Bagaikan Menu Warteg
BAB 04"Sudahlah Nduk, yang lalu biar berlalu." Ucap Paman"Tapi, Pak, Tutik masih sakit hati."jawabku"Nduk, apa pernah Bapak dan Bibik mu mengajarkan untuk menyimpan dendam?"ucap paman sedikit lebih tegas.Aku tahu jika Paman sudah seperti itu, pasti marah. Akhirnya aku menyerah dan mengikuti kemauan Paman dan Bibik."Ya sudah Pak. Nanti sore kita kerumah mereka."jawabkuSetelah selesai membantu Bibik, Paman menyuruh ku segera bersiap, kami bertiga akan kerumah Paman Rudi dan Bibik Sari.Setelah semua siap kami berangkat dengan menyewa mobil Pak Rt.Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam akhirnya kami sampai di rumah Paman Rudi.Kami langsung segera turun dari mobil dan langsung menuju rumah Paman Rudi.Tok... Tok... Tok...Paman mengetuk pintu. Tapi setelah menunggu beberapa menit pintu tak kunjung di buka. Karena sepertinya rumah Paman Rudi tidak ada orang. Akhirnya kami putuskan untuk langsung ke rumah Bibik Sari.Jarak rumah Bibik Sari tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit dari rumah paman Rudi.Ketika kami sampai disana ternyata rumah Bibik Sari sedikit rame."Assalamualaikum." Ucap Paman.Lalu semua orang yang ada di sana melihat ke arah kami."Ngapain kalian kesini!"ucap Bik Sari dengan berkacak pinggang"Maaf, Mbak, boleh kami masuk dulu?"ucap Paman sopan"Tidak! Haram rumah ku dimasuki orang pembawa sial!"jawabnya lantang"Tapi Mbak. Ada yang ingin kami sampaikan."ucap Paman sopan"Sudah! Sana pergi! Jangan pernah menginjakkan kaki di rumah ku!"bentak Bibik Sari sambil mengusir kami.Aku yang sedari tadi menahan marah melihat prilaku Bibik Sari, akhirnya terpancing."Sudah Pak! Kita pulang! Untuk apa kita datang ke rumah orang seperti mereka!" Ucapku dengan lantang sambil menunjuk wajah Bik Sari"He! Kamu! Dasar anak pembawa sial! Ternyata tidak punya sopan santun!"hardik Bik Sari"Orang seperti Bibik! Tidak perlu di hormati!"jawabku tak kalah lantangAku langsung menarik tangan Paman dan Bibik. Awalnya mereka menolak, lalu aku mengancam mereka akan membatalkan pernikahan jika mereka tetap disini.Akhirnya mereka menurut setelah mendengar ancaman ku.Kami langsung kembali ke mobil dan langsung pulang.Di dalam mobil tak ada pembicaraan diantara kami.Setelah sampai rumah aku langsung masuk kedalam kamar.Rasa sakit di hati ini begitu dalam. Aku tidak akan bisa memaafkan Bik Sari.Aku akan buktikan jika aku bukan orang pembawa sial, seperti yang selalu di lontarkan kepada ku.Malam itu aku tak berselera untuk makan, jadi setelah dari rumah Bik Sari, aku mengunci diri di kamar.💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞Keesokan harinya. Bibik sudah selesai mempersiapkan segala sesuatunya untuk acara hari H besok.Bibik bertanya kepada ku."Nduk, kamu tidak mengundang teman-teman mu?"tanyanya"Tidak Bik, Tina juga di kota jadi kasihan kalau harus pulang hanya untuk melihat ku menikah."jawabku"Kan, teman mu di kampung ini juga ada to Nduk."ucapnya lagi"Mereka sudah tahu jika Tutik mau nikah kok Bik, besok pasti mereka datang, Tutik mengundang mereka lewat WA."jawabku"West, anak muda jaman sekarang, semua di lakukan melalui HP."celetuk Bibik sambil berlalu pergi meninggalkan ku.Aku memang