Share

Sign

Dengan semangat membara, Ruriko melewati kerumunan manusia yang berjejal di trotoar. Sore itu, Ruriko buru-buru pulang dari kantor menuju ke area apartemen di pinggir kota, tempat di mana ia pertama kali bertemu dengan sang malaikat. 

Sampai di area apartemen, Ruriko mulai memelankan langkahnya. Sambil terus mengedari pandangan, kaki Ruriko menapaki jalanan berpasir. Ia pun berhenti sejenak lalu celingak celinguk. Seperti kemarin, suasana di lokasi ini amat sepi, seolah tidak ada tanda-tanda kehidupan. Ditambah dengan suasana sore. Langit menggelap. Kumpulan gagak berkoak. 

Ruriko mengusir rasa takutnya. Ia bertekad tak akan pulang sebelum bertemu dengan sang malaikat. Meski ia harus berada di sini sampai tengah malam. 

Malaikat, ayo tunjukkan dirimu! Sebagai sosok yang terkenal memiliki hati mulia, malaikat seharusnya tidak tega membiarkan seorang manusia menunggu sendirian di tempat ini. 

Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Dua jam menunggu akhirnya membuat Ruriko putus asa, padahal tekad awalnya adalah menunggu terus sampai malaikat itu muncul. Ruriko mulai pesimis. Kalau begini terus, tak ada titik terang baginya untuk mencari malaikat maut penolongnya, karena tak ada lagi malaikat lain yang bisa ia tanyakan.

Suara langkah terseok mengalihkan perhatiannya. Sekitar satu meter dari tempatnya berdiri, muncul seorang pemuda. Dari penampilannya, pemuda itu bukan seperti sosok baik-baik. Ditambah lagi ekspresi wajahnya mengerikan. 

Firasat buruk Ruriko muncul. Langkah sang pemuda perlahan mendekatinya. Sepasang mata liarnya terus menyoroti Ruriko. Gadis itu berusaha mengalihkan pandangan agar tidak menarik perhatian pemuda itu. 

“Halo, nona. Sendirian saja.” Pemuda itu mulai melancarkan aksinya. Ruriko memicing sinis lalu membuang muka.

“Mau ku temani?” Pemuda itu mulai berani merangkul Ruriko. Yang bersangkutan menepisnya kasar. 

“Pergi! Pengganggu!” sergah Ruriko. Kalau berada dalam situasi begini, ia seharusnya kabur. Tetapi, karena masih berharap akan kemunculan malaikat itu, Ruriko memilih untuk tak meninggalkan lokasi. 

“Hei, si manis ini berani sekali ya ….” Makhluk sialan itu mencoba memegang dagu Ruriko, tapi lagi-lagi Ruriko menghindar. Ia mendorong tubuh si pemuda sebagai bentuk perlawanan. 

“Hei, nona! Kau tidak tahu siapa yang berkuasa di sini?!” Bajingan itu balas mendorongnya sampai Ruriko terhempas ke tanah berpasir. 

“Ku beri pelajaran ya. Biar tahu rasa!” Pemuda itu menyeringai sambil mengusap tangannya. 

Ruriko beringsut mundur, mengambil ancang-ancang untuk kabur. Kali ini, ia lebih memikirkan keselamatannya sendiri dibanding bertemu malaikat pengecut itu.

“Hei nona-” Pemuda itu tak sempat menerjang Ruriko karena sebuah tiupan angin kencang keburu menyerangnya. Pasir-pasir pun berterbangan. Pemuda itu sontak saja berusaha menudungi wajah mereka dari serangan angin yang muncul entah dari mana. 

Ruriko mengedar pandangan, menemukan berhelai-helai bulu sayap putih mengelilingi pemuda itu. Ternyata, tiupan angin kencang itu adalah perbