Share

Chapter 8

Hola, happy reading and enjoy this chapter!

Chapter 8

Ares menatap Vanya yang keluar dari ruang kerjanya bersama Leo, asistennya. Menurutnya, Vanya sangat cerdik dalam setiap tindakan bahkan terlalu licik. Salah satunya saat dengan menggandengnya di menuju tempat parkir.

Vanya tentunya sudah memperhitungkan jika mereka akan menjadi buah bibir di sekolah, gadis itu bersikap dengan cara yang sangat natural hingga Ares tidak menaruh sedikit pun kecurigaan saat itu. Juga saat Vanya duduk dengan tenang dan mereka menyantap makan siang bersama, tidak sedikit pun Vanya menunjukkan gelagat kalau dirinya sedang digosipkan di obrolan grup sekolah.

Gadis itu benar-benar pandai berakting, tidak ada kepanikan, apa lagi menunjukkan emosinya. Menarik, batin Ares dan dia penasaran bagaimana cara membuat seekor rubah yang licik menurut layaknya seekor poodle yang manis.

Ares merogoh saku jasnya dan mengambil ponsel untuk menghubungi Leya, berharap Leya dapat memberikan solusi atas masalahnya.

"Kau merindukanku?" tanya Leya dengan suara manjanya yang khas.

Ares tersenyum. "Ya. Aku ingin kau di sini."

Leya terkekeh. "Kenapa bukan kau saja yang datang ke sini?"

Ares melirik jam yang tertera di layar iMac. "Ada pertemuan dua puluh menit lagi."

Karena jika tidak ada pertemuan sudah pasti dirinya yang akan mengantarkan Vanya ke sekolah, tidak perlu menyuruh Leo untuk mengawal Vanya. Apa lagi gadis itu mengatakan ada pertandingan renang, Ares ingin menyaksikan sendiri pertandingan yang menurut Vanya menyangkut hidup dan matinya.

"Jadi, kau meneleponku hanya untuk memberitahu jika kau sibuk?" tanya Leya dengan nada sangat santai.

"Di mana kau?" tanya Ares.

"Aku di perjalanan menuju stasiun televisi."

"Apa aku mengganggu?"

"Aku selalu dengan senang hati diganggu olehmu, Ares."

Bibir Ares melengkung membentuk senyum samar mendengar ucapan manis Leya. "Aku memerlukan bantuanmu."

Leya justru terkekeh ringan. "Apa aku tidak salah dengar?"

"Aku serius."

"Baiklah. Karena selain membantumu menyelesaikan gairahmu, aku belum pernah membantumu dalam hal lain."

"Kau tidak membantuku dalam hal itu karena kau juga perlu bantuanku."

"Well, kalau begitu katakan saja jika kita saling membutuhkan," ujar Leya.

Leya selalu santai menanggapi pembicaraan di antara mereka, dia berbeda dengan kebanyakan wanita yang menuntut sebuah hubungan serius dan pernikahan sehingga sering Ares bertanya-tanya pada dirinya sendiri di mana letak kekurangannya?

Ada beberapa wanita yang pernah tidur dengannya dan tidak sedikit wanita yang ingin menjadikan Ares sebagai kekasih mereka, tetapi Leya justru hanya menginginkan hubungan tanpa melibatkan emosi dengannya.

"Jadi, apa yang bisa kubantu?"

"Tania ternyata memiliki seorang anak perempuan."

"Oh, ya? Lalu apa yang harus kubantu?"

"Aku tidak tahu caranya mengakrabkan diri dengan anak perempuan berusia delapan belas. Jadi, kupikir kau pasti memiliki solusi untuk itu," kata Ares lambat-lambat.

"Hmmm...." Sepertinya Leya juga perlu berpikir karena dia menjeda ucapannya. "Kau tanyakan saja apa yang dia sukai, kemudian beli untuknya. Kujamin dia akan langsung akrab denganmu."

Jika Leya tahu seperti apa Vanya, Ares yakin Leya tidak akan memberi solusi seperti itu. "Dia agak sedikit sulit didekati."

"Kau baru satu hari tinggal di rumah itu, bukankah wajar jika dia perlu beradaptasi dengan kehadiranmu?"

Namun, Vanya berbeda. Dari awal perjumpaan mereka, Vanya tidak segan-segan menunjukkan kesewotannya. "Dia agak judes."

