Share

Angel's Sign
Angel's Sign
Penulis: LELIEL

Fate

FATE

Suara-suara di sekitar berhasil mengembalikan kesadarannya. Retinanya langsung menangkap sosok-sosok berseragam putih yang tengah mengerubungi suatu objek. Sayup-sayup, ia mendengarkan percakapan mereka.

"Beritahukan pihak keluarga, pasien Ayano Ruriko tak bisa tertolong." Ia tercenung mendengar seorang pria berjas putih menyebutkan namanya.

"Baik, dokter."

Ruriko langsung celingak celinguk sambil menunjuk dirinya sendiri. Tanpa pikir panjang, ia pun berseru memanggil sosok-sosok yang ada di dekatnya. Tetapi, sangat aneh, suaranya tak mampu menyadarkan mereka.

"Hei, aku di sini!"

Ia tak memanggil lagi, karena dari balik pintu, muncullah sosok familiar. Ayahnya dengan penuh isak tangis mendekat ke ranjang, tempat kerumunan suster dan dokter itu. Ia memanggil-manggil nama anak semata wayangnya dengan pilu.

"Ayah, aku di sini. Kenapa menangis?"

Penasaran apa yang ada di dalamnya, Ruriko pun mendekati kerumunan. Ia tak sempat untuk bilang permisi, karena mendapati tubuhnya mampu menembus kerumunan itu. Raut wajah Ruriko berubah tegang. Semakin dekat, semakin terlihat jelas sosok yang ditangisi ayahnya.

Terbaring di ranjang adalah gadis yang mirip dengannya. Bukan! Dia adalah Ruriko sendiri. Hanya berupa raga tanpa nyawa. Sepasang matanya terpejam. Bibirnya terkatup. Wajahnya pucat pasi. 

Ruriko tentu tak bisa menerimanya. Ia berupaya memanggil ayahnya sampai menegur petugas medis, semata-mata hanya ingin memungkiri fakta yang terjadi. Tetapi, usahanya sia-sia. Tak ada yang merespon panggilannya. Terlebih, tak ada yang bisa ia lakukan untuk kembali ke raganya. 

Dada Ruriko sesak, terhimpit oleh kesedihan. Ia belum mau mati. Ia masih berusia sembilan belas tahun. Masih banyak hal yang ingin ia lakukan. Ia belum lulus kuliah. Ia belum pernah berkencan. Terlebih lagi, ia belum bisa membahagiakan ayahnya. Kenapa kematian ini datang begitu cepat? 

Ruriko mundur perlahan. Ia meninggalkan kerumunan lalu keluar ruangan. Di koridor, ia bertemu dengan sosok-sosok lain. Ada kerabatnya, ada pula teman kuliahnya. Semuanya membicarakan kematian Ruriko sebagai isu terhangat, tanpa menyadari kalau roh gadis itu tengah menyaksikan mereka.

"Meninggal. Kecelakaan tadi pagi," tukas wanita paruh baya yang adalah bibinya.

"Katanya tertabrak truk ya? Lalu langsung tak sadarkan diri?" Kasumi Shiraishi, salah satu teman dekat Ruriko menjadi lawan bicara bibinya.

"Ya, sampai di rumah sakit langsung mendapat pertolongan, tapi sayang sekali ...." Raut muka bibinya berubah sendu. "Kasihan dia sudah ditinggal istri, lalu anak semata wayangnya." Sang bibi melirik ke ruangan.

"Ah, saya turut prihatin," Kasumi menunduk sebagai tanda belasungkawa. Setelah mendengar percakapan itu, Ruriko langsung menggeleng pelan lalu menutup kedua telinganya. Ia menerawang saat sebuah ingatan membersit di pikirannya. Momen terakhir sebelum ia tersadar di ruangan tadi. 

Kejadian itu berlangsung amat cepat, sehingga Ruriko merasa seperti bermimpi. Ia hendak berangkat ke kampus menggunakan sepedanya. Saat melaju ke jalan raya, Ruriko mendengar bunyi deru kendaraan. Belum sempat menoleh, sebuah truk keburu menghantamnya. Setelah itu, Ruriko tak mengingat apapun. Sepertinya ia tak sadarkan diri. Tetapi, siapa sangka kalau ia sudah menemui ajalnya?

Tidak! Aku belum mau mati!

