Bagaikan Menu Warteg
BAB 09Keesokan paginya seperti kemarin, aku menyiapkan sarapan untuk semuanya.Kali ini aku masak sedikit lebih banyak karena Ibu sama Bapak mau bawa bekal.Kami sarapan bersama, Ibu dan Bapak mertua orangnya super sibuk, sampai gak pernah punya waktu luang. Waktu mereka dihabiskan untuk mengurus toko masing-masing.Setelah sarapan Bapak dan Ibu langsung berangkat ke toko. Mereka mengendarai mobil masing-masing, karena toko mereka taksearah.Sedangkan aku membantu Mbok Sumi membersihkan meja dan mencuci piring.Setelah selesai membersihkan peralatan makan, aku menyuruh Mbok Sumi dan yang lain untuk sarapan, sedangkan aku kembali naik ke kamar ku.Aku segera mandi dan berganti baju karena Mbah Pon mau mengajakku jalan-jalan dan berbelanja.Setelah selesai bersiap aku segera turun dan menuju kamar Mbah Pon.Tok... Tok... Tok... "Mbah, ayo. Tutik sudah siap."seruku dari balik pintu"Iya. Sebentar Nduk."jawabnya. Tak berselang lama pintu kamar terbuka, Mbah Pon terlihat sangat cantik dengan sedikit riasan di wajahnya."Wah... Mbah cantik sekali, kelihatan muda jadinya."pujiku"Makanya perawatan Nduk. Masak kalah sama Mbah."jawabnya"Oh iya kamu sudah bilang Seno kalau kita mau ngabisin uangnya hari ini."tanyanya. Aku menggeleng."Kamu ini gimana to Nduk. Minta uang suami itu wajib. Jangan malu."imbuhnya sambil mencubit hidung kuLalu Mbah Pon mengeluarkan handphone dan menghubungi Mas Seno."Hallo, Nak.""Mbah mau bawa istri mu jalan-jalan. Transfer uang ke rekening Mbah sekarang ya.""Ok. Mbah tunggu. Pokoknya kamu nanti pulang dari luar kota pasti pangling sama istri mu.""Beres."Hanya pembicaraan si Mbah yang bisa aku dengar.Setelah menunggu sekitar sepuluh menit akhirnya Mas Seno sudah transfer ke rekening Mbah."Nduk. Coba kamu lihat berapa suamimu kirim untuk kamu belanja."ujarnya sambil menunjukkan sebuah notifikasi Aku terbelalak melihat jumlah nominal yang Mas Seno transfer untuk ku."Kok banyak sekali Mbah? Memang kita mau beli baju seberapa banyak?"tanyaku"Kita perawatan ke salon, beli baju dan beli handphone baru untuk mu."jawabnya"Tapi Mbah. Hp ku masih bisa di pakai."jawabku"Sudah. Nurut saja sama Mbah, pokoknya Mbah sudah di beri amanah untuk membuat mu berubah dari ujung kaki sampai ujung rambut."ucapnya."Apa gak berlebihan Mbah?"tanyaku polos"Uang suami mu itu banyak, segitu mah gak ada apa-apanya bagi Seno."jawabnya"Sudah ayo kita berangkat. Pokoknya kamu diam saja dan terima apa pun yang akan Mbah lakukan."imbuhnyaAku tidak lagi membantah si Mbah, takut jika Mbah tersinggung.Kami berangkat diantar supir, Sebenarnya Mbah bisa nyetir tapi karena mau belanja banyak jadi Mbah membawa supir.Tempat pertama yang kami tuju adalah sebuah salon. Salon itu sangat besar dan bagus, sepertinya orang-orang kaya saja yang masuk ke salon ini.Begitu kami masuk, Mbah Pon sudah di sapa dengan pemilik salon."Hallo Jeng."sapa pemilik salon"Hallo juga Jeng. Oh iya ini cucu mantu yang ku ceritakan tadi."jawab si Mbah"Lumayan juga ya."ucapnya"Dia ini sebenarnya cantik, karena tidak pernah di rawat jadi kusam dech."imbuhnya sambil melihat kearah ku"Makanya Aku bawa kesini. Tolong kamu urus cucu ku. Buat dia secantik mungkin."jawab si Mbah."Itu mah, gampang Jeng. Pokoknya percaya sama aku, akan ku buat sangat cantik cucumu