Hola, happy reading and enjoy this chapter!
Chapter 9Ketika Leo memberitahu bahwa Vanya didorong ke kolam renang oleh salah satu siswi hingga basah kuyup, Ares sedang berada di ruang pertemuan. Melalui pesan teks ia memerintahkan Leo agar Vanya mandi dan mengganti pakaian di ruang istirahat pribadinya. Ada beberapa kemeja bersih yang terletak di dalam lemari dan tidak lupa Ares juga memerintahkan Leo untuk menyiapkan segelas cokelat panas untuk Vanya.Pukul empat sore pertemuan baru saja usai, Ares kembali ke ruang kerjanya. Sebuah paper bag tergeletak di atas meja kerjanya, Ares tidak memeriksa isinya karena yakin isinya adalah pakaian baru Vanya yang dibeli oleh Leo.Ares lalu membawa paper bag itu ke ruang pribadinya agar Vanya mengganti pakaiannya, tetapi ia justru mendapati mata Vanya terpejam dan bernapas dengan teratur. Ares bergerak perlahan mendekati tempat tidur, diamatinya Vanya yang bahkan dalam keadaan terlelap pun gadis itu berekspresi cemberut.Bibir Ares mengulas senyum tipis dan perlahan-lahan mengambil ponsel yang masih berada di genggaman Vanya lalu meletakkannya di atas nakas, bersebelahan dengan paper bag yang dibawanya. Matanya lalu beralih pada kemeja yang dikenakan Vanya, karena postur tubuh Vanya yang lumayan tinggi, membuat kemejanya yang dikenakan Vanya terlihat cocok di tubuh Vanya.Ares lalu membuka lemari dan mengambil selimut yang masih terlipat rapi, dibukanya lipatan selimut untuk menutupi tubuh Vanya. Tetapi, baru saja Ares menyelimuti Vanya, gadis itu justru menyingkirkan selimut dan memiringkan tubuhnya membelakangi Ares. Kemeja yang dikenakan Vanya tersingkap hingga dengan jelas ia dapat menyaksikan bokong Vanya, terlebih gadis itu tidak mengenakan apa pun selain kemeja yang melekat di tubuhnya.Ares menghela napasnya tetapi tidak segera menjauh, ia justru mengamati bokong dan kaki Vanya, seolah mendengar bisikan di telinga kirinya untuk mencicipi adik tirinya.Sialan! Ia mengumpat di dalam benaknya dan segera menyingkir, rencananya menghancurkan Tania memang menggunakan Vanya. Tetapi, tidak perlu terburu-buru agar semuanya terlihat mengalir alami.Ares keluar dari ruang pribadinya kemudian memanggil Leo dan dalam waktu kurang dari lima menit, asistennya telah duduk di depan meja kerjanya."Kenapa Vanya bisa didorong oleh temannya ke kolam renang? Apa mereka berkelahi?" tanya Ares.Leo justru tersenyum simpul. "Sebenarnya adik Anda hanya... katakan saja disentuh, tidak sampai didorong."Alis Ares berkerut. "Tidak didorong?""Gadis yang beradu mulut dengan Nona Vanya tidak mendorong dengan serius, itu benar-benar sangat pelan," terang Leo.Ares justru tersenyum dan tampaknya tidak terlalu terkejut. "Akting yang sempurna, sayang aku tidak di sana.""Kuakui adik Anda gadis yang kuat, dia dibully teman-temannya di sekolah tetapi, dia menyikapinya dengan cara yang sangat santai dan emosinya sangat terkontrol menghadapi murid yang membully-nya."Alis Ares kembali berkerut. "Dibully?""Ya. Teman-temannya di sekolah menghinanya, menghina ibunya," kata Leo.Jadi, itu sebabnya Vanya selalu enggan berada di sekolah dan sengaja membuat onar agar tidak berada di lingkungan yang diam-diam membuatnya tertekan?Ares meletakkan sikunya di atas meja telapak tangannya mengepal di depan bibirnya. "Apa semua murid di sana membully Vanya?"Leo menggelengkan kepala. "Kebanyakan murid perempuan yang membully, murid laki-laki tidak."Ares mengernyit, mungkin sebenarnya hanya masalah sepele persaingan antar gadis. Tetapi, sepertinya sudah terlalu jauh hingga membuat Vanya merasa tidak nyaman di sekolah itu."Baiklah, coba kau selidiki nama murid-murid yang membully Vanya secepatnya," kata Ares."Namanya Tammy dan satu lagi temannya yang mengatai Anda pria tua, aku akan mencari tahu namanya.""Apa kau bilang?" tanya Ares dengan ekspresi tidak senang. Usianya baru tiga puluh lima tahun, tidak bisa dibilang tua."Ya. Mereka mengejek ibunya karena menikahi