hanya memberi tahu beberapa teman saja tentang pernikahan ku besok.Dan mereka juga tahu, jika pernikahan ku di langsungkan secara sederhana.Aku kembali beristirahat di kamar. Karena bosan aku coba untuk menghubungi Tina.Aku langsung menekan nomor telepon Tina dan syukur panggilan tersambung."Hallo Tin.""Iya Tut.""Sibuk gak?""Gak, kok Tut, ada apa?""Besok aku nikah.""Astaga! Cepat betul?""Iya, mereka maunya kami cepat nikah.""Ya sich Tut, kamu kan juga sudah cukup umur untuk nikah.""Iya.""Selamat ya Tut, semoga menjadi keluarga Sa Ma Wa.""Amiin.""Tut, nanti kalau habis malam pertama kabari aku ya..."goda Tina"Aish... Kamu itu Tin! Ada-ada saja.""Seru tahu!""Apanya yang seru?""Rasanya... Ha... Ha... Ha...""Memang bagaimana rasanya Tin.?"tanyaku mulai penasaran"Ya... Besok kamu pasti ngrasain sendiri dech! Sulit di gambarkan. Tapi hati-hati yooo."Aku mulai merasa takut dengan apa yang di maksud Tina."Tut... Kamu masih di situ kan?""Eh... Iya Tin.""Pasti kamu lagi bayangin ya?""Ah! Kamu mah ada-ada saja Tin. Aku jadi takut nich.""Takut untuk apa Tut? Nanti kamu kalau sudah tahu rasanya pasti ketagihan.""Emang rasanya, kek gimana?""Ya pokoknya kamu siap-siap saja tiga hari gak bisa jalan. Ha... Ha... Ha...""Aku jadi lumpuh gitu?""Ya... Gak lah Tut. Kalau lumpuh gak ada orang yang mau nikah.""Ya habis kamu tadi ngomong kek gitu.""Ya... Pokoknya nanti juga kamu ngrasain sendiri.""Ah! Sudah malas aku bahas itu. Bikin aku jadi takut aja.""Ha... Ha.... Ha...."Tina tertawa puasAku langsung mematikan sambungan telepon karena jengkel.Setelah itu pikiran ku melayang kemana-mana.Aku lalu mencoba mencari tahu tentang malam pertama di internet.Setelah membaca beberapa artikel di internet aku jadi mulai merasa takut. "Apa iya sampai sesakit itu?" Aku harus mencari cara agar aku bisa mengulur waktu agar kami besok tidak langsung melakukan malam pertama.Aku coba untuk memutar otak, dan setelah beberapa saat satu ide muncul.Aku tersenyum puas dengan ide yang akan aku lakukan besok.Malam itu aku tak bisa tidur, pikiran ku mulai melayang membayangkan pernikahan ku besok.Tiba-tiba pikiran ku teringat dengan ucapan yang di lontarkan Bik Sari. Darahku mulai mendidih lagi."Ya... Mungkin dengan aku menikah sama Mas Seno. Mereka tidak akan lagi menyebut ku anak pembawa sial."gumamkuKarena sudah sangat larut akhirnya aku tertidur.Entah sudah berapa lama aku tidur, tiba-tiba terdengar suara Bibik membangunkan ku.Tok... Tok... Tok... "Nduk, bangun sudah Subuh."serunya dari balik pintuAku lalu bangkit dan segera membuka pintu kamar."Iya Bik."jawabku sambil mengucek mata."Ayo sana mandi, terus sholat, nanti jam enam perias pengantin datang karena acaranya jam sembilan."perintahnya.Aku hanya mengangguk dan kembali masuk kedalam kamar untuk mengambil handuk.Di rumah Bibik hanya ada satu kamar mandi jadi kami harus bergantian jika ingin menggunakannya.Setelah mandi, kami sholat subuh berjamaah.Setelah selesai sholat. Paman memberiku wejangan."Nduk, jadilah istri yang soleha, jadilah istri yang menurut kepada suami."ucapnya dengan mata berkaca-kaca."Iya Pak, Tutik pasti menjadi istri yang baik."Jawab ku sambil mencium tangan paman dan Bibik.Setelah selesai kami