Chapter 4
Vanya melemparkan tas dan sepatu kepada Dario yang berada di bawah, gadis itu berdiri di atas tembok pagar rumah setinggi dua meter. Memangnya Ares bisa menghalanginya? Tentu saja Vanya memiliki seribu cara untuk membebaskan diri, keluar melalui jendela kamar dan melompati pagar adalah beberapa keahliannya."Sial! Jangan melompat atau kakimu akan patah!" geram Dario.Vanya menyeringai. "Tenang saja, ini bukan kali pertama aku naik ke pagar.""Kenapa tidak lewat pintu gerbang saja?"Vanya benar-benar melompat dari ketinggian dua meter kemudian mengambil sepatunya dari tangan Dario. "Ada anjing baru di rumahku.""Anjing baru?" tanya Dario seraya menatap Vanya yang sedang memasang sepatu. "Kau takut anjing?"Vanya mencibir. "Aku takut anjing? Yang benar saja.""Lalu?""Aku hanya malas saja, dia bisa menyalak.""Ayo, Wilson pasti sudah menunggu kita," kata Dario seraya berjalan menuju mobil sportnya diikuti Vanya.Lima belas menit kemudian mereka tiba di sebuah rumah besar yang dibangun di tengah-tengah pekarangan yang luas, setelah memarkirkan mobil, keduanya berjalan ke arah bagian samping di mana Wilson dan yang lainnya berkumpul di tepi kolam renang diiringi suara dentuman musik yang lumayan keras.Tammy, Dera, dan Yora juga berada di sana karena mereka memang anggota club renang. Vanya mencibir di dalam benaknya, geng sampah!"Hi, Man!" seru Dario seraya melambaikan tangan.Wilson Morales, pemuda bertubuh tinggi dengan penampilan santai dan memiliki wajah tampan itu menoleh ke arah Vanya dan Dario dan melambaikan tangan seraya tersenyum.Vanya mengikuti langkah Dario untuk bergabung bersama teman-temannya di tepi kolam renang."Kalian terlambat!" ucap Wilson seraya mengacungkan tinjunya kepada Dario.Dario menyambut tinju Wilson. "Kau tahu, 'kan? Tuan Putri kita harus menunggu ibunya tidur baru dia bisa keluar rumah."Wilson terkekeh dan merangkul Vanya. "Jangan-jangan kau adalah Cinderella.""Sepertinya," desah Vanya."Kalau begitu, kau punya sepatu kaca?" tanya Wilson.Vanya menyeringai dan menggeleng. "Sayangnya tidak.""Oh, ya? Bagaimana jika kubelikan? Apa kau mau memakainya?" tanya Wilson.Vanya memiringkan kepalanya dan menatap Wilson, bibirnya tersenyum. "Boleh saja.""Guys, si Tuan Putri baru saja datang! Bagaimana jika dia harus minum tiga gelas karena terlambat?" kata Tammy yang berada agak jauh dari tempat Vanya dan melemparkan senyum sinis.Semua yang berada di sana setuju dan bersorak memprovokasi Vanya. Mereka jelas tahu jika Vanya dan Tammy sekarang bermusuhan dan Vanya adalah tipe yang tidak bisa mengabaikan tantangan meskipun jelas-jelas dirinya tidak terlalu biasa mengonsumsi minuman beralkohol."Siapa takut?" kata Vanya.Yora menyodorkan gelas kepada Vanya dan dengan ekspresi angkuh Vanya mengambilnya lalu mengangkat gelasnya tinggi-tinggi dan tersenyum sinis kepada Yora, Tammy, dan Dera."Untuk Wilson," ucap Vanya lalu menenggak isi gelasnya dan rasa pengar seketika memenuhi mulutnya.Wilson hanya diam, tetapi ketika gelas kedua disodorkan Yora, Wilson justru mengambilnya."Biar aku yang menggantikan," ucap Wilson dan sukses membuat Tammy merengut."Gelas ke tiga biar aku yang menggantikan, karena aku juga terlambat" ucap Dario seraya tersenyum dan menaikkan sebelah