ini."ucap pemilik salon"Tapi aku mau cantiknya tetap natural ya."pinta si Mbah."Beres."jawabnyaSetelah itu aku di bawa ke sebuah kursi, rambutku mulai dikasih cream entah apa namanya, setelah itu mereka ada yang membersihkan kuku ku mulai kuku kaki sampai kuku tangan. Setelah itu aku di bawa ke sebuah kamar, disana aku di suruh baring dan mereka memakaikan masker di wajahku.Semua perawatan aku jalani satu persatu, capek itulah yang aku rasakan.Setelah selesai si Mbah menemuiku, aku tidak tahu tadi si Mbah pergi kemana ketika aku sedang perawatan."Nduk Itu benar kamu?"tanyanya dengan sorot mata tak percaya"Iya Mbah."jawabku"Kamu cantik sekali Nduk. Kamu benar-benar sangat berbeda."imbuhnya"Ah... Mbah bikin aku jadi malu."ucapku"Bener Nduk, kamu sangat cantik."jawabnya lagi. Aku tersipu mendengar pujian dari Mbah Pon."Bagaimana Jeng? Puaskan dengan hasilnya?"tanya pemilik salon"Puas banget Jeng. Memang bisa di andalkan kamu."puji Mbah"Syukurlah kalau Jeng puas dengan hasilnya."ucap pemilik salon"Terima kasih ya Jeng sudah merubah cucuku jadi cantik."ucap Mbah Pon.Lalu pemilik salon pamit untuk menemui pengunjung salon yang lain.Setelah membayar di kasir, kami langsung ke mobil."Bagaimana Nduk? Kita mau kemana lagi sekarang?"tanya si Mbah"Tutik capek banget hari ini Mbah. Kita pulang saja ya."jawabku"Ok. Kita cari makan dulu sebelum pulang."ucapnya"Kita belanja bajunya besok."imbuhnya"Iya Mbah."jawabkuSi Mbah memberi arahan ke pada supir. Setelah sampai restoran kami langsung memesan makanan.Setelah selesai makan kami langsung pulang.Ketika sampai rumah ternyata Bapak sama Ibu sudah pulang.Mereka terlihat sangat terkejut dengan perubahan ku."Bu. Itu Tutik mantuku?"tanya Ibu mertua"Ya. Iyalah Ratih. Siapa lagi kalau bukan Tutik."jawab si Mbah"Ayu tenan yo Mbah."pujinya"Baru sadar to? Makanya jangan sibuk ngurus toko terus."jawab si Mbah"Iya Bu. Tapi kan Ibu tahu sendiri toko bagaimana gara-gara ulah Ria."ucap Ibu mertua.Si Mbah melotot kearah Bu Ratih, sepertinya Mbah Pon tidak mau jika aku tahu tentang Ria."Nduk. Kamu istirahat saja, pasti capek seharian di salon."perintah Ibu mertua"I-iya Bu."jawabku.Keesokan harinya aku dan Mbah Pon berbelanja baju, kosmetik dan tak lupa Mbah Pon membelikan handphone baru.Mbah Pon meminta ku untuk menyimpan semua baju yang aku bawa dari kampung. Boleh di pakai jika aku kangen sama kampung💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞Dua Minggu berlalu.Hari ini Mas Seno pulang dari luar kota. Mbah meminta ku untuk dandan secantik mungkin untuk menyambut mas Seno.Pukul tujuh malam Mas Seno datang.Jantungku berdegup kencang ketika melihat Mas Seno sudah berdiri di ambang pintu.Disatu sisi aku sangat senang Mas Seno pulang, tapi disisi lain aku takut jika Mas Seno akan menggauliku.Mas Seno sangat terkejut ketika melihat ku. Matanya tak henti-hentinya melihat ku."Husssss.... Jangan di pelototin aja! Di peluk kek. Di cium kek."ucap Mbah Pon kepada Mas Seno.Aku yang mendengar itu jadi tersipu, jantungku semakin degup kencang, keringat mulai sedikit membasahi pipiku."Dek. Eeehhhmmm... A-anu."ucap Mas Seno terbata ketika aku mencium tangannya."Ciiiieeeee... Gak bisa ngomong, karena ke cantikan istrinya."goda si Mbah."Ah. Mbah ini ngolok Seno terus."protesnya"Gimana? Cantik gak? Sesuai