ayahmu dan mengira Nona Vanya berkencan denganmu, mereka mencibir Nona Vanya seperti ibunya," jawab Leo.Ares tidak senang dengan hinaan itu meskipun tidak mendengar langsung, ia memberikan kode kepada Leo untuk meninggalkan ruangannya kemudian mengambil ponselnya untuk menelepon Mr. Stanton, wali kelas Vanya."Mr. Stanton, apa aku mengganggu waktumu?" tanya Ares dengan nada suaranya yang berat."Mr. Torrado, tentu saja tidak," jawab Mr. Stanton. "Apa ada yang bisa kubantu untukmu, Mr. Torrado?""Masalah adikku....""Oh, iya. Adik Anda tadi terlibat pertengkaran....""Aku belum selesai bicara, Mr. Stanton," kata Ares dengan nada dingin dan tegas.Dia adalah Ares Torrado, seluruh karyawan di kantornya tidak ada yang berani mendongakkan kepalanya ketika dirinya sedang berbicara atau hanya sekedar lewat di depan mereka apa lagi menyelanya. Begitu juga terhadap rekan bisnisnya, Ares tidak senang jika lawan bicaranya bersikap lebih angkuh di depannya karena dirinya."Maaf, Mr. Torrado. Silakan Anda bicara," kata Mr. Stanton."Adikku memecahkan kaca di ruangan seni dan aku harus mengganti rugi, tetapi dia masih harus menerima skorsing. Dan selama ini adikku ternyata mendapatkan perlakuan buruk dari murid-murid lain di sekolah, andai asistenku tadi tidak melihat sendiri pembullyan yang dilakukan anak-anak di sana, aku tidak akan pernah tahu hal ini." Ares menjeda ucapannya beberapa saat. "Hari ini, adikku didorong ke dalam kolam renang dan dia kembali dengan pakaian basah kuyup, apa kau sudah tahu?"Mr. Stanton berdehem pelan. "Ya. Aku menerima laporannya tadi.""Lalu apa tindakanmu?""Itu perkelahian anak-anak yang biasa. Tapi, jangan khawatir aku akan memanggil Tammy dan menasehatinya."Bibir Ares mengulas senyum sinis. "Sepertinya aku harus mengingatkanmu kalau ayahku adalah penyumbang dana terbesar selama Vanya sekolah di sana. Apa perlu kuberitahu padamu apa yang harus kau lakukan pada Tammy dan teman-temannya?""Mr. Torrado, begini... Tammy adalah putri dari gubernur....""Apa keluarga Torrado harus takut pada seorang gubernur?" tanya Ares.Mungkin jika Mr. Stanton berada di depan Ares, pria itu akan gemetaran melihat ekspresi dingin Ares yang seolah mampu membekukan apa pun yang ada di sekitarnya."Aku akan memberikan skorsing pada Tammy," kata Mr. Stanton."Aku ingin skorsing Vanya dicabut dan siapa pun yang memperlakukannya dengan buruk di sekolah, aku ingin murid itu diskors atau dikeluarkan. Aku tidak mau tahu atau aku akan membuatmu kehilangan pekerjaan," ucap Ares dengan nada tegas.Mr. Stanton belum menjawab ketika Ares melihat Vanya keluar dari ruang istirahatnya dan berjalan ke arahnya tanpa alas kaki. Kemeja yang dikenakan Vanya tidak digulung membuat tangan gadis itu tidak tampak, rambutnya berantakan terurai di bahunya dan seperti biasanya ekspresi wajah Vanya cemberut."Ares, jam berapa kantor ini tutup? Aku lapar dan ingin pulang," gerutu Vanya kemudian menggaruk kepalanya.Ares menekan tombol merah di layar ponselnya untuk menyudahi panggilan dari Mr. Stanton. "Apa kau baik-baik saja?"Vanya menguap. "Sepatuku dan pakaianku basah.""Leo sudah membelikan pakaian untukmu, ada di atas nakas," kata Ares dan meletakkan ponselnya ke atas meja."Apa Leo juga membelikanku sepatu?"Ares melupakannya, ia hanya memerintahkan kepada Leo untuk membeli pakaian. Bahkan mungkin Leo juga tidak membeli pakaian dalam untuk Vanya, tetapi seharusnya Leo memahami hal-hal sekecil itu. Tidak perlu menunggu instruksi darinya."Sepertinya Leo tidak membelinya."Ekspresi Vanya semakin cemberut. "Jadi, bagaimana aku kembali?"Ares menghela napasnya dan berusaha tersenyum kepada Vanya. "Jangan khawatir, aku akan menggendongmu ke mobil."Bersambung....Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan RATE!Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.