alisnya kepada Vanya."Dia memang perayu yang andal!" seru Dera seraya memutar bola matanya."Dasar, keturunan perayu!" timpal Yora.Cemoohan seperti itu sudah sering didengar dan lagi pula siapa yang merayu? Jelas-jelas Wilson dan Dario melakukannya dengan suka rela tanpa diminta. Vanya ingin sekali memukuli ketiga orang yang memperlakukannya dengan tidak adil, bagaimanapun kelakuan ibunya tidak ada hubungannya dengan dirinya."Sudah. Tidak perlu dipedulikan," bisik Wilson yang menyadari jika diam-diam tangan Vanya mengepal."Sebenarnya aku tidak ingin membuat pestamu menjadi kacau. Tapi, kau lihat sendiri, 'kan?" geram Vanya."Kumohon jangan berkelahi di sini," kata Wilson dan membawa Vanya ke sebuah kursi dan mereka duduk berhadapan"Seingatku kau tidak berulang tahun hari ini," kata Vanya memulai obrolannya.Wilson meraih sebuah gelas dan mengisinya dengan vodka. "Aku hanya merasa sedang bosan."Bibir Vanya menyunggingkan senyum. "Pertama mengenalmu, kupikir kau orang yang sangat serius."Wilson memutar gelasnya dan sebelah alisnya terangkat. "Karena aku berprestasi?"Vanya mengedikkan bahunya. "Bagaimana caranya kau membagi waktumu? Kau sangat sibuk."Wilson menjilat bibirnya. "Aku berjanji pada ayahku akan menamatkan pendidikan SMA dengan sebaik-baiknya karena kelak aku tidak ingin melanjutkan pendidikan ke universitas.""Maksudmu?""Aku ingin fokus untuk menjadi pembalap."Vanya nyaris tersedak karena pengakuan Wilson. Ia berdehem pelan. "Apa orang tuamu mendukung?""Tidak juga, tapi tidak melarang."Vanya mengusap hidungnya dengan punggung telapak tangannya. "Kau yakin dengan cita-citamu itu?"Wilson tersenyum dan menatap Vanya. "Kau tahu Julio Callas, 'kan?"Vanya benar-benar tersedak kali ini. Bagaimana tidak tahu? Julio dan dirinya berasal dari satu rahim."Ya. Dia sedang naik daun sekarang," kata Vanya diiringi senyum lembut."Aku mengaguminya, dia memiliki bakat alami. Sejak kecil dia sudah diperkenalkan dengan dunia balap oleh ayahnya. Julio sangat beruntung dan jujur saja aku iri karena dia mendapatkan dukungan seperti itu dari orang tuanya."Wilson mungkin benar jika Julio sangat beruntung karena perhatian ayah mereka hampir 100% tercurah kepada Julio. Tetapi, tidak ada yang tahu jika ibunya sama sekali tidak pernah mendukung kariernya. Bahkan pernah saat Julio mengalami cedera, Tania sama sekali tidak memberikan empati kepada Julio meskipun sedikit."Ya. Dia hebat," desah Vanya."Omong-omong, kalian memiliki nama belakang yang sama," kata Wilson kemudian menenggak vodka di gelasnya.Vanya tersenyum. "Itu hanya kebetulan.""Lalu bagaimana denganmu? Maksudku setelah lulus SMA, apa yang ingin kau lakukan."Vanya menyandarkan punggungnya dan berpikir keras karena dia belum berencana untuk melanjutkan studi. Tetapi, kuliah di Amerika mungkin ide yang bagus untuk membebaskan diri dari semua kekangan ibunya."Aku ingin kuliah di luar negeri," jawab Vanya dan pandangannya tertuju pada Tammy yang sedang mendekat ke arahnya."Apa pendidikan di sini kurang baik menurutmu?"Vanya tidak menjawab karena Tammy berdiri di belakang Wilson dan meletakkan tangannya di pundak pemuda tampan itu."Wilson, bisa tinggalkan aku dan Vanya? Ada yang ingin kubicarakan," kata Tammy dengan nada manja.Vanya nyaris muntah