permintaan mu kan?"tanya si Mbah."Iya Mbah. Pokoknya Mbah the best dech."jawabnya sambil mengacungkan jempol."Pesenan yang satunya Mbah?"tanyanya lagi"Beres."jawab Mbah Pon sambil mengedipkan mata."Mas, aku bawa tasnya ke kamar dulu ya."selaku"Eeehhhmmm... I-iya Dek."jawabnya kagok"Ya sudah kamu mandi sana terus habis itu kita makan."perintah Mbah Pon kepada Mas Seno"Seno sudah makan tadi Mbah. Seno mau istirahat saja, capek banget soalnya." Jawabnya"Ya sudah kalau gitu, mandi terus istirahat sana biar fit nanti malam."perintahnya dengan mengedipkan sebelah matanya.Sebenarnya aku penasaran dengan arah pembicaraan mereka. Tapi gak mungkin aku bertanya kepada Mas Seno atau Mbah Pon.Aku lalu membawa tas Mas Seno ke kamar, sedangkan Mas Seno menemui Bapak dan Ibu yang sedari tadi di meja makan.Setelah membawa tas ke kamar tak berselang lama mas Seno sudah ada di depan pintu kamar.Mas Seno terlihat sedikit kikuk, begitu juga dengan ku."Dek. Mas mandi dulu ya... Tolong siapkan baju."perintahnya"I-iya Mas."jawabku"Adek, nanti langsung makan saja karena semua sudah nunggu di meja makan."ucapnya"I-iya Mas."jawabku.Aku lega ternyata Mas Seno tidak seperti waktu mau berangkat kemarin.Setelah menyiapkan baju, aku langsung turun karena tidak enak jika mereka terlalu lama menunggu.Kami makan malam berempat karena Mas Seno sudah makan, Setelah makan seperti biasa Bapak dan Ibu masuk ke kamar sedangkan Mbah Pon lagi di dapur sedang membuat minuman."Nduk, tolong teh ini nanti bawa ke kamar yang gelas putih untuk Seno karena gak pake gula dan yang gelas biru untuk mu. Kalian lama gak bertemu jadi ngobrol yang banyak biar semakin dekat."ujarnya"I-iya Mbah."jawabku.Lalu aku naik ke atas membawa dua gelas teh.Di dalam kamar ternyata Mas Seno sudah selesai mandi dan sedang duduk santai di teras kamar."Mas. Ini tehnya."ucapku"Sini Dek. Kita minum teh disini sambil melihat pandangan malam."jawabnyaAku lalu mendekat dan memberikan teh hangat kepada Mas Seno.Mas Seno tersenyum penuh arti ketika aku memberikan teh."Diminum Dek, kalau dingin gak enak."ucapnya."I-iya Mas."jawabkuAku lalu menseruput teh hangat itu. Mas Seno melirik kearah ku"Enak Dek?"tanyanya"I-iya Mas."jawabkuLalu aku pura-pura menguap agar terlihat sedang mengantuk."Kamu ngantuk Dek?"tanyanya"I-iya nich Mas, aku ngantuk banget, boleh aku tidur duluan?"jawab ku berbohong"Boleh Dek, tapi sebelum tidur habisin dulu tehnya."ucapnya sambil tersenyum.Entah mengapa aku jadi berpikir yang tidak-tidak melihat senyum Mas Seno."Mas. Mas tidak akan memaksa untuk melakukan itukan?"tanyaku menyelidik"Gak Dek, tenang saja. Tapi jika Adek yang minta mas tidak bisa nolak."jawabnya dengan senyum nakal"Idih. Gak mungkin aku minta duluan Mas. Jangan ngadi-ngadi dech."ucapku sambil berlari masuk kedalam dan langsung naik keatas ranjang.Aku langsung menutup seluruh tubuhku dengan selimut. Aku lupa jika kali ini aku sedang memakai daster. Jadi aku bangkit lagi dan membuka lemari untuk mengganti bajuku dengan baju tidur yang bercelana panjan jadi Mas Seno tidak akan bisa macam-macam pikirku.Setelah berganti baju aku kembali naik ke atas ranjang. Aku menutupi tubuhku dengan selimut.Aku mencoba untuk berpura-pura tertidur, tapi mata ini enggan betul di ajak kompromi.Aku hanya bolak-balik diatas ranjang. Entah