Share

Chapter 6

Hola, enjoy this chapter.

Chapter 6

Vanya mendengus dan keluar dari mobil Wilson kemudian memasuki mobil Ares, tetapi tidak duduk di jok sebelah pengemudi melainkan di jok belakang.

"Ternyata kau tidak jauh berbeda dengan ibuku," ucap Vanya ketika mobil yang dikemudikan Ares meninggalkan lokasi tempat tinggal mereka.

Ares melirik Vanya melalui kaca spion. "Tania selalu mengkhawatirkanmu, Vanya."

Bibir Vanya mencibir ucapan Ares. "Itu hanya kekhawatiran yang dilebih-lebihkan."

"Vanya... Tania benar-benar menyayangimu, dia...."

"Aku berbeda dengan ibuku yang sembrono dan tidak bisa menjaga diri hingga terjerumus dalam pergaulan bebas. Aku tidak seperti dia!" potong Vanya.

Ares tersenyum mengejek. "Kau juga keluar diam-diam tengah malam, pergi bersama laki-laki. Apa bedanya?"

"Mereka hanya teman," kata Vanya dengan tegas. "Dan aku tidak pergi ke club ataupun bar. Kami hanya mengobrol di rumah Wilson."

"Kalau hanya mengobrol di rumah teman, kenapa tidak berpamitan pada ibumu? Kenapa harus mengendap-endap?"

"Kau pikir ibuku akan mengizinkanku? Dia tidak akan melakukan itu," jawab Vanya dengan sangat ketus.

Bibir Ares mengulas senyum licik. "Kalau begitu, jangan khawatir. Mulai sekarang Tania tidak akan melarangmu. Serahkan saja padaku."

"Maksudmu?"

"Aku tidak akan terlalu banyak aturan dalam mengawasimu," kata Ares.

"Jadi, apa aturannya?" tanya Vanya dan matanya berkilat-kilat. Ia bahkan melongok ke jok depan.

Ares mengedikkan bahunya. "Mudah saja, kau hanya harus belajar dengan baik di sekolah, tidak boleh bolos, tidak keluar malam tanpa seizinku."

Vanya mendengus dan melemparkan punggungnya kembali ke sandaran jok mobil. "Kau tidak ada bedanya dengan ibuku."

"Kau bilang ibumu tidak akan mengizinkan, tapi aku akan mengizinkan kau bermain dengan siapa saja asal kau menjadi anak yang patuh. Mudah, bukan?"

Vanya mengibaskan tangannya. "Aku tidak peduli dengan semua omonganmu itu, terserah!" Vanya mengulurkan tangannya. "Berikan aku ponselmu."

"Untuk apa kau meminta ponselku?"

"Apa kau lupa? Kau bilang mulai hari ini akan mengurusku. Jadi, kita harus bertukar nomor ponsel," ucap Vanya.

Ares mengamati Vanya melalui kaca spion dan mendapati ekspresi yang selalu ditampilkan gadis itu. Sepertinya cemberut adalah satu-satunya ekspresi yang Vanya miliki, Ares diam-diam mengedikkan bahunya kemudian merogoh sakunya untuk mengambil telepon genggamnya lalu memasukkan sandinya.

"Beritahu aku saat pelajaran sekolahmu usai, aku akan menjemputmu," kata Ares seraya mengulurkan ponselnya kepada Vanya.

Vanya mengedikkan bahunya kemudian mencatat nomor teleponnya di daftar kontak ponsel Ares kemudian mengirimkan teks pribadi ke ponselnya lalu mengembalikannya kepada Ares.

Sekitar 200 meter dari gerbang sekolah Vanya meminta Ares untuk menghentikan mobilnya, tetapi Ares tidak menggubrisnya. Justru Ares mengemudikan mobil hingga tepat di depan gerbang di mana saat itu dipenuhi oleh murid-murid yang berlarian memasukinya.

"Apa kau tahu? Kau sedang menciptakan masalah baru untukku!" ucap Vanya, lagi-lagi dengan nada ketus.

"Kau sudah cukup berolah raga pagi ini, tidak perlu berjalan kaki terlalu jauh lagi," kata Ares.

Andai Ares tahu kalau di sekolahnya, Vanya dijadikan bahan olok-olokan karena ibunya menikahi pria tua demi harta dan sekarang dia diantar ke sekolah oleh pria yang lebih tua juga. Jika ada yang melihat Ares, pasti akan menimbulkan gosip baru.

"Aku tidak mau tahu, mulai besok kau turunkan aku dari di belokan yang kusebut tadi," ucap Vanya seraya membuka pintu mobil.

"Aku harus memastikan kau benar-benar masuk ke dalam sekolah, Vanya."

Vanya mendengus kesal dan membanting pintu mobil dengan kencang, ia baru beberapa langkah menjauh Ares justru memanggilnya. Vanya berbalik, ingin sekali mencekik kakak tirinya.