mendengarnya, andai saja bukan baru sebulan yang lalu ia dikeluarkan dari kantor polisi karena memukul kepala orang, Vanya ingin memukul Tammy.Wilson menatap Vanya beberapa detik kemudian mengedikkan bahunya seraya mengisi kembali gelasnya dengan vodka.Wilson berdiri, membawa gelas vodkanya lalu beringsut untuk bergabung dengan Dario dan yang lainnya sementara Vanya juga berdiri lalu menatap Tammy dengan dingin dan dagu terangkat."Jangan pernah berpikir jika kau bisa mendapatkan Wilson," kata Tammy.Vanya tersenyum mengejek, Wilson memang keren dan menjadi salah satu idola murid perempuan di sekolah. Tetapi, Vanya tidak tertarik karena Wilson bukan tipenya."Aku belum membalas perbuatanmu tadi di sekolah. Jadi, jangan coba-coba memancingku di sini," ucap Vanya kemudian tersenyum mengejek."Kau tidak akan bisa membalasku," ucap Tammy.Jemari Vanya menyisir rambutnya dari atas ke bawah. "Yakin sekali," gumamnya."Sekarang aku menantangmu! Kita bertaruh!"Vanya tersenyum miring. "Apa?""Kita bertanding renang! Siapa yang menang, dia yang mendapatkan Wilson!"Vanya tersedak karena itu dan ia tertawa keras-keras hingga semua yang berada di tepi kolam renang menoleh ke arahnya.Vanya mengangkat tangan kanannya. "Guys, Tammy menantangku berenang dan bertaruh. Dan dia bilang, yang menang dia akan mendapatkan Wilson."Wilson mendekat kepada keduanya dan mengerutkan keningnya. "Sial! Apa-apaan kalian?"Vanya mengedikkan bahunya dengan gerakan sangat santai. "Bukan aku, Tammy yang punya ide.""Bohong!" seru Tammy. "Jelas-jelas Vanya yang memiliki ide! Dia diam-diam sudah lama menaruh hati padamu, Wilson!"Bersambung....Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan bintangin!Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.🍒♥️☺️Chapter 5Paginya Vanya bangun dan cuaca sangat cerah, gadis itu mengenakan bikini lalu masuk ke kolam renang indoor yang ada di dalam rumah.Ternyata tinggal di rumah mewah ada gunanya juga, pikir Vanya seraya berenang-renang seperti seekor lumba-lumba yang lincah dan gesit. Sepulang sekolah Tammy menantangnya berenang dan menjadikan Wilson hadiah seperti barang saja. Tetapi, bukan Vanya namanya kalau tidak menerima tantangan meskipun dia tidak tertarik dengan Wilson. Ia lebih baik menerima tantangan Tammy dari pada diejek Tammy dan kawan-kawannya, dianggap tidak berani bertarung. Enak saja, siapa yang takut?Hanya saja, karena Vanya tidak tertarik berpacaran dengan Wilson, Vanya berencana akan memperlambat kecepatan renangnya dengan ketara agar semua yang menyaksikan tahu kalau dirinya hanya mengalah di detik terakhir. Biarkan saja Tammy yang mendapatkan Wilson. Vanya terus meskipun menyadari kedatangan Ares, ia memilih mengabaikan kakak tirinya yang mengenakan setelan jas dan b
Hola, enjoy this chapter.Chapter 6Vanya mendengus dan keluar dari mobil Wilson kemudian memasuki mobil Ares, tetapi tidak duduk di jok sebelah pengemudi melainkan di jok belakang. "Ternyata kau tidak jauh berbeda dengan ibuku," ucap Vanya ketika mobil yang dikemudikan Ares meninggalkan lokasi tempat tinggal mereka. Ares melirik Vanya melalui kaca spion. "Tania selalu mengkhawatirkanmu, Vanya." Bibir Vanya mencibir ucapan Ares. "Itu hanya kekhawatiran yang dilebih-lebihkan." "Vanya... Tania