tiba-tiba aku merasa suhu tubuhku mulai terasa sedikit panas, aku lalu menarik selimut ku sampai perut, tapi rasa panas ini semakin menjadi, rasanya sangat aneh di bilang panas tapi bukan demam, aku bingung ada perasaan yang aneh, perasaan yang tidak pernah aku rasakan selama ini. Aku gelisah, tidak enak duduk atau berbaring.Mas Seno masuk kedalam kamar. Aku melihat Mas Seno sedang tersenyum manis kepada ku.Entah mengapa melihatnya tersenyum seperti itu membuat ku ingin sekali mendekat kearahnya.Tanpa aku sadari kaki ku sudah turun dari ranjang dan berjalan mendekat kearah Mas Seno."Ada apa Dek?"tanya Mas Seno sambil mengusap pipiku dan bibirku.Sentuhan itu membuat suhu tubuhku semakin naik."Mmmasss... A-aku..."ucapku dengan nafas terengah-engahMas Seno sepertinya tahu maksud ku. Mas Seno langsung membelai pipiku, lalu mengecup keningku, lalu turun ke hidung dan langsung melumat bibirku, entah mengapa aku tidak marah saat itu. Aku sangat menikmati lumatan demi lumatan. Aku melingkarkan tangan ku keleher Mas Seno. Mas seno masih terus melumat bibir ku. Dan mas Seno langsung menggendong ku.Tubuhku di baringkan di atas ranjang, ketika mas Seno akan bangkit aku menahannya.Aku tarik tangan Mas Seno dan akhirnya Mas Seno jatuh diatas tubuhku."Apakah kamu mau itu Sayang?"bisiknya ditelinga ku"I-iya Mas.... Aku butuh sentuhan mu."jawabku dengan nafas terengah-engah.Sedikit saja sentuhan Mas Seno, membuatku semakin tahu apa yang sebenarnya aku inginkan.Mas Seno mulai mencumbu ku lagi dan dengan mudahnya Mas melepas semua kain yang ada di tubuhku.Aku menikmati sentuhan demi sentuhan dan akhirnya aku merasakan ada sesuatu memaksa masuk di bagian bawah dengan mudahnya aku buka kedua kakiku.Mas Seno nafasnya mulai memburu, begitu juga dengan ku. Mas Seno mendesah tak karuan."Ouwh... aah....aah....Ayam kecap.""Ouwh... Aah....aah...ayam goreng""Ouwh...aah...aah...Rica-rica ayam.""Ouwh...aah...aah .perkedel jagung.""Ouwh... aah...aah...Tumis pare."Tak ku pedulikan desahan aneh yang keluar dari mulut Mas Seno, aku sangat menikmati apa yang Mas Seno lakukan saat ini.Mas Seno semakin tak karuan gerakannya, nafas Mas Seno juga semakin memburu hingga Mas Seno."Ouwh... Ouwh... Ouwh...Ren-ren-rendanggggg." dan mas Seno terkulai lemas di samping ku.Bagaikan Menu WartegBAB 10Adzan subuh berkumandang, aku terbangun namun, kepala ku terasa sedikit pusing. Aku mencoba untuk bangkit dari tempat tidur.Namun betapa terkejutnya diriku, ketika melihat tubuhku tanpa sehelai kain yang melekat. Aku langsung melihat ke dalam samping dan lagi-lagi mataku di kejutkan dengan pemandangan yang sangat sangat luar biasa."Mas! Apa yang sudah kamu lakukan!"ujarku sambil menggoyangkan tubuhnyaMas Seno langsung terlonjak kaget."Ada apa Dek?"tanyanya sambil mengucek mata"Ini! Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa seperti ini!"bentakku"Kan. Tadi malam Adek sendiri yang minta kepada Mas."jawabnya lembut"Bohong! Tidak mungkin! Mas bohong kan!"ujarku sambil sedikit berteriak"Dek. Untuk apa Mas berbohong? Adek mau bukti?"tanyanya meyakinkan ku"Ma-maksudnya Mas?"aku tanya balik"Mas, tadi malam merekam semuanya untuk jadi bukti. Takutnya nanti Mas di kira berbohong."jawabnya dengan senyumLalu Mas Seno mengambil handphone yang di taruhnya di atas meja.