🥰🍒♥️Hola, enjoy this chapter dan tolong bantu share cerita ini yaa....Chapter 10Vanya melemparkan bantal ke arah pintu meskipun bantal yang dilemparkan tidak mengenai pintu, hanya melayang beberapa meter dari tempat tidurnya. Memiliki kamar yang terlalu besar ternyata menjengkelkan juga, terutama saat pintu diketuk dari luar Vanya tidak bisa membukanya sambil tetap memejamkan mata atau berteriak agar orang itu berhenti mengetuk pintu. Vanya mengentakkan kakinya ke lantai seraya mengumpat kemudian membuka pintu. "Apa kau tidak melihat tulisan di pintuku?" "Ini sudah jam sepuluh, Vanya," kata Ares seraya menatap Vanya yang tentu saja cemberut. "Memangnya siapa yang peduli pada jam? Ini Sabtu dan aku ingin tidur sepanjang hari, kalau perlu sampai Senin!" bentak Vanya seraya bermaksud menutup kembali pintu kamarnya. Dia sangat jengkel karena Ares tidak membaca tulisan di depan pintu kamarnya : JANGAN GANGGU VANYA! "Tidur terlalu lama tidak bagus untuk kesehatan dan tubuhmu perlu makan,
Hola, enjoy this chapter!Chapter 11Ketika Vanya membuka pintu Bugatti yang dikemudikan Ares, Julio sedang menyiram pepohonan di area sekitar rumah. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Ares, Vanya keluar dari mobil lalu berlari ke arah Julio. "Julio...." seru Vanya dan Julio segera melepaskan selang air yang dipegangnya kemudian merentangkan tangannya seraya menyongsong kedatangan Vanya. "Aku merindukanmu," ucap Julio seraya memeluk Vanya. "Aku sangat merindukanmu, di mana Papa?" "Papa masih di tempat kerja," ucap Julio seraya melepaskan pelukannya kemudian mematikan kran air."Ada acara apa? Kenapa Papa mengundangku makan malam hari ini?" tanya Vanya.Julio merangkul pundak Vanya dan mereka berjalan ke arah pintu masuk. "Jadi, kalau Papa tidak mengundangmu ke sini, kau tidak akan mengunjungi kami?" Vanya menyeringai. "Kau tahu sendiri, 'kan? Aku kesulitan mendapatkan izin keluar rumah." Julio terkekeh. "Tapi kau bisa melarikan diri kalau malam." Vanya menyeringai. "Seka
Chapter 12Pukul enam pagi, ponsel Ares berdering. Pria itu pastinya akan mengumpat jika yang meneleponnya bukan Leya. "Kuharap, aku tidak mengganggu waktu tidurmu," ucap Leya dengan nada lembut. Ares menguap. "Jika kau tidak sedang berada di San Diego, aku akan meminta pertanggungjawabanmu." Leya membalasnya dengan tawa riang. "Aku baru mendarat di John F. Kennedy dan harus menunggu tiga jam lagi untuk penerbangan selanjutnya." "Oh, sekarang kau sedang melampiaskan kebosananmu padaku?" tanya Ares dengan nada malas."Ya. Dan kau harus mau karena mustahil aku menelepon Vanya." Mata Ares terbuka. "Kita belum membicarakan ini, bagaimana menurutmu adik tiriku itu?" "Dia manis, cantik, menarik, dan mudah bergaul." Omong kosong! Leya pastinya sudah masuk dalam jebakan Vanya. Gadis itu hanya berpura-pura manis di depan Leya. "Jadi, kau berpikir jika aku yang tidak pandai dalam mengakrabkan diri padanya?" Leya terkekeh renyah. "Aku tidak bilang begitu, tetapi syukurlah kau menyadari k
Hola, enjoy this chapter.Chapter 13Vanya melayangkan protes karena tidak ingin berenang di kolam renang, mereka berada di Valencia, akan lebih baik jika mereka pergi ke pantai karena setelah Vanya mengecek jarak dari tempatnya berada tidak terlalu jauh dari pantai. Memang tujuan Ares membawa Vanya bukan untuk berenang di kolam renang di rumahnya, dia berniat mengajak Vanya berenang di sebuah tempat yang jauh lebih indah pemandangannya dibandingkan dengan kolam renang di rumahnya. Ares mengeluarkan sebuah salah satu koleksi mobil mewahnya dan membawa Vanya menuju sebuah hotel di tepi pantai. Di sana Ares memesan sebuah paviliun pribadi yang pemandangannya langsung mengarahkan ke pantai dan terdapat sebuah kolam renang yang cukup luas."Ares, kenapa kau menyewa kamar?" tanya Vanya ketika staf hotel baru saja meninggalkan mereka di dalam paviliun. "Kita tidak akan menginap di sini. Kita hanya memerlukan fasilitas pribadinya saja." Vanya mengedikkan bahunya, padahal berenang di panta
