Bagaikan Menu Warteg
BAB 06Aku sedikit tenang karena aku tak melihat Mas Seno, karena tubuhku hanya di tutupi dengan sebuah handuk sebatas dada.Belum juga aku sepenuhnya tenang. Tiba-tiba aku merasakan sebuah pelukan dari belakang.Mas Seno memelukku dari belakang. Aku jadi kaget dan mulai takut. Mas Seno memelukku sangat erat. Nafasnya sedikit memburu."Mas, tolong lepaskan, Mas tahu kan aku lagi datang bulan."ucapku dengan degub jantung yang tak beraturan."Mas... Tahu kamu berbohong sayang... Mas melihat mu tadi subuh sholat."ucapnya dengan nada sedikit berat.Hembusan nafas Mas Seno di telinga ku membuat bulu kuduk meremang.Mas Seno lalu membalikkan badanku. Mas Seno mulai mendekat kan wajahnya ke wajahku, jarak kami sudah sangat dekat hingga hembusan nafas mas Seno terasa sangat dekat, mas Seno mulai mencium kening, pipi dan leherku, aku jadi semakin takut tanpa sadar aku menangis.Mas seno mengabaikan tangisanku, Mas Seno tidak menghentikan aksinya, Mas Seno terus menciumi leherku dan naik ke bibirku, bibirku di lumatnya seperti seorang yang sangat kelaparan.Mas Seno masih melumat bibirku dan tangannya mulai bergerilya kemana-mana, aku mencoba untuk menahan tangannya. Namun tenaga ku tidak sekuat Mas Seno. Aku kalah... Ya senja itu akau kalah oleh Mas Seno.Mas Seno mengangkat tubuhku dan di baringkan diatas kasur. "Sayang... Hari inj adalah hari dimana kamu akan resmi menjadi milik Mas seutuhnya."bisiknyaAku tidak menjawab hanya air mata ku yang semakin deras."Jangan menangis sayang... Mas tidak akan menyakiti mu. Mas akan buat kamu melayang merasakan kenikmatan yang belum pernah kamu rasakan."bisiknya.Mas Seno semakin beringas mencumbui ku. Aku sudah benar-benar pasrah, karena sekuat apapun aku takkan bisa mengalahkan mas Seno.Aku sedikit berteriak ketika merasakan ada sesuatu yang memaksa masuk dan terasa ada robek di bagian bawah, rasanya sangat sakit dan perih.Mas seno langsung melumat bibirku. Setelah itu Mas Seno melakukan gerakan yang sangat lembut tidak seperti tadi.Hingga beberapa saat kemudian Mas Seno nafasnya memburu dan dengan gerakan yang sedikit cepat sambil melenguh.... ah...ah...ah...Rica-rica ayam sayangggg.Setelah mengatakan itu Mas Seno terkulai lemas diatas ku.Setelah beberapa saat Mas Seno bangkit dari tubuhku dan Sebelum pergi ke kamar mandi Mas Seno mengecup kening ku."Terima kasih sayang."ucapnya dengan lembutAku hanya bisa menangis sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhku.Setelah selesai membersihkan diri, Mas Seno menghampiri ku yang masih terisak di atas ranjang."Dek, maafin Mas. Mas tadi tidak tahan lagi."ucapnya dengan lembut"Mas jahat. Kenapa Mas tidak bisa bersabar sedikit saja. Setidaknya tunggu aku benar-benar siap."ucapku dengan tangisMas Seno langsung memelukku dengan erat. "Dek, Mas adalah suamimu jadi Mas berhak meminta itu dari mu."ucapnya sambil membelai rambut ku"Aku tahu Mas. Tapi apa mas tidak bisa menahannya sampai aku benar-benar siap."jawabku marah"Maaf Dek, Mas janji, Mas