Bagaikan Menu WartegBAB 11Kami semua makan malam bersama.Setelah makan malam, semua seperti biasa Bapak dan Ibu ijin untuk beristirahat.Sebenarnya aku pengen banget bisa lebih dekat dengan Bapak dan Ibu, karena selama disini jarang sekali kami ngobrol.Tapi setiap pulang dari toko beliau terlihat sangat lelah jadi gak tega meminta mereka untuk bisa meluangkan waktu untuk ku.Aku, Mbah Pon, dan Mas Seno masih di meja makan."Nak. Besok istri mu ajak ke toko."perintahnya Mbah Pon"Eeehhhmmm..."Mas Seno seperti sedang berpikir"Jangan takut, Dia berbeda."ucap si mbah"Baiklah Mbah."jawab Mas Seno"Nduk. Besok ikut suami mu ke toko biar tahu segede apa toko suami mu."ucapnya kepada ku"Tapi nanti Mbah sama siapa di rumah?"tanyaku"Mbah, mau keluar kota, besok subuh berangkat diantar supir."jawabnyaAku lalu mengangguk.Mbah pamit ke kamar untuk menyiapkan semua keperluan untuk ke luar kota, Sebenarnya aku sudah menawark bantuan tapi si Mbah menolak. Si Mbah menyuruhku untuk melayani M
Bagaikan Menu WartegBAB 12Gadis bernama Susi itu menghentakkan kakinya dan langsung kembali ke dalam.Sedangkan Mas Seno terlihat biasa saja dan langsung memesan makanan untuk karyawan dan untuk kami."Dek. Makannya di toko saja ya."ucapnya"Iya Mas." JawabkuSetelah menyebutkan beberapa lauk yang Mas Seno inginkan, dengan cekatan wanita bernama Wanti itu membungkuskan pesanan Mas Seno.Enam buah nasi bungkus sudah selesai di bungkus, lalu Mas Seno membayarnya."Ini nanti sisanya kasih untuk Susi, bilang jangan suka ngambek."ucap Mas Seno sambil menyodorkan uang beberapa lembar berwarna merah."Beres Bos."jawab wanita ituSebenarnya aku heran, kenapa gadis itu marah ketika Mas Seno membawa ku? Dan kenapa Mas Seno terlalu peduli pada gadis itu sampai mau mengeluarkan uang untuk mereda kemarahannya.Setelah memberikan uang kepada Wanti, Mas Seno lalu mengajak ku untuk kembali ke toko.Karyawan Mas Seno langsung makan dan beristirahat, toko di tutup sekitar satu jam.Aku yang tadi bers
Satu Minggu kemudian.Sesuai kesepakatan kami membayar setengah dari harga yang di sepakati.Setelah surat menyurat selesei baru pelunasan.Ibu mertua meminta sertifikat rumah atas nama ku. Awalnya aku menolak. Karena tidak enak dengan Mas Seno, tapi karena Mas Seno tidak keberatan akhirnya aku tidak bisa menolak lagi."Nduk. Sertifikat atas nama mu saja.""Ta-tapi Bu.""Ini Ibu belikan sebagai hadiah untuk pernikahan kalian.""Kenapa gak atas nama Mas Seno saja Bu?""Rumah yang sekarang kami tempati ini haknya Seno. Jadi rumah itu hak kamu.""Ta-tapi Bu.""Sudah Dek. Terima saja. Rejeki jangan di tolak."sela Mas Seno."Ba-baik lah Bu. Tutik terima hadiah dari Ibu.""Nah. Gitu dong Nduk.""Terima kasih banyak Bu.""Iya sama-sama Nduk. Oh iya kapan kalian akan pindah?""Tunggu rumahnya selesei di bersihkan dan di cat ulang Bu.""Ya sudah kalau begitu. Minta sama Seno untuk menemani mu membeli perabotan rumah.""Iya Bu."Setelah selesai di bersihkan dan di cat ulang. Kami mulai membeli
Satu Minggu kemudian.Hari ini kami akan pindah ke rumah baru. Bapak dan Ibu tidak membuka tokonya hari ini. Karena mereka ingin membantu kami pindahan.Sebenarnya tidak banyak barang yang kami bawa. Kami hanya membawa baju saja. Karena di rumah baru semua perlengkapan rumah sudah kami beli seminggu yang lalu.Kami berangkat beriringan. Menggunakan tiga mobil, Bapak, Ibu, Mbok, satu mobil. Sedangkan aku dan Mas Seno, satu mobil. Lalu mobil hadiah dari Bapak supir yang mengendarai. Karena Bapak maunya nanti aku segera bisa menyetir sendiri.Setelah sampai rumah kami lalu menurunkan dua koper. Ya karena memang hanya itu barang yang kami bawa.Bapak dan Ibu sangat senang dengan rumah baru kami. Kata mereka walaupun kecil tapi sangat nyaman dan asri.Sebenarnya aku meminta Ibu dan Bapak untuk menginap di sini untuk beberapa hari, namun mereka menolak karena mereka tidak mau mengganggu kami bulan madu katanya."Pak, Bu. Menginap lah disini untuk beberapa hari."pintaku"Bukan Ibu sama Bapak