merapikan peralatan sholat. Bibik mulai sibuk dengan entah apa yang Bibik persiapkan, sedangkan Paman seperti biasa minum kopi di teras rumah.Tepat pukul enam perias datang. Aku langsung di rias sedemikian rupa.Jujur aku marasa tidak nyaman dengan riasan yang bagiku terlalu mencolok. Karena biasanya aku hanya memakai bedak saja.Sekitar satu jam aku di rias. Setelah selesai di rias aku di suruh berganti baju yang sudah di siapkan.Pukul delapan keluarga Pak Tejo sudah datang. Paman dan Bibik menyambut mereka.Sedangkan aku di larang keluar oleh Bibik sampai penghulu datang.Satu jam telah berlalu penghulu sudah datang.Bibik memintaku untuk keluar.Ketika aku membuka pintu banyak pasang mata yang melihat ke arah ku. Semua sangat terkesima dengan penampilan ku.Aku melihat Mas Seno juga sedikit kaget melihat ku. Entah Dia merasa aku sangat cantik atau sebaliknya.Mbah Pon mengacungkan jempolnya kearah ku sambil mengedipkan satu matanya. Bu Ratih dan Pak Tejo melihat ku tanpa berkedip. Aku jadi kikuk di perhatikan seperti itu.Bibik langsung menggandeng tanganku dan mendudukkan ku disamping Mas Seno.Setelah aku duduk. Penghulu bertanya kepada kami. Apakah kami sudah siap.Dengan jantung berdegup kencang aku menganggukkan kepala, menandakan aku juga sudah siap.Ijab qobul pun di mulai. Suasana mulai sedikit hening dan sakral ketika Paman mulai menjabat tangan Mas Seno.Setelah itu terdengar suara teriakan Sah... Sah... Sah... Dari beberapa saksi.Air mataku jatuh... Ya aku menangis entah ini tangisan bahagia atau kesedihan.Sekarang aku sudah resmi menjadi istri Mas Seno.Bibik dan paman memelukku bergantian, mereka ikut menangis bahagia.Bagaikan Menu Warteg BAB 05Setelah acara selesai kami semua beristirahat.Orang tua Mas seno langsung kembali ke kota. Sedangkan Mas Seno masih disini bersama ku, karena paman meminta ku untuk besok saja kembali ke kota."Nduk, ajak suami mu istirahat."perintah BibikAku mengangguk.Lalu ku ajak Mas Seno beristirahat di kamar ku.Setelah di dalam kamar."Dek. Kamar mu kecil banget."ucapnya sambil mengedarkan pandangan ke seluruh kamar"Ya iyalah Mas, namanya juga kamar di kampung ya kebanyakan seperti ini."jawabkuAku sedikit judes untuk menghilangkan rasa, kikuk, dan canggung di depannya."Lalu? Kamar mandi dimana?"tanyanya"Di luar. Dekat dapur."jawabkuMas Seno melotot kearah ku, ketika aku menjawab letak kamar mandi"Terus. Kalau kita mau kencing atau cuci harua keluar kamat gitu?"ucapnya lagi"Ya kalau kencing iya harus ke kamar mandi Mas, kalau cuci tangan ya kan bisa di tempat cuci piring."jawabkuMas Seno semakin melotot kearah ku."Siapa yang mau cuci tangan!"jawabnya kesal
Bagaikan Menu Warteg BAB 06Aku sedikit tenang karena aku tak melihat Mas Seno, karena tubuhku hanya di tutupi dengan sebuah handuk sebatas dada.Belum juga aku sepenuhnya tenang. Tiba-tiba aku merasakan sebuah pelukan dari belakang.Mas Seno memelukku dari belakang. Aku jadi kaget dan mulai takut. Mas Seno memelukku sangat erat. Nafasnya sedikit memburu."Mas, tolong lepaskan, Mas tahu kan aku lagi datang bulan."ucapku dengan degub jantung yang tak beraturan."Mas... Tahu kamu berbohong sayang... Mas melihat mu tadi subuh sholat."ucapnya dengan nada sedikit berat.Hembusan nafas Mas Seno di telinga ku membuat bulu kuduk meremang.Mas Seno lalu membalikkan badanku. Mas Seno mulai mendekat kan wajahnya ke wajahku, jarak kami sudah sangat dekat hingga hembusan nafas mas Seno terasa sangat dekat, mas Seno mulai mencium kening, pipi dan leherku, aku jadi semakin takut tanpa sadar aku menangis.Mas seno mengabaikan tangisanku, Mas Seno tidak menghentikan aksinya, Mas Seno terus menciumi l
