Share

Reunion

Dua piring kue serta dua cangkir teh tersaji di atas meja. Ruriko dan Kasumi menikmati penganan bagian mereka. Setelah beberapa suap, barulah mereka menyesap secangkir teh hangat. Rasanya mereka merindukan momen ini: ketika keduanya makan bersama seraya berbincang hangat. Padahal dulu mereka adalah sahabat dekat. Setelah lulus, keduanya lalu sibuk meniti karir sampai akhirnya hilang kontak. Beruntung, mereka akhirnya bisa bertemu lagi sekedar untuk saling berbagi cerita. Pastinya banyak hal yang sudah terjadi. 

Kasumi meletakkan cangkir tehnya lalu mengarahkan pandangan pada gadis yang masih sibuk mengacak-acak kue red velvet. Senyum lembut wanita itu tersungging melihat tingkah temannya. “Bagaimana kabarmu Ruri-chan? Bekerja di mana sekarang?”

Sosok itu tak bereaksi. Kasumi sedikit heran. Ia pun langsung menepuk punggung tangan Ruriko. 

“Ruri-chan!”

“Ah.” Ruriko refleks menengadah. Ia sejak tadi melamun soal pertemuannya dengan si malaikat sampai-sampai tidak menanggapi pertanyaan Kasumi. Ruriko celingak-celinguk lalu menatap Kasumi bingung. 

“Kau bekerja di mana?” Kasumi mengulang pertanyaannya. 

“Oh! Aku bekerja sebagai pegawai di sekitar sini,” tukas Ruriko canggung .”Kau sendiri?” 

“Bekerja paruh waktu di swalayan.” Jawaban Kasumi membuat dahi Ruriko mengernyit. Kasumi dulu terkenal pintar juga populer. Lagipula, ia ingin menjadi aktris. Tapi, kenapa malah berakhir sebagai pekerja paruh waktu?

“Bukankah terakhir kali kau ada tawaran syuting dari agensi?” 

Kasumi hanya menggeleng pelan sambil menghela nafas. "Aku berhenti sebagai aktris." Ia agak menunduk saat menjawab. 

"Oh, karena kau sedang mengandung?" simpul Ruriko dengan polosnya. Raut wajah Kasumi berubah sedih. Ia tersenyum getir. 

"Tidak. Aku benar-benar berhenti total. Jadi aktris itu melelahkan," tukas Kasumi dengan nada kelam. Ruriko yang menangkap perubahan aura wanita itu pun langsung berupaya menghiburnya. 

"Ah, aku mengerti. Tak masalah juga, Kasumi. Yang penting senang melihatmu masih sehat. Apalagi kau tengah mengandung. Anak pertamamu, bukan?"

Kasumi tersenyum. Ia menjeda percakapan sejenak sekedar untuk menyantap kue lagi. Keduanya kembali terhanyut dalam keheningan karena masing-masing fokus melihat ke luar jendela. 

"Sudah lama ya. Kapan terakhir kita bertemu?" ungkap Kasumi sebelum menyeruput tehnya. 

"Mungkin sekitar dua tahun lalu, ya?" Ruriko agak ragu. Ia juga kurang ingat. 

"Kau masih tinggal dengan orang tuamu?" tanya Kasumi lagi. Ruriko menatap mata wanita itu sambil mengangguk. 

"Ada Hana-chan. Aku membantu ibu mengurusnya karena ayah sering pergi keluar kota." jelas Ruriko sambil menyendok kue lalu memakannya.  

"Hana-chan, adik tirimu itu kan?" Kasumi memastikan. Ruriko hanya mengangguk-angguk sambil mengunyah. 

"Wah, terakhir kali sepertinya ia masih kecil ya." Sepasang mata Kasumi membulat antusias. Ruriko tertawa pelan. 

"Ia sekarang sudah empat tahun. Aktif sekali loh." Ruriko menghela nafas, tapi sorot matanya terlihat lembut. Kasumi meniliknya lalu ikut tersenyum.

"Kalian sepertinya akur, ya." Kasumi bergurau. "Padahal dulu kau sering sekali memarahinya."

"Itu kan dulu!" Ruriko memonyongkan bibirnya. Tak lama kemudian, ia menghela nafas lalu menerawang. Sinar matanya tampak sendu. "Perlahan aku sudah menerimanya, kok. Lagipula, aku seharusnya senang memiliki ibu dan adik. Keluargaku akhirnya bisa lengkap lagi," ungkapnya. 

Kasumi hanya diam sambil mengangguk mengerti. Dia-lah saksi dari kehidupan Ruriko. Bagaimana Ruriko pernah dinyatakan meninggal kemudian hidup kembali sampai bagaimana ayah dari gadis itu menikah lagi dengan sosok wanita yang hanya terpaut sepuluh tahun dari usianya. Awalnya Ruriko berkeluh kesah, kenapa ayahnya harus membuat keputusan itu. Padahal, ia tak ingin posisi ibunya tergantikan oleh figur lain. Tetapi, pada akhirnya Ruriko berlapang dada menerima keputusan sang ayah. Bahkan, ia terlihat antusias saat akan memiliki seorang adik.

"Eh, Kasumi. Ngomong-ngomong berapa usia kandunganmu?" Kasumi agak sedikit kaget karena pertanyaan spontan itu. Ia pun langsung mengarahkan pandangan pada perut besarnya. Dielusnya perut itu dengan lembut.

"Sudah jalan delapan bulan."

"Wah, sebentar lagi, ya!" ungkap Ruriko antusias. 

"Bayinya laki-laki, loh. Tapi aku belum menentukan namanya." Kasumi tertawa renyah. Ruriko ikut tertawa.

"Kanata saja. Nama senpai yang kau sukai dulu!" gurau Ruriko. 

"Ah! Tidak! Tidak keren sama sekali!" Kasumi melambai-lambaikan tangan sambil berjengit. Keduanya kembali tertawa. 

"Lalu, mana suamimu? Aku ingin tahu siapa laki-laki yang berhasil menaklukan hatimu!" Ruriko menyerocos untuk meledek wanita itu. Tapi, di luar dugaan, Kasumi malah terkejut. Matanya membulat lalu menerawang. Raut wajahnya tegang. Ruriko yang menemukan perubahan pada siluet wajahnya langsung terkatup. Apa Kasumi tersinggung? Apa hal itu tak ingin ia bahas.

"Kasumi … ma-"

"Tidak apa-apa!" Wanita itu memotong ucapan Ruriko. Ia mencoba tersenyum walau getir. Mukanya juga masih nampak gugup.

"Dia bekerja di luar kota. Jadi jarang pulang." Kasumi menjelaskan dengan agak menggumam.

"Oh. Begitukah. Kau tinggal sendirian, dong?" Ruriko terkejut, namun bersuara pelan-pelan. Ia manggut-manggut, memutuskan untuk tidak membahas lagi, meski ia tak terlalu yakin pada penjelasan Kasumi. 

"Kalau begitu, semoga kau dan calon bayimu sehat selalu," ungkap Ruriko. 

“Terima kasih, Ruri-chan,” balas Kasumi sambil tersenyum manis. Keduanya pun menghabiskan makanan dan minuman mereka, lalu mengobrol lagi, kali ini membahas masa-masa kuliah. Sampai tak terasa waktu bergulir. Saat Ruriko melirik arlojinya, ia kaget melihat jarum pendek jam telah bergeser ke angka tujuh. Rasanya sudah cukup reuni singkat ini. Kini, saatnya mereka pulang.

Keduanya berpisah di trotoar. Mereka mengambil arah yang berbeda. Ruriko hendak menuju halte, sedangkan Kasumi berjalan ke arah lokasi pertemuan Ruriko dengan si malaikat. 

Ah! Ruriko jadi ingat momen itu lagi. Dalam sekejap, suasana hatinya dirundung frustasi. Ruriko harus kembali ke misinya untuk mencari keberadaan malaikat itu. Ia tak ingin usahanya kembali sia-sia. Tapi, malaikat itu adalah makhluk yang misterius, kalau tak mau dibilang pengecut. Mereka bisa pergi dan menghilang sesuka hati, sehingga Ruriko harus menggunakan cara khusus untuk bisa menangkapnya

Tapi, bagaimana? Ruriko tak memiliki pengetahuan soal malaikat. Ia jenis malaikat apa? Kapan ia muncul? Ruriko tak bisa menentukannya.

Gadis itu kembali merogoh tas lalu mengambil gantungan boneka malaikat yang baru ia beli. Siluet boneka itu terefleksi di bola matanya. Beberapa menit ia terpaku sambil mengingat momen demi momen pertemuannya dengan malaikat itu. Ruriko sempat mengikutinya ke suatu tempat, yaitu perumahan penduduk di pinggir kota. Pasti makhluk itu memiliki tujuan tersendiri ke sana. 

Mungkin saja lokasi itu bisa memberikan petunjuk lain. Besok, Ruriko berencana kembali ke sana. Ia memang tak terlalu yakin akan dugaannya sendiri, tapi daripada menyerah, lebih baik ia mencoba dulu. 

Ya, semua itu demi bertemu dengan malaikat penolongnya. Ruriko menarik nafas lalu mendekap boneka malaikat itu. Ia memejamkan kedua matanya. Bayangan sosok yang tersenyum penuh kehangatan itu terbayang dalam benak Ruriko.

“Aku pasti akan bertemu denganmu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status