"Gadis delapan belas tahun secara umum menyukai barang-barang unik dan menggemaskan untuk dikoleksi," sahut Leya.

Namun, Vanya kelihatannya tidak seperti itu karena saat gadis itu melewati jendela kamarnya kemarin malam, Ares memeriksa kamar Vanya dan tidak mendapati benda-benda seperti itu. Hanya ada beberapa komik.

"Selain itu?" tanya Ares.

"Mungkin kau bisa membelikannya tiket untuk menonton penyanyi favoritnya," jawab Leya.

Ares menghela napasnya dengan berat. "Begini saja, dari pada aku menebak-nebak, bagaimana jika kau bantu aku untuk menanyakan langsung padanya?"

"Kau ingin mempertemukanku dengan adik tirimu?"

"Ya. Kapan kau ada waktu?"

Leya terdengar bertanya kepada asistennya kemudian menjawab, "Besok siang aku memiliki waktu luang. Sorenya aku harus pergi ke San Diego untuk pengambilan adegan selama satu Minggu."

***

Vanya tiba di sekolah dan bergegas menuju kolam renang, anggota club renang telah berkumpul di sana dan ada banyak siswa yang bukan anggota club renang. Untungnya Vanya memiliki senjata yang mematikan, bagi pria setampan Ares jika nomor ponselnya tersebar dipastikan nada pemberitahuan ponselnya akan sangat mengganggu sehingga Ares terpaksa mengizinkannya kembali ke sekolah meskipun menugaskan Leo yang berwajah dingin untuk terus mengikutinya.

Namun, itu bukan masalah karena akan lebih mengerikan lagi jika dirinya tidak datang. Tammy dan geng sampahnya akan menghasut murid lain untuk ikut mengejeknya lalu Wilson juga akan marah, tamat sudah jika Wilson tidak memberi contekan!

Dario menghampirinya sementara Wilson tetap duduk dengan tenang di kursi bangku yang terbuat dari besi di tepi kolam dan Tammy yang sudah bersiap berada beberapa meter dari tempat Wilson duduk.

"Vanya, kami kira kau tidak datang," kata Dario.

Vanya meletakkan tas punggungnya ke atas bangku. "Kau pikir aku penakut?"

Dario mengedikkan bahunya. "Kami dengar kau diskors?"

Bibir Vanya mencebik. "Oh, ya? Aku malah belum tahu."

"Mungkin hanya gosip." Dario menengadahkan kedua tangannya sebatas dada dan mengedikkan alisnya. "Jadi, kau serius ingin berpacaran dengan Wilson?"

Vanya melongok ke arah Wilson, teman sekelasnya itu memang keren dari segi penampilan dan tampang. Saat Wilson serius memasuki dunia balap, kelak pasti akan banyak gadis yang mengidolakannya seperti Julio yang dielu-elukan banyak wanita.

"Wilson tidak ingin menjadi pacar Tammy," kata Vanya.

"Bodoh. Kenapa dia membiarkan kalian bertanding?"

Vanya tersenyum dengan santai. "Aku bersikeras."

Tammy berjalan mendekati Vanya dan Dario kemudian bersedekap. "Kupikir setelah diskors kau tidak akan berani datang ke sini."

Vanya bersumpah di dalam benaknya, Ares akan menerima balasan darinya jika dia tidak membatalkan skors itu, ia melemparkan senyum sinis kepada Tammy dan menaikkan kedua alisnya.

"Diskors?" tanya Vanya.

"Jangan berpura-pura tidak tahu."

"Kau sepertinya sangat mengidolakanku sehingga tidak bisa, ya sehari saja tidak menggosipkanku," cibir Vanya.

Tammy tertawa mengejek. "Mengidolakanmu? Yang benar saja, kau itu cuma gadis hina yang tidak pantas berada di sekolah ini!"

"Tammy! Tidak sepantasnya kau berkata seperti itu, siapa pun berhak sekolah di sini selama memiliki uang untuk membayar!" ucap Dario.

"Ibunya mana punya uang untuk membayar sekolah di sini kalau bukan karena pria tua yang digoda itu," ujar Tammy.

Ibunya tidak semiskin itu, bahkan jika ibunya tidak berkecimpung di dunia politik, keluarga neneknya memiliki toko anggur yang cukup ternama. Namun, Vanya tidak pernah ingin menjelaskan apa pun kepada orang lain karena menurutnya hanya membuang tenaga saja, pandangan orang akan tetap buruk kepada ibunya.