Ruriko masih tak terima. Ia pun meninggalkan persemayamannya, berlari dari takdir kematiannya. Pasti ada cara untuk mengubah takdir itu. Pasti ada yang bisa menolongnya.

'Ruri-chan, kalau kau merasa kesusahan, minta tolonglah kepada malaikat.' Sebersit memori kembali melintas di pikirannya. Suara lembut yang menggema itu ia kenal sebagai suara mendiang ibunya.

'Malaikat selalu ada untuk menolong manusia.'

Malaikat!

Hati Ruriko merapal namanya seiring dengan laju gadis itu menelusuri koridor. Semua manusia yang lewat menembusnya, membuat Ruriko semakin kalut. Ia tak ingin terus berada dalam wujud ini.

"Malaikat! Malaikat!"

"Ayano Ruriko." Panggilan berintonasi formal menelisik di telinganya, mengalahkan bunyi hiruk pikuk lain. Ruriko langsung berhenti berlari. Ia memutar tubuhnya, sesuai dengan arah suara itu. Kedua matanya membesar saat melihat siapa sosok yang memanggilnya.

Wujudnya manusia, seorang pemuda, namun penampilannya terlalu menawan untuk dikatakan sebagai manusia. Ia terlihat sangat bercahaya dengan pakaian serba putihnya. Sepasang sayap berwarna senada terkembang indah di punggungnya. Semua ciri-ciri itu membuat Ruriko bisa menebak jenis makhluk apa yang mendatanginya. 

Malaikat!?

Apakah panggilannya terjawab? Ia datang untuk menyelamatkan Ruriko, bukan?

"Ikut aku. Aku akan mengantarmu." 

"Tu-Tunggu. Kau malaikat?" balas Ruriko. Sosok itu hanya bergeming sejenak lalu mengangguk pelan. 

"Kau akan membuatku hidup lagi, kan?" Ruriko menaruh harapan besar melalui kata-katanya. 

"Sayang sekali. Justru aku ingin menjemputmu." Ucapannya tenang namun pasti. Sebelum manusia di hadapannya kembali bereaksi, sang malaikat keburu mengulurkan tangan padanya. 

"Ayo." 

Ruriko hanya diam memperhatikan telapak tangan malaikat itu. Pandangannya bergulir ke wajahnya, memandangnya penuh harap. Sayangnya, malaikat itu tak goyah pada pendiriannya. 

"Ayano Ruriko. Kau sudah mati. Jadi, ikutlah denganku," tukas malaikat itu lagi. 

Raut wajah Ruriko getir. Ia menggeleng lemah untuk menolak ajakan malaikat itu. 

"Aku tidak mau. Ku mohon, aku belum mau mati."

Malaikat itu menghela nafas, sepertinya ia kesal dengan sikap Ruriko, tetapi raut wajahnya tetap tenang. 

"Kau sudah mati. Tugasku adalah menjemputmu, bukan menghidupkanmu."

"Ta-tapi ...."

"Kematian akan menimpa setiap orang, termasuk kau. Jadi, terimalah takdirmu."

Ucapan tegas dari sosok itu berhasil membungkam Ruriko. Gadis itu tak membantah lagi. Meskipun sulit, pada akhirnya ia memang harus menerima takdir kematiannya. Ia pun mengekori langkah sang malaikat menelusuri lorong rumah sakit. 

Helai demi helai bulu sayap sang malaikat luruh menyentuh lantai lalu lenyap begitu saja. Seketika Ruriko merasa tertarik untuk mengambilnya. Sebelum menyentuh lantai, tangan Ruriko dengan cepat meraih benda itu. Ia langsung berlari kecil untuk menyamakan langkahnya dengan langkah sang malaikat, lalu menunjukkan bulu sayap yang ada dalam genggamannya. 

"Pertama kali aku memegang bulu sayap malaikat. Indah dan lembut." Raut wajah Ruriko berubah antusias.  Sang malaikat memperhatikan kesibukan sang gadis yang tengah meneliti bagian tubuhnya itu.

"Kalau dilihat, sayapmu bukan warna putih ya ...seperti abu-abu." Ruriko tak memiliki niat apapun di balik komentarnya. Tetapi entah kenapa raut wajah sang malaikat malah terlihat kelam.

"Eh! Tapi aku tak bilang jelek, loh. Bulu ini malah terlihat lebih bagus!" Melihat perubahan ekspresi makhluk di depannya, Ruriko langsung berusaha menghibur. Cengirannya membuat sang malaikat tersenyum tipis. Ia pun hanya mengangguk pelan, tanpa mengomentari kejadian tadi.

