaLalu aku kembali ke kamar untuk memanggil Mas Seno."Mas, ayo sarapan sudah siap. Ibu sama Bapak sudah menunggu."ucapku"Eeehhhmmm... Dek, tunggu."serunya"Ada apa? tanyaku"Eeehhhmmm itu, tolong kesini sebentar."pintanya"Ogah! Nanti seperti kemarin!"tolakku"Hahahaha... Masih kesal ya..."godanya"Sudah ayo turun."ajakkuLalu Mas Seno mengekor di belakang ku.Ketika sampai
Bagaikan Menu WartegBAB 09Keesokan paginya seperti kemarin, aku menyiapkan sarapan untuk semuanya.Kali ini aku masak sedikit lebih banyak karena Ibu sama Bapak mau bawa bekal.Kami sarapan bersama, Ibu dan Bapak mertua orangnya super sibuk, sampai gak pernah punya waktu luang. Waktu mereka dihabiskan untuk mengurus toko masing-masing.Setelah sarapan Bapak dan Ibu langsung berangkat ke toko. Mereka mengendarai mobil masing-masing, karena toko mereka taksearah.Sedangkan aku membantu Mbok Sumi membersihkan meja dan mencuci piring.Setelah selesai membersihkan peralatan makan, aku menyuruh Mbok Sumi dan yang lain untuk sarapan, sedangkan aku kembali naik ke kamar ku.Aku segera mandi dan berganti baju karena Mbah Pon mau mengajakku jalan-jalan dan berbelanja.Setelah selesai bersiap aku segera turun dan menuju kamar Mbah Pon.Tok... Tok... Tok... "Mbah, ayo. Tutik sudah siap."seruku dari balik pintu"Iya. Sebentar Nduk."jawabnya. Tak berselang lama pintu kamar terbuka, Mbah Pon terl
Bagaikan Menu WartegBAB 10Adzan subuh berkumandang, aku terbangun namun, kepala ku terasa sedikit pusing. Aku mencoba untuk bangkit dari tempat tidur.Namun betapa terkejutnya diriku, ketika melihat tubuhku tanpa sehelai kain yang melekat. Aku langsung melihat ke dalam samping dan lagi-lagi mataku di kejutkan dengan pemandangan yang sangat sangat luar biasa."Mas! Apa yang sudah kamu lakukan!"ujarku sambil menggoyangkan tubuhnyaMas Seno langsung terlonjak kaget."Ada apa Dek?"tanyanya sambil mengucek mata"Ini! Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa seperti ini!"bentakku"Kan. Tadi malam Adek sendiri yang minta kepada Mas."jawabnya lembut"Bohong! Tidak mungkin! Mas bohong kan!"ujarku sambil sedikit berteriak"Dek. Untuk apa Mas berbohong? Adek mau bukti?"tanyanya meyakinkan ku"Ma-maksudnya Mas?"aku tanya balik"Mas, tadi malam merekam semuanya untuk jadi bukti. Takutnya nanti Mas di kira berbohong."jawabnya dengan senyumLalu Mas Seno mengambil handphone yang di taruhnya di atas meja.