Yeah, kebanyakan orang akan cenderung meyakini apa yang ingin mereka ingin yakini meskipun ditunjukkan sebuah kebenaran.

Vanya mengedikkan bahunya. "Apa ada lagi yang ingin kau ucapkan?" tanyanya kepada Tammy.

Tammy mengalihkan pandangannya kepada Leo. "Dan Tuan, asal kau tahu saja tadi pagi Vanya membawa pria seusiamu ke sini juga. Kau hanya dimanfaatkan sebagai sopir karena dia tidak memiliki mobil."

"Nona, sebaiknya kau bersikap sopan," kata Leo dengan nada dingin.

Tammy justru terkekeh. "Kau membelanya? Masa kau tidak tahu kalau dia adalah anak dari perempuan penggoda... Ah, atau jangan-jangan kau juga sudah tidur dengannya jadi kau membelanya?"

Meskipun Vanya juga berpikir jika ibunya adalah wanita penggoda, tetapi saat tudingan itu dilontarkan oleh orang lain, ia tidak bisa menerima tudingan itu.

Ia menatap Tammy dengan tajam. "Sebenarnya, kau ingin menantangku berenang atau kau ingin adu mulut denganku?"

"Kenapa? Kau tersinggung? Bukankah ibumu memang wanita penggoda?"

Vanya menyipitkan matanya. "Kau berusaha memancing emosiku karena sudah hampir tiga tahun di club renang, tapi kau masih belum bisa menjadi lawanku."

"Jangan besar kepala, kau tidak sehebat itu!"

Vanya tersenyum sinis. "Dan... jangan berpikir jika aku segan membuka sesuatu yang selama ini kau simpan, Ketua Geng Sampah!"

"Silakan saja, memangnya ada percaya?" ucap Tammy dengan nada sombong.

Kali ini Vanya yang bersedekap dan beringsut ke tepi kolam renang hingga jaraknya ke dalam kolam kurang dari dua centimeter.

"Ibumu sering dipukuli oleh ayahmu, 'kan?" tanya Vanya dengan suara pelan, tetapi dapat didengar oleh orang lain. "Dan ayahmu main gila dengan sekretarisnya."

Mata Tammy membelalak. "Kau mengarang!"

"Aku tidak pandai mengarang, tapi ingatanku sangat baik. Saat menceritakan itu kau masih menganggapku sebagai sahabat dan kau menginap di rumahku, kau kabur dari rumah, menangis...."

Vanya tidak menyelesaikan ucapannya karena tubuhnya tercebur ke dalam kolam sedalam sepuluh meter, Tammy mendorongnya. Namun, Wilson segera melompat ke dalam air untuk menolongnya. Pria itu bahkan tidak melepaskan sepatu dan pakaiannya, padahal Wilson jelas tahu jika Vanya tidak mungkin tenggelam.

Semua mata tertuju kepada Tammy dan beberapa orang mengacungkan jari tengah kepada gadis itu seraya meneriakinya 'Pembohong'.

"Kau curang, Tammy!" ucap Dario yang mengulurkan tangannya untuk membantu Vanya naik ke atas.

"Nona, Anda tidak apa-apa?" tanya Leo yang bergegas mendekati Vanya.

Vanya berpura-pura terbatuk dan menggeleng dengan lemah. "Hanya terkejut."

"Ayo, kembali," ujar Leo seraya melepaskan jasnya dan memakaikannya kepada Vanya.

Vanya mengangguk kemudian menatap Wilson yang sedang melepaskan pakaiannya yang basah . "Wilson, terima kasih."

Wilson mengangguk kemudian menatap Tammy. "Aku akan melaporkanmu pada Mr. Stanton!"

Tammy mengepalkan tangannya dan menatap Vanya. "Semua yang diucapkan Vanya tidak benar!"

Leo berdehem dan menatap Tammy dengan tajam. "Mulai sekarang, jika ada yang berani menggunjing Nona Vanya, urusannya langsung dengan bosku."

"Benar, 'kan? Dia seperti ibunya yang pandai merayu pria tua dan berpengaruh," celetuk Yora.

Leo menatap Yora. "Nona, pria yang kau bicarakan itu adalah kakak dari Nona Vanya."

Bersambung....

Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan Rate!

Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.

🍒♥️🥰

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Maya Al-arsyad
menarik ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status