"Aku tidak ingin mendengar kau membolos hari ini atau kau akan mendapatkan hukuman," kata Ares.

Vanya mendekati mobil, membungkuk dan meletakkan tangannya di kaca mobil yang terbuka. "Aku belum pernah bertemu pria yang sangat menyebalkan dan banyak omong sepertimu."

"Ini demi kebaikanmu, Vanya."

Vanya menjulurkan lidahnya seraya mengacungkan jari tengah di depan wajah Ares kemudian melengos dan menjauh.

***

Ares duduk membelakangi jendela kaca berukuran besar ruangan yang didesain dengan warna putih dengan sentuhan hitam dan emas itu dindingnya dipenuhi dengan buku-buku tebal, beberapa koleksi anggur dan yang paling mencolok adalah berbagai piala penghargaan yang telah diraih perusahaan dan Ares telah menyumbangkan lebih dari sepuluh piala selama memegang kendali di sana.

Ares piawai memegang perusahaan, bakat itu tentunya berasal dari kakek dan ayahnya sehingga di bawah kepemimpinannya Torrado Company mulai mengembangkan sayapnya dan mulai merambah ke berbagai sektor lain. Salah satunya adalah bidang industri pesawat yang kini dikelola oleh adiknya, Evander Torrado. Kelak mungkin dirinya akan mengembangkan bisnisnya pada sektor minyak bumi atau pertambangan.

Perusahaan yang bergerak di bidang perbankan itu awalnya bukanlah milik keluarga Torrado, tetapi milik orang lain yang hampir saja mengalami kebangkrutan dan Ayah dari ibunya yang merupakan seorang ahli keuangan mengambil alih perusahaan itu dan merintis kembali dengan susah payah bersama Raul Torrado.

Saat itu ayahnya hanya seorang menantu yang bahkan hanya menempati posisi sebagai seorang staf keuangan, tetapi kakeknya memberikan kepercayaan penuh kepada ayahnya untuk mengelola bisnis itu bersama ibunya.

Jika diingat-ingat kisah cinta orang tuanya sangatlah romantis, bersama berjuang keras bersama untuk mewujudkan mimpi mereka memiliki perusahaan besar. Sayangnya setelah semuanya diraih justru harus mengorbankan kebahagiaan.

Ares bertekad tidak akan mengikuti jejak ayahnya yang justru beralih ke dunia politik, menurut Ares adalah awal malapetaka dalam keluarga karena andai ayahnya tidak menginjakkan kaki ke sana mungkin tidak perlu bertemu Tania dan ibunya pastinya masih memiliki senyum indah.

Ares menghela napasnya, seraya matanya tertuju pada layar iMac di depannya, ibu jarinya bergerak-gerak di atas kursor yang berada pada permukaan mejanya. Ia lalu mengetik nama Julio Callas dan wajah kakak Vanya terpampang di sana.

Karier Julio meningkat pesat, pemuda itu memang memiliki bakat alami yang luar biasa. Tetapi, Ares tidak peduli, pada saatnya nanti ketika Tania hancur, karier Julio juga harus tamat karena dengan begitu senyum ibunya yang menghilang baru terbayarkan.

Awalnya Ares hanya menjajal bisnis dunia otomotif yang kelihatannya menjanjikan. Ia iseng-iseng menginvestasikan uangnya di MotoGP Spanyol, dan karena menjadi pemegang saham tertinggi Ares kini memegang kendali atas kekuasaan di tempat itu. Tujuannya mengeluarkan uang yang tidak sedikit memang agar dirinya yang berkuasa karena dirinya adalah Ares Torrado, dalam berbisnis tidak seorang pun bisa menghalanginya dalam mengambil keputusan.

Ares menutup jendela pencarian dan memindahkan kursor ke kotak masuk surat elektronik, tetapi ponselnya berdering. Ia merogoh saku jasnya dan keningnya berkerut karena nomor telepon yang memanggilnya bukan berasal dari daftar kontaknya sementara nomor telepon genggamnya hanya diketahui oleh beberapa orang yang berkepentingan dengannya saja.

"Halo," sapa Ares.

"Tuan Ares Torrado, saya wali kelas Lavanya Leonora Callas," kata orang yang meneleponnya.

Ares langsung menduga jika Vanya telah membuat ulah. "Ya, apa sesuatu terjadi pada adikku?"

"Begini, Tuan Torrado. Adik Anda memecahkan kaca di ruangan seni."

Ares meletakkan siku kanannya ke atas meja seraya menekan pelipisnya dan menelan ludah. Belum genap tiga puluh menit dirinya berada di kantor, Vanya sudah membuatnya sakit kepala.

"Tulis saja berapa kerugiannya, sekretarisku akan mengurus gantinya," kata Ares.

Wali kelas Vanya berdehem. "Dan adik juga Anda menerima skorsing selama tiga hari, bisakah Anda menjemputnya sekarang?"

Bersambung....

Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan Rate!

Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.

🍒🥰♥️🥰

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status