Bagaikan Menu WartegBAB 15Aku menceritakan semuanya kepada Mas Seno, perihal Paman Rudi dan Bibik Sari."Ya sudah Dek. Besok pagi kita pulang.""Bener Mas?""Iya Dek. Sekalian Mas mau bertemu dengan Paman dan Bibik mu yang jahat itu.""Terima kasih Mas." Mas Seno memelukku. Dan ketika kami sedang berpelukan. Tiba-tiba Susi datang."Massssss... Susi tungguin di warung kenapa gak datang!"ucapnya dengan nada manjaAku langsung menatap tajam kearah Mas Seno."Iya. Sus, tadi istri Mas sudah masak untuk Mas dan karyawan jadi gak ke warung."jawab Mas Seno"Mas Seno jahat. Padahal Susi sudah masak untuk Mas."ucapnya sambil menghentakkan kakinya"He! Kamu itu gak tahu jika Mas Seno itu sudah punya istri!"hardikku dengan nada tinggi"Kamu itu kalau mau genit sana sama laki-laki yang belum nikah!"imbuhku."Massssss... Lihat istri mu..."ucapnya manja sambil bergelayut manja di lengan Mas Seno."Mas! Kenapa kamu biarkan Susi!"hardikkuMas Seno lalu tersadar dan menepis pelukan Susi."Huhuhu...
Aku tidak tahu apa yang Mas Seno sedang rencanakan untuk Paman Rudi dan Bibik Sari."Kalau memang Paman dan Bibik suka, silahkan tinggal di rumah itu."ucap Mas Seno"Wah. Bener. Nak Seno?"jawab Bik Sari sumringah"Tentu. Silahkan Paman dan Bibik tinggal dirumah itu."ucap Mas Seno meyakinkan mereka."Baiklah. Karena Nak Seno tidak keberatan. Kami akan tinggal di rumah itu. Sayang rumah sebagus itu jika yang nempati kampungan seperti Sardi."ucap Paman Rudi sambil mencibir Paman Sardi."Ya. Sudah. Paman, Bibik, kami pamit dulu karena mau menjenguk Paman Sardi di rumah sakit."ucap Mas Seno."Oh. Iya. Maaf kami tidak bisa menjenguk Sardi karena masih sibuk."ucap Paman Rudi."Iya tidak apa-apa. Nanti akan kami sampaikan kepada Bibik."jawab Mas Seno."Nak Seno gak ninggalin uang untuk kami?"tanya Bik Sari ketika kami bangkit dari kursi.Mataku membulat mendengar Bibik Sari terang-terangan meminta uang kepada Mas Seno."Oh. Tentu. Kami pasti memberi sesuatu untuk Bibik dan Paman."jawab Mas Se
Aku berpamitan kepada Bibik, Bu Iyem dan Intan. Setelah berpamitan aku langsung berangkat.Didalam mobil aku hanya terdiam. Aku jadi teringat Paman Rudi dan Bibik Sari, bisa-bisanya mereka saat Paman Sardi meninggal tak menunjukkan batang hidungnya.Aku ingat perkataan Mas Seno, jika aku berhak menjual rumah itu kapan saja.Aku akan memberi pelajaran kepada mereka.Di tengah perjalanan Pak supir bertanya."Non. Mau singgah makan atau jalan terus."tanyanya dengan sopan"Bapak lapar tidak? Kalau Bapak lapar, kita singgah cari tempat makan. Jika tidak kita lanjut jalan saja."jawabku"Saya masih kenyang Non. Tadi dirumah keluarga Non sudah makan banyak."ucapnya"Ya sudah kita terus jalan saja Pak. Langsung ke toko Mas Seno ya."jawabku"Baik Non."ucapnya.Setelah itu tak ada lagi pembicaraan lagi. Tiga jam kemudian akhirnya kami sampai di depan toko Mas Seno.Aku menyuruh supir untuk pulang ke rumah Bapak dan Ibu. Karena aku akan pulang bersama Mas Seno.Aku langsung bergegas turun. Tak sa