tidak akan mengulanginya lagi sampai kamu benar-benar siap melayani mas."ucapnya dengan wajah sedikit terlihat menyesalLalu Mas Seno membantuku untuk ke kamar mandi.Di dalam kamar mandi. aku nyalakan air untuk mengguyur tubuhku, aku merasakan perih yang luar biasa di bagian bawah.Setelah cukup lama di kamar mandi aku keluar dengan sedikit tertatih karena rasa sakit itu.Ketika aku keluar kamar mandi Mas Seno ternyata sudah mengganti seprai.Karena warna seprai yang tadi berbeda dengan yang sekarang.Aku mengacuhkan Mas Seno, jujur aku sangat kecewa dan marah dengan apa yang di lakukan Mas Seno tadi.Mas Seno tersenyum ke arah ku."Yang... Makan yok. Mbah sudah nunggu kita di meja makan."ajaknya"Kamu gak lihat Mas! Aku jalan aja susah."Jawab ku dengan nada ketusMas Seno tersenyum mendengar jawaban ku."Itu hanya sementara saja kok Sayang. Dua hari juga sembuh."jawabnya enteng"Apa! Dua hari aku harus merasakan sakit? Terus bagaimana aku bisa bantuin Mbah dan Ibuk memasak."gerutu ku"Hahahaha... Sayang. Disini tugas mu hanya melayani Mas. Urusan masak ada Si Mbok, dan Ibuk selalu ke toko pusat setiap hari. Jadi yang ada cuma Mbah."jelasnya"Jadi Ibuk tidak pernah di rumah?"tanyaku lagiMas Seno menggeleng."Ibuk bertugas di toko pusat, sedangkan Bapak di cabang kedua dan Mas di toko Mas sendiri. Jadi nanti kamu temani Mbah ya Sayang. Mbah orangnya asyik kok dan gaul jadi kamu pasti cocok dengannya."imbuhnya"Ya sudah Mas turun dulu mau makan. Kamu disini saja nanti Mas suruh Si Mbok bawakan nasi kesini."ucapnya dengan lembut dan berjalan mendekat kearah ku.Mas Seno hendak mencium ku namun aku mengelak."Masih marah rupanya."godanya Aku diam tak membalas ucapannya. Mas Seno lalu keluar kamar.Aku berbaring di tempat tidur. Setelah beberapa menit pintu kamar di ketuk.Tok... Tok... Tok..."Masuk saja Mbok."serukuPintu lalu terbuka, dan aku terkejut ternyata yang membuka pintu bukan si Mbok tapi Mbah Pon.Ketika aku akan bangkit Mbah Pon melarangku."Sudah Nduk, baring saja, Mbah bawain makanan."ucapnya sambil berjalan mendekat kearah ku sambil membawa nampan berisi nasi dan lauk pauk.Aku hanya mengangguk. Mbah Pon berjalan mendekat kearah ku dan menaruh nampan di atas pangkuan ku.Mbah Pon duduk disamping ku."Nduk. Kenapa kamu bersedih?"tanyanya"Gak apa-apa Mbah. Tutik teringat Bapak sama Bibik di kampung."jawab ku berbohong"Nduk. Anggap keluarga di sini sama seperti keluarga mu di kampung."ujarnya"I-iya Mbah."jawabku dengan mata berkaca-kaca"Seno adalah seorang laki-laki yang baik dan bertanggung jawab Nduk, yakinlah Dia akan menjadi seorang suami yang bisa kamu banggakan."ujarnyaAku diam mendengar penuturan si Mbah. Bagiku Mas Seno hanyalah seorang Laki-laki yang egois."Nduk. Saat ini mungkin kamu tersiksa menikah dengan Seno karena kamu belum memiliki perasaan terhadap. Mbah mengerti perasaan mu saat ini, Seno sudah menceritakan semuanya kepada Mbah."imbuhnyaAku sangat terkejut mendengar penuturan si Mbah. Aku langsung menatap wajah si Mbah."Ma-maksudnya Mbah?"tanyaku penasaran"Seno sudah bercerita jika kamu marah karena Seno menuntut haknya."jawab Mbah Pon sambil tersenyumAku yang mendengar hal itu jadi merah wajahku, marah, kesal dan malu menjadi satu. Aku jadi semakin kesal dan benci dengan Mas Seno. Bisa-bisanya hal seperti itu di ceritakan ke Neneknya."Nduk. Seharusnya kamu senang karena segel yang seharusnya milik suami mu bisa kamu serahkan kepada yang benar-benar berhak. Coba kamu lihat ditivi-tivi itu banyak gadis yang dengan mudah memberikan segelnya kepada laki-laki yang belum tentu menjadi suaminya, akhirnya hamil kalau gak digugurkan ya di buang. Jadi kamu harus bersyukur karena segel itu yang menerima suami mu."jelasnya.Wajahku semakin memerah, Mbah Pon lalu mengelus rambut ku dan mencium kening ku."Mbah yakin kamu adalah istri yang baik untuk cucu Mbah. Dan jangan terlalu formal sama Mbah, anggap Mbah ini teman agar kamu bisa berbagi cerita dengan Mbah."imbuhnya.Aku masih diam, aku benar-benar gak habis pikir hal serahasia seperti itu bisa-bisanya di ceritakan kepada orang.Bagaikan Menu WartegBAB 07Setelah memberiku pengertian Mbah pamit keluar, karena mau mengajak si Mbok berbelanja bulanan.Setelah kepergian Mbah Pon, Mas Seno masuk ke kamar."Mas! Kenapa Mas cerita sama si Mbah!"hardikku"Memang kenapa Dek?"tanyanya polos"Apa Mas gak malu! Bahas hal seperti itu sama Mbah?"ucapku ketus"Malu? Untuk apa malu Dek? Aku cuma sekedar sharing sama Mbah tentang seorang wanita yang menangis karena suaminya meminta haknya. Apa itu salah?"ucapnya santai"Salah! Itu sangat salah!"protes ku"Salahnya dimana?"jawabnya"Mas! Bukankah kamu sudah pernah menikah. Jadi apa gak malu kamu bertanya hal seperti itu kepada Mbah!"ujarku dengan nada tinggiMas Seno tidak lagi menjawab perkataan ku.Mas Seno pergi keluar kamar, mungkin Dia tersinggung karena aku tadi membentaknya.Setelah kepergian Mas Seno, aku bangkit dari tempat tidur, aku mengambil handphone ku yang sedari tadi di atas meja.Aku lihat banyak panggilan masuk dari nomor Bibik. Aku lalu segera menghubungi
Bagaikan Menu WartegBAB 08Aku naik ke atas untuk segera mandi, dan untuk membangunkan Mas Seno.Setelah mandi aku lihat Mas Seno sudah duduk di tepi ranjang, sepertinya Dia baru bangun."Mas. Mandi lalu sarapan."perintah ku Mas Seno lalu bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan aku menyiapkan baju untuk Mas Seno.Setelah menyiapkan baju aku kembali turun. Aku melihat Mbah Pon sedang sibuk menerima telepon.Lalu aku ke dapur untuk membuatkan teh untuk semua keluarga.Setelah selesai membuat teh, aku memanggil Bapak dan Ibu."Pak, Bu, sarapan sudah siap."seruku dari balik pintu"Oh. Iya Nduk,"jawab merekaLalu aku kembali ke kamar untuk memanggil Mas Seno."Mas, ayo sarapan sudah siap. Ibu sama Bapak sudah menunggu."ucapku"Eeehhhmmm... Dek, tunggu."serunya"Ada apa? tanyaku"Eeehhhmmm itu, tolong kesini sebentar."pintanya"Ogah! Nanti seperti kemarin!"tolakku"Hahahaha... Masih kesal ya..."godanya"Sudah ayo turun."ajakkuLalu Mas Seno mengekor di belakang ku.Ketika sampai
Bagaikan Menu WartegBAB 09Keesokan paginya seperti kemarin, aku menyiapkan sarapan untuk semuanya.Kali ini aku masak sedikit lebih banyak karena Ibu sama Bapak mau bawa bekal.Kami sarapan bersama, Ibu dan Bapak mertua orangnya super sibuk, sampai gak pernah punya waktu luang. Waktu mereka dihabiskan untuk mengurus toko masing-masing.Setelah sarapan Bapak dan Ibu langsung berangkat ke toko. Mereka mengendarai mobil masing-masing, karena toko mereka taksearah.Sedangkan aku membantu Mbok Sumi membersihkan meja dan mencuci piring.Setelah selesai membersihkan peralatan makan, aku menyuruh Mbok Sumi dan yang lain untuk sarapan, sedangkan aku kembali naik ke kamar ku.Aku segera mandi dan berganti baju karena Mbah Pon mau mengajakku jalan-jalan dan berbelanja.Setelah selesai bersiap aku segera turun dan menuju kamar Mbah Pon.Tok... Tok... Tok... "Mbah, ayo. Tutik sudah siap."seruku dari balik pintu"Iya. Sebentar Nduk."jawabnya. Tak berselang lama pintu kamar terbuka, Mbah Pon terl
Bagaikan Menu WartegBAB 10Adzan subuh berkumandang, aku terbangun namun, kepala ku terasa sedikit pusing. Aku mencoba untuk bangkit dari tempat tidur.Namun betapa terkejutnya diriku, ketika melihat tubuhku tanpa sehelai kain yang melekat. Aku langsung melihat ke dalam samping dan lagi-lagi mataku di kejutkan dengan pemandangan yang sangat sangat luar biasa."Mas! Apa yang sudah kamu lakukan!"ujarku sambil menggoyangkan tubuhnyaMas Seno langsung terlonjak kaget."Ada apa Dek?"tanyanya sambil mengucek mata"Ini! Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa seperti ini!"bentakku"Kan. Tadi malam Adek sendiri yang minta kepada Mas."jawabnya lembut"Bohong! Tidak mungkin! Mas bohong kan!"ujarku sambil sedikit berteriak"Dek. Untuk apa Mas berbohong? Adek mau bukti?"tanyanya meyakinkan ku"Ma-maksudnya Mas?"aku tanya balik"Mas, tadi malam merekam semuanya untuk jadi bukti. Takutnya nanti Mas di kira berbohong."jawabnya dengan senyumLalu Mas Seno mengambil handphone yang di taruhnya di atas meja.
Bagaikan Menu WartegBAB 11Kami semua makan malam bersama.Setelah makan malam, semua seperti biasa Bapak dan Ibu ijin untuk beristirahat.Sebenarnya aku pengen banget bisa lebih dekat dengan Bapak dan Ibu, karena selama disini jarang sekali kami ngobrol.Tapi setiap pulang dari toko beliau terlihat sangat lelah jadi gak tega meminta mereka untuk bisa meluangkan waktu untuk ku.Aku, Mbah Pon, dan Mas Seno masih di meja makan."Nak. Besok istri mu ajak ke toko."perintahnya Mbah Pon"Eeehhhmmm..."Mas Seno seperti sedang berpikir"Jangan takut, Dia berbeda."ucap si mbah"Baiklah Mbah."jawab Mas Seno"Nduk. Besok ikut suami mu ke toko biar tahu segede apa toko suami mu."ucapnya kepada ku"Tapi nanti Mbah sama siapa di rumah?"tanyaku"Mbah, mau keluar kota, besok subuh berangkat diantar supir."jawabnyaAku lalu mengangguk.Mbah pamit ke kamar untuk menyiapkan semua keperluan untuk ke luar kota, Sebenarnya aku sudah menawark bantuan tapi si Mbah menolak. Si Mbah menyuruhku untuk melayani M
