Share

BABY CEO
BABY CEO
Penulis: Cherry Blossom

Prologue

Prologue

"Kau serius akan menikahi pria tua itu?"

"Vanya, jaga kata-katamu," ucap Tania kemudian menghela napasnya. "Kami saling mencintai."

Vanya tertawa hambar. "Ya Tuhan, jangan bikin aku sakit perut. Aku tahu kau bersedia menikahi pria tua itu karena menginginkan jabatan di partai politik, bukan karena cinta."

Vanya kemudian bertopang dagu di atas meja makan seraya menatap ibunya, bibirnya mengulas senyum sinis karena bukan hanya faktor usia Raul yang membuatnya tidak setuju ibunya menikah pria itu. Tetapi, Raul baru bercerai dari istrinya kurang lebih tiga pekan yang lalu dan tentu pernikahan yang dikatakan ibunya seolah menegaskan jika gosip bahwa pimpinan partai Nasional di Spanyol itu memiliki hubungan gelap dengan salah satu anggotanya.

Tania menggeleng kan kepalanya. "Lusa pernikahan kami, kuharap setelah itu kau bisa menjaga sikapmu di depan Raul karena bagaimanapun dia akan menjadi keluarga kita."

Vanya jijik mendengar nama pria yang lebih dari separuh hidupnya selalu disebut-sebut oleh ibunya. Pria itu berusia enam puluh lima tahun dan ibunya berusia tiga puluh tujuh tahun. Dia tidak habis pikir bagaimana bisa ibunya memiliki ide untuk jatuh cinta pada pria yang lebih cocok menjadi kakeknya?

"Jadi, benar jika selama ini kau dan dia menjalani hubungan gelap?" tanya Vanya dengan nada sangat dingin.

"Itu tidak benar. Raul dan mantan istrinya telah lama tidak harmonis dan...."

"Dan itu karena kau, benar, 'kan?" potong Vanya dengan nada lebih sinis. "Semua orang di Madrid juga tahu. Gosip kalian sudah menjadi rahasia umum selama bertahun-tahun, tapi kau bersikap seolah tidak pernah mendengarnya."

"Vanya, dia pria lajang dan aku juga wanita lajang. Apa salahnya jika kami jatuh cinta kemudian memutuskan menikah?"

"Secepat itu?" Vanya terkekeh hambar. "Kau sudah lama menjadi gundiknya, 'kan?"

"Vanya!" bentak Tania.

Vanya kembali tertawa. "Ada banyak sekali pria di dunia ini. Kau bisa pilih yang lebih muda atau yang usianya tidak terpaut jauh darimu. Kau tidak perlu jatuh cinta pada... ya Tuhan, dia pantas menjadi ayahmu!"

Tania menghela napasnya dalam-dalam. "Vanya, aku ini ibumu. Kau tidak pantas menceramahiku."

Vanya mengedikkan bahunya. "Aku tidak merestui pernikahan kalian."

"Aku sedang memberitahumu, bukan meminta restu darimu," ucap Tania.

Vanya bangkit dari kursinya "Menikah saja, terserah! Setelah dua tahun mungkin kau akan mengurus pria sakit-sakitan yang duduk di kursi roda." Ia tertawa mengejek. "Tapi, setelah itu mungkin kau akan mendapatkan warisan yang sangat banyak dan tujuanmu tercapai. Selamat."

"Vanya, bukan begitu dan kita belum selesai bicara. Duduklah!" ucap Tania seraya meninggalkan kursinya.

"Jangan khawatir, aku tidak akan menghalangimu! Aku akan tinggal di rumah ayahku!" ucap Vanya seraya meninggalkan ruangan makan.

"Vanya, kau tidak akan ke mana-mana, kau tetap tinggal bersamaku." Tania mengikuti Vanya yang sepertinya sama sekali tidak akan menoleh meskipun ia berteriak. "Ayahmu tidak akan peduli padamu meskipun kau di sana, dia hanya peduli pada Julio."

Air mata Vanya sudah mendesak di kelopak matanya. "Itu kesalahanmu! Kau tidak melahirkanku sebagai laki-laki!" Ia berbalik seraya menyeka air mata yang akhirnya meleleh di pipi. "Andai kau tidak keras kepala mempertahankan apa yang egomu, kita bisa menjadi keluarga yang utuh!"

"Vanya... aku melakukan semua ini karena kau, aku ingin...."

"Apa? Karena aku?" Vanya menggeleng. "Papa memang tidak kaya raya. Tetapi, dia memiliki pekerjaan!"

"Vanya, kau salah paham," desah Tania.

"Di mana letak salah pahamnya? Aku cukup dewasa untuk mengerti kalau kau tidak bisa hidup sederhana!"

"Papamu tidak bekerja, dia hanya mengurus mesin-mesin itu dan tidak peduli padaku! Dia hanya peduli pada Julio! Dia terobsesi agar Julio menjadi pembalap!"

"Bohong! Kau yang tidak mau dinikahi Papa dan kau yang egois!" jerit Vanya.

Vanya berlari ke kamarnya, mengemasi beberapa barang dan memasukkan ke dalam tas lalu berlari meninggalkan rumah itu. Gadis berusia delapan belas tahun itu menuju stasiun kereta untuk pergi ke rumah ayahnya. Di sana, pintu terbuka hanya dengan sekali saja Vanya menekan bel.

"Vanya, kau menangis?" tanya Julio, kakaknya. "Apa yang terjadi?"

"Kita harus bicara," ujar Vanya.

"Masuklah."

"Apa Papa ada di rumah?" tanya Vanya seraya melangkah masuk.

"Ya. Dia di kamar."

"Aku ingin bicara dengannya." Vanya buru-buru melangkah mendekati tangga yang menghubungkan lantai atas di mana kamar ayahnya berada. "Dengar, Julio. Mama akan menikah. Papa harus membujuk agar Mama tidak menikahi pimpinan partai politik itu."

Julio menarik pergelangan tangan Vanya dan berhenti,  ditatapnya adiknya dengan bimbang. "Kurasa kita harus menunggu. Kita bicara dengan Papa nanti, setelah kekasihnya pergi."

Hola....

Jangan bosan, ya.

Authornya malas riset tempat lain di belahan bumi ini. Jadi, kita pake Spanyol lagi deh.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Subaedah Sambara
lanjut aku suka awal ceritaya semoga penuh perjuangan
goodnovel comment avatar
Yosefa Wahyu
masih cinta setting di spain ya kak?!?gpp kak...biar ikutan ngehalu brasa disono
goodnovel comment avatar
Ny Encit Aby Fasha
hollaaa, bc ulang lgi dsnii,,,, gug bosennnn
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status