Bagaikan Menu WartegBAB 07Setelah memberiku pengertian Mbah pamit keluar, karena mau mengajak si Mbok berbelanja bulanan.Setelah kepergian Mbah Pon, Mas Seno masuk ke kamar."Mas! Kenapa Mas cerita sama si Mbah!"hardikku"Memang kenapa Dek?"tanyanya polos"Apa Mas gak malu! Bahas hal seperti itu sama Mbah?"ucapku ketus"Malu? Untuk apa malu Dek? Aku cuma sekedar sharing sama Mbah tentang seorang wanita yang menangis karena suaminya meminta haknya. Apa itu salah?"ucapnya santai"Salah! Itu sangat salah!"protes ku"Salahnya dimana?"jawabnya"Mas! Bukankah kamu sudah pernah menikah. Jadi apa gak malu kamu bertanya hal seperti itu kepada Mbah!"ujarku dengan nada tinggiMas Seno tidak lagi menjawab perkataan ku.Mas Seno pergi keluar kamar, mungkin Dia tersinggung karena aku tadi membentaknya.Setelah kepergian Mas Seno, aku bangkit dari tempat tidur, aku mengambil handphone ku yang sedari tadi di atas meja.Aku lihat banyak panggilan masuk dari nomor Bibik. Aku lalu segera menghubungi
Bagaikan Menu WartegBAB 08Aku naik ke atas untuk segera mandi, dan untuk membangunkan Mas Seno.Setelah mandi aku lihat Mas Seno sudah duduk di tepi ranjang, sepertinya Dia baru bangun."Mas. Mandi lalu sarapan."perintah ku Mas Seno lalu bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan aku menyiapkan baju untuk Mas Seno.Setelah menyiapkan baju aku kembali turun. Aku melihat Mbah Pon sedang sibuk menerima telepon.Lalu aku ke dapur untuk membuatkan teh untuk semua keluarga.Setelah selesai membuat teh, aku memanggil Bapak dan Ibu."Pak, Bu, sarapan sudah siap."seruku dari balik pintu"Oh. Iya Nduk,"jawab merekaLalu aku kembali ke kamar untuk memanggil Mas Seno."Mas, ayo sarapan sudah siap. Ibu sama Bapak sudah menunggu."ucapku"Eeehhhmmm... Dek, tunggu."serunya"Ada apa? tanyaku"Eeehhhmmm itu, tolong kesini sebentar."pintanya"Ogah! Nanti seperti kemarin!"tolakku"Hahahaha... Masih kesal ya..."godanya"Sudah ayo turun."ajakkuLalu Mas Seno mengekor di belakang ku.Ketika sampai
Bagaikan Menu WartegBAB 09Keesokan paginya seperti kemarin, aku menyiapkan sarapan untuk semuanya.Kali ini aku masak sedikit lebih banyak karena Ibu sama Bapak mau bawa bekal.Kami sarapan bersama, Ibu dan Bapak mertua orangnya super sibuk, sampai gak pernah punya waktu luang. Waktu mereka dihabiskan untuk mengurus toko masing-masing.Setelah sarapan Bapak dan Ibu langsung berangkat ke toko. Mereka mengendarai mobil masing-masing, karena toko mereka taksearah.Sedangkan aku membantu Mbok Sumi membersihkan meja dan mencuci piring.Setelah selesai membersihkan peralatan makan, aku menyuruh Mbok Sumi dan yang lain untuk sarapan, sedangkan aku kembali naik ke kamar ku.Aku segera mandi dan berganti baju karena Mbah Pon mau mengajakku jalan-jalan dan berbelanja.Setelah selesai bersiap aku segera turun dan menuju kamar Mbah Pon.Tok... Tok... Tok... "Mbah, ayo. Tutik sudah siap."seruku dari balik pintu"Iya. Sebentar Nduk."jawabnya. Tak berselang lama pintu kamar terbuka, Mbah Pon terl