Bagaikan Menu WartegBAB 12Gadis bernama Susi itu menghentakkan kakinya dan langsung kembali ke dalam.Sedangkan Mas Seno terlihat biasa saja dan langsung memesan makanan untuk karyawan dan untuk kami."Dek. Makannya di toko saja ya."ucapnya"Iya Mas." JawabkuSetelah menyebutkan beberapa lauk yang Mas Seno inginkan, dengan cekatan wanita bernama Wanti itu membungkuskan pesanan Mas Seno.Enam buah nasi bungkus sudah selesai di bungkus, lalu Mas Seno membayarnya."Ini nanti sisanya kasih untuk Susi, bilang jangan suka ngambek."ucap Mas Seno sambil menyodorkan uang beberapa lembar berwarna merah."Beres Bos."jawab wanita ituSebenarnya aku heran, kenapa gadis itu marah ketika Mas Seno membawa ku? Dan kenapa Mas Seno terlalu peduli pada gadis itu sampai mau mengeluarkan uang untuk mereda kemarahannya.Setelah memberikan uang kepada Wanti, Mas Seno lalu mengajak ku untuk kembali ke toko.Karyawan Mas Seno langsung makan dan beristirahat, toko di tutup sekitar satu jam.Aku yang tadi bers
Satu Minggu kemudian.Sesuai kesepakatan kami membayar setengah dari harga yang di sepakati.Setelah surat menyurat selesei baru pelunasan.Ibu mertua meminta sertifikat rumah atas nama ku. Awalnya aku menolak. Karena tidak enak dengan Mas Seno, tapi karena Mas Seno tidak keberatan akhirnya aku tidak bisa menolak lagi."Nduk. Sertifikat atas nama mu saja.""Ta-tapi Bu.""Ini Ibu belikan sebagai hadiah untuk pernikahan kalian.""Kenapa gak atas nama Mas Seno saja Bu?""Rumah yang sekarang kami tempati ini haknya Seno. Jadi rumah itu hak kamu.""Ta-tapi Bu.""Sudah Dek. Terima saja. Rejeki jangan di tolak."sela Mas Seno."Ba-baik lah Bu. Tutik terima hadiah dari Ibu.""Nah. Gitu dong Nduk.""Terima kasih banyak Bu.""Iya sama-sama Nduk. Oh iya kapan kalian akan pindah?""Tunggu rumahnya selesei di bersihkan dan di cat ulang Bu.""Ya sudah kalau begitu. Minta sama Seno untuk menemani mu membeli perabotan rumah.""Iya Bu."Setelah selesai di bersihkan dan di cat ulang. Kami mulai membeli
Satu Minggu kemudian.Hari ini kami akan pindah ke rumah baru. Bapak dan Ibu tidak membuka tokonya hari ini. Karena mereka ingin membantu kami pindahan.Sebenarnya tidak banyak barang yang kami bawa. Kami hanya membawa baju saja. Karena di rumah baru semua perlengkapan rumah sudah kami beli seminggu yang lalu.Kami berangkat beriringan. Menggunakan tiga mobil, Bapak, Ibu, Mbok, satu mobil. Sedangkan aku dan Mas Seno, satu mobil. Lalu mobil hadiah dari Bapak supir yang mengendarai. Karena Bapak maunya nanti aku segera bisa menyetir sendiri.Setelah sampai rumah kami lalu menurunkan dua koper. Ya karena memang hanya itu barang yang kami bawa.Bapak dan Ibu sangat senang dengan rumah baru kami. Kata mereka walaupun kecil tapi sangat nyaman dan asri.Sebenarnya aku meminta Ibu dan Bapak untuk menginap di sini untuk beberapa hari, namun mereka menolak karena mereka tidak mau mengganggu kami bulan madu katanya."Pak, Bu. Menginap lah disini untuk beberapa hari."pintaku"Bukan Ibu sama Bapak