"Hei, ke mana kita akan pergi?” Gadis itu kembali mengajak sang malaikat bicara. 

"Apa yang terjadi setelah aku mati?" Belum puas dengan pertanyaan tadi, Ruriko mencecar malaikat itu dengan pertanyaan lainnya. Sang malaikat menghela nafas lalu menatap mata Ruriko.

"Kau akan tahu nanti. Ikuti saja aku." 

Ruriko menurut, walau berbagai pertanyaan masih berkecamuk dalam pikirannya. Sang malaikat membawanya hingga mencapai lobi rumah sakit. Ruriko masih menebak-nebak apa yang akan terjadi setelah mereka mencapai tempat ini. Ada portal dimensi-kah? Atau ada malaikat lain yang datang? Atau mungkin ada cahaya yang muncul tiba-tiba di hadapan mereka?

Mereka berdua saling berhadapan. Ruriko merasa gugup saat sepasang iris abu-abu makhluk itu menatapnya lekat, seolah menyimpan sesuatu yang ingin disampaikan. Tetapi, sepertinya makhluk itu masih ragu.

"Takdir. Menurutmu bisakah diubah?"

Ruriko heran mendapati pertanyaan itu. Ia tak langsung menjawab. Berpikir keras untuk menebak apa yang melatarbelakangi pertanyaan sang malaikat. 

"Ayahmu masih membutuhkanmu. Kalau kehilangan dirimu, ia akan sangat bersedih." Raut wajah sang malaikat berubah sendu. Ruriko langsung terkejut mendengarnya.

"Ku mohon. Jangan sampai ayahku menderita," pinta Ruriko. Kalaupun bisa, ia ingin menangis. Malaikat itu kembali menatapnya lekat-lekat.

"Kau ingin mengubahnya?"

Tatapan Ruriko seketika yakin. Ia mengangguk mantap.

"Pergilah. Kau bisa hidup kembali." Sang malaikat membuat keputusan. Ia menadahkan tangannya, dari situ muncul sebuah buku. Benda itu langsung membuka di sebuah halaman. Ruriko kaget saat sang malaikat merobek halaman tersebut.

"Dengan begini, takdir akan berubah," ucapnya dengan senyuman lembut. "Sekarang pergilah."

"Tu-tunggu, bukankah itu tugasmu? Apa yang akan terjadi padamu kalau kau berani melepaskanku?"

Sang malaikat menatap Ruriko, masih tersenyum "Itu akan menjadi takdirku selanjutnya."

"Hei!"

"Cepat! Kembalilah! Mereka menunggu," Malaikat itu mendorongnya pelan. Ruriko mundur sambil terus menatap wajah malaikat itu. Beberapa saat kemudian, ia berbalik lalu berlari meninggalkannya. 

***

Takdir itu akan ia ubah. Tekad Ruriko sembari menggenggam erat sebuah bulu sayap keabu-abuan, satu-satunya benda peninggalan sang malaikat.

Kini, ia sudah berada di lobi rumah sakit bersama ayahnya. Mereka berdua akan meninggalkan tempat itu setelah Ruriko dinyatakan hidup kembali dalam kondisi sehat walafiat.

Sebuah keajaiban terjadi. Sosok yang seharusnya sudah mati, kini bisa kembali hidup. Semua ini berkat kebaikan hati malaikat itu. Dengan mengijinkannya hidup kembali, ia sudah memberikan kesempatan kedua pada Ruriko. Ia bertekad untuk menjalani hidupnya dengan baik, bahkan mengubah takdir penderitaan ayahnya.

Di halaman rumah sakit, Ruriko berpaling untuk melihat gedung itu. Bola matanya mengedar ke setiap penjuru, tetapi tak ada sosok makhluk bersayap yang bisa ia tangkap dengan indera manusianya. Sayang sekali. Padahal Ruriko ingin bertemu lagi dengan malaikat itu.

"Ruriko, ayo." Panggilan sang ayah membuyarkan lamunannya. Mengikuti langkahnya, Ruriko menyimpan helai bulu sayap itu di dalam saku bajunya. Bulu ini harus ia jaga, sebagai simbol pertemuan mereka. Suatu saat, jika Ruriko bisa bertemu dengannya lagi, ia akan menunjukkan benda ini sembari menghaturkan terima kasih yang begitu dalam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status