Bagaikan Menu WartegBAB 10Adzan subuh berkumandang, aku terbangun namun, kepala ku terasa sedikit pusing. Aku mencoba untuk bangkit dari tempat tidur.Namun betapa terkejutnya diriku, ketika melihat tubuhku tanpa sehelai kain yang melekat. Aku langsung melihat ke dalam samping dan lagi-lagi mataku di kejutkan dengan pemandangan yang sangat sangat luar biasa."Mas! Apa yang sudah kamu lakukan!"ujarku sambil menggoyangkan tubuhnyaMas Seno langsung terlonjak kaget."Ada apa Dek?"tanyanya sambil mengucek mata"Ini! Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa seperti ini!"bentakku"Kan. Tadi malam Adek sendiri yang minta kepada Mas."jawabnya lembut"Bohong! Tidak mungkin! Mas bohong kan!"ujarku sambil sedikit berteriak"Dek. Untuk apa Mas berbohong? Adek mau bukti?"tanyanya meyakinkan ku"Ma-maksudnya Mas?"aku tanya balik"Mas, tadi malam merekam semuanya untuk jadi bukti. Takutnya nanti Mas di kira berbohong."jawabnya dengan senyumLalu Mas Seno mengambil handphone yang di taruhnya di atas meja.
Bagaikan Menu WartegBAB 11Kami semua makan malam bersama.Setelah makan malam, semua seperti biasa Bapak dan Ibu ijin untuk beristirahat.Sebenarnya aku pengen banget bisa lebih dekat dengan Bapak dan Ibu, karena selama disini jarang sekali kami ngobrol.Tapi setiap pulang dari toko beliau terlihat sangat lelah jadi gak tega meminta mereka untuk bisa meluangkan waktu untuk ku.Aku, Mbah Pon, dan Mas Seno masih di meja makan."Nak. Besok istri mu ajak ke toko."perintahnya Mbah Pon"Eeehhhmmm..."Mas Seno seperti sedang berpikir"Jangan takut, Dia berbeda."ucap si mbah"Baiklah Mbah."jawab Mas Seno"Nduk. Besok ikut suami mu ke toko biar tahu segede apa toko suami mu."ucapnya kepada ku"Tapi nanti Mbah sama siapa di rumah?"tanyaku"Mbah, mau keluar kota, besok subuh berangkat diantar supir."jawabnyaAku lalu mengangguk.Mbah pamit ke kamar untuk menyiapkan semua keperluan untuk ke luar kota, Sebenarnya aku sudah menawark bantuan tapi si Mbah menolak. Si Mbah menyuruhku untuk melayani M
Bagaikan Menu WartegBAB 12Gadis bernama Susi itu menghentakkan kakinya dan langsung kembali ke dalam.Sedangkan Mas Seno terlihat biasa saja dan langsung memesan makanan untuk karyawan dan untuk kami."Dek. Makannya di toko saja ya."ucapnya"Iya Mas." JawabkuSetelah menyebutkan beberapa lauk yang Mas Seno inginkan, dengan cekatan wanita bernama Wanti itu membungkuskan pesanan Mas Seno.Enam buah nasi bungkus sudah selesai di bungkus, lalu Mas Seno membayarnya."Ini nanti sisanya kasih untuk Susi, bilang jangan suka ngambek."ucap Mas Seno sambil menyodorkan uang beberapa lembar berwarna merah."Beres Bos."jawab wanita ituSebenarnya aku heran, kenapa gadis itu marah ketika Mas Seno membawa ku? Dan kenapa Mas Seno terlalu peduli pada gadis itu sampai mau mengeluarkan uang untuk mereda kemarahannya.Setelah memberikan uang kepada Wanti, Mas Seno lalu mengajak ku untuk kembali ke toko.Karyawan Mas Seno langsung makan dan beristirahat, toko di tutup sekitar satu jam.Aku yang tadi bers