benar-benar menyayangimu, dia....""Aku berbeda dengan ibuku yang sembrono dan tidak bisa menjaga diri hingga terjerumus dalam pergaulan bebas. Aku tidak seperti dia!" potong Vanya.Ares tersenyum mengejek. "Kau juga keluar diam-diam tengah malam, pergi bersama laki-laki. Apa bedanya?" "Mereka hanya teman," kata Vanya dengan tegas. "Dan aku tidak pergi ke club ataupun bar. Kami hanya mengobrol di rumah Wilson." "Kalau hanya mengobrol di rumah teman, kenapa tidak berpamitan pada ibumu? Kenapa
Hola, enjoy this chapter!Chapter 7Stepbrother Ketika Ares tiba di ruang kepala sekolah, dia tidak mendapati keberadaan kepala sekolah di sana. Hanya ada Vanya yang duduk di atas meja dengan kaki menjuntai ke bawah dan bergoyang-goyang. Telinga gadis mengenakan earphone dan mulutnya terisi lolipop, sikapnya seperti bocah taman kanak-kanak yang sedang menunggu jemputan ayahnya. Ares diam-diam menghela napas, merasa jengkel karena sepertinya hari ini telah mengambil keputusan bodoh untuk mengurus gadis bandel yang mengharuskan dirinya belajar menahan emosi. "Ayo, pulang," ucap Ares setelah berada tepat di depan Vanya. "Apa?" tanya Vanya seraya mendongak dan melepaskan sebelah earphone-nya."Pulang," kata Ares dengan nada dingin. Vanya menggeleng dan tatapannya polos seperti tidak pernah melakukan kesalahan. "Tapi, tadi kau bilang hari ini tidak boleh membolos." "Kau diskors mulai hari ini," ujar Ares."Wow, ini rekor baru," ujar Vanya dengan mata terbelalak seraya melompat turun
Hola, happy reading and enjoy this chapter!Chapter 8Ares menatap Vanya yang keluar dari ruang kerjanya bersama Leo, asistennya. Menurutnya, Vanya sangat cerdik dalam setiap tindakan bahkan terlalu licik. Salah satunya saat dengan menggandengnya di menuju tempat parkir. Vanya tentunya sudah memperhitungkan jika mereka akan menjadi buah bibir di sekolah, gadis itu bersikap dengan cara yang sangat natural hingga Ares tidak menaruh sedikit pun kecurigaan saat itu. Juga saat Vanya duduk dengan tenang dan mereka menyantap makan siang bersama, tidak sedikit pun Vanya menunjukkan gelagat kalau dirinya sedang digosipkan di obrolan grup sekolah. Gadis itu benar-benar pandai berakting, tidak ada kepanikan, apa lagi menunjukkan emosinya. Menarik, batin Ares dan dia penasaran bagaimana cara membuat seekor rubah yang licik menurut layaknya seekor poodle yang manis. Ares merogoh saku jasnya dan mengambil ponsel untuk menghubungi Leya, berharap Leya dapat memberikan solusi atas masalahnya."Kau
Hola, happy reading and enjoy this chapter!Chapter 9Ketika Leo memberitahu bahwa Vanya didorong ke kolam renang oleh salah satu siswi hingga basah kuyup, Ares sedang berada di ruang pertemuan. Melalui pesan teks ia memerintahkan Leo agar Vanya mandi dan mengganti pakaian di ruang istirahat pribadinya. Ada beberapa kemeja bersih yang terletak di dalam lemari dan tidak lupa Ares juga memerintahkan Leo untuk menyiapkan segelas cokelat panas untuk Vanya. Pukul empat sore pertemuan baru saja usai, Ares kembali ke ruang kerjanya. Sebuah paper bag tergeletak di atas meja kerjanya, Ares tidak memeriksa isinya karena yakin isinya adalah pakaian baru Vanya yang dibeli oleh Leo. Ares lalu membawa paper bag itu ke ruang pribadinya agar Vanya mengganti pakaiannya, tetapi ia justru mendapati mata Vanya terpejam dan bernapas dengan teratur. Ares bergerak perlahan mendekati tempat tidur, diamatinya Vanya yang bahkan dalam keadaan terlelap pun gadis itu berekspresi cemberut. Bibir Ares mengulas s
Hola, enjoy this chapter dan tolong bantu share cerita ini yaa....Chapter 10Vanya melemparkan bantal ke arah pintu meskipun bantal yang dilemparkan tidak mengenai pintu, hanya melayang beberapa meter dari tempat tidurnya. Memiliki kamar yang terlalu besar ternyata menjengkelkan juga, terutama saat pintu diketuk dari luar Vanya tidak bisa membukanya sambil tetap memejamkan mata atau berteriak agar orang itu berhenti mengetuk pintu. Vanya mengentakkan kakinya ke lantai seraya mengumpat kemudian membuka pintu. "Apa kau tidak melihat tulisan di pintuku?" "Ini sudah jam sepuluh, Vanya," kata Ares seraya menatap Vanya yang tentu saja cemberut. "Memangnya siapa yang peduli pada jam? Ini Sabtu dan aku ingin tidur sepanjang hari, kalau perlu sampai Senin!" bentak Vanya seraya bermaksud menutup kembali pintu kamarnya. Dia sangat jengkel karena Ares tidak membaca tulisan di depan pintu kamarnya : JANGAN GANGGU VANYA! "Tidur terlalu lama tidak bagus untuk kesehatan dan tubuhmu perlu makan,
Hola, enjoy this chapter!Chapter 11Ketika Vanya membuka pintu Bugatti yang dikemudikan Ares, Julio sedang menyiram pepohonan di area sekitar rumah. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Ares, Vanya keluar dari mobil lalu berlari ke arah Julio. "Julio...." seru Vanya dan Julio segera melepaskan selang air yang dipegangnya kemudian merentangkan tangannya seraya menyongsong kedatangan Vanya. "Aku merindukanmu," ucap Julio seraya memeluk Vanya. "Aku sangat merindukanmu, di mana Papa?" "Papa masih di tempat kerja," ucap Julio seraya melepaskan pelukannya kemudian mematikan kran air."Ada acara apa? Kenapa Papa mengundangku makan malam hari ini?" tanya Vanya.Julio merangkul pundak Vanya dan mereka berjalan ke arah pintu masuk. "Jadi, kalau Papa tidak mengundangmu ke sini, kau tidak akan mengunjungi kami?" Vanya menyeringai. "Kau tahu sendiri, 'kan? Aku kesulitan mendapatkan izin keluar rumah." Julio terkekeh. "Tapi kau bisa melarikan diri kalau malam." Vanya menyeringai. "Seka
Chapter 12Pukul enam pagi, ponsel Ares berdering. Pria itu pastinya akan mengumpat jika yang meneleponnya bukan Leya. "Kuharap, aku tidak mengganggu waktu tidurmu," ucap Leya dengan nada lembut. Ares menguap. "Jika kau tidak sedang berada di San Diego, aku akan meminta pertanggungjawabanmu." Leya membalasnya dengan tawa riang. "Aku baru mendarat di John F. Kennedy dan harus menunggu tiga jam lagi untuk penerbangan selanjutnya." "Oh, sekarang kau sedang melampiaskan kebosananmu padaku?" tanya Ares dengan nada malas."Ya. Dan kau harus mau karena mustahil aku menelepon Vanya." Mata Ares terbuka. "Kita belum membicarakan ini, bagaimana menurutmu adik tiriku itu?" "Dia manis, cantik, menarik, dan mudah bergaul." Omong kosong! Leya pastinya sudah masuk dalam jebakan Vanya. Gadis itu hanya berpura-pura manis di depan Leya. "Jadi, kau berpikir jika aku yang tidak pandai dalam mengakrabkan diri padanya?" Leya terkekeh renyah. "Aku tidak bilang begitu, tetapi syukurlah kau menyadari k