Hola, enjoy this chapter!Chapter 14Vanya membuka matanya dan mendapati dirinya bukan di mobil yang dikemudikan Ares lagi, gadis itu duduk dan memerlukan waktu beberapa detik untuk mengembalikan pikirannya dan menyadari jika dirinya berada di tempat yang asing. Masih di Valencia-di kamar Ares. Ia menggaruk kepalanya kemudian turun dari tempat tidur dan mencari-cari ponselnya tetapi tidak menemukannya.Ia keluar dari kamar dan mendapati jika suasana di luar kamar lebih gelap, hanya lampu yang menempel pada dinding yang menyala dengan cahaya temaram seolah mengisyaratkan jika rumah itu tidak berpenghuni. "Ares," panggil Vanya. Vanya celingak-celinguk, sedikit kebingungan harus ke arah mana melangkah karena itu adalah pertama kalinya dia berada di sana. "Ares," panggilannya lagi. Kemudian Vanya memutuskan untuk berjalan ke arah kanan dan melalui beberapa pintu yang tertutup. Ketika tiba di ujung lorong, Vanya melihat ada cahaya dari bawah pintu, ia bergegas mendekati pintu dan menge
Hola, enjoy this chapterChapter 15Persis seperti dugaan Vanya, saat dirinya melewati koridor sekolah yang dipenuhi murid-murid di sekolah yang berbisik-bisik dan menyindirnya karena turun dari helikopter yang mendarat di atas gedung sekolah. Tetapi, sepertinya Vanya mau tidak mau harus setuju dengan pernyataan Ares bahwasanya harus siap menjadi perhatian karena sekarang telah menjadi bagian dari keluarga Torrado. Meskipun Vanya menolak Raúl Torrado menjadi ayah tirinya. "Vanya!" seru Dario yang tiba-tiba berjalan di sampingnya. "Syukurlah kau tidak diskors." Tentu saja itu tidak akan terjadi karena Ares pastinya tidak akan tinggal diam. Vanya yakin Ares melakukan itu bukan karena peduli padanya, Vanya sudah memperhitungkan dengan cermat kalau Ares yang merupakan putra sulung dari keluarga kaya pastinya tidak akan senang jika diremehkan. "Aku sudah mengganti kaca itu, untuk apa dipermasalahkan lagi?" "Yup! Kau benar. Apa kau sudah tahu kalau sekarang Tammy yang diskors?" Vanya t
Hola, enjoy this chapter.Chapter 16Friendly Stepbrother Selasa pagi, Vanya lebih bersemangat. Dia bangun lebih pagi dari biasanya dan setelah tiga puluh menit berenang gadis itu membilas tubuhnya kemudian mengenakan seragam sekolahnya lalu pergi ke ruang makan untuk sarapan bersama keluarganya. Dia terkejut karena ada orang lain selain ibunya, Raul, dan Ares. "Selamat pagi," sapa Vanya seraya menatap pria asing yang duduk di samping Ares."Selamat pagi, Sayang," jawab Tania. Pria di samping Ares itu menatap Vanya yang menarik kursi di samping Tania. "Kau, Vanya, 'kan?" Vanya mengerjapkan matanya dan mengangguk pelan kemudian menatap Ares. "Ya." "Dia putra ke duaku, Evander," ucap Raul. Bibir Vanya nyaris membentuk huruf O. Rupanya pria tampan yang mengenakan setelan jas dan memiliki bola mata cokelat terang adalah Evander Torrado yang diceritakan Julio. Evander tersenyum ramah kepada Vanya. "Papa sering menyebut namamu." Vanya menarik gelas yang berisi susu dan mengangguk. "
Hola, enjoy this chapter.Chapter 17Vanya menguap lebar kemudian menyandarkan kepalanya di pohon besar yang disandarinya. "Wilson, kepalaku sepertinya akan meledak." "Dari sepuluh soal, kau baru menyelesaikan satu tapi kau sudah mengeluh," ucap Wilson yang duduk di samping Vanya. Vanya menjauhkan kepalanya dari pohon yang disandarinya kemudian melongok Wilson dan dengan ekspresi menyedihkan menatap Wilson. "Kau sengaja memberiku soal sekelas Olimpiade, mana mungkin aku bisa mengerjakannya?" "Ini bukan soal Olimpiade, tapi karena tiga bulan belakangan ini kau terus saja membolos bersama Dario, kau sangat banyak tertinggal pelajaran," sahut Wilson seraya menatap Vanya dengan tatapan tegas. Vanya mendengus. "Ini semua salah Dario yang selalu mengajakku bermain game." "Kau tidak bisa menyalahkan orang lain, seharusnya kau bisa membedakan mana yang baik dan tidak untuk dirimu." "Hah? Kau sedang mengatai temanmu?" potong Vanya.Wilson menyipitkan sebelah matanya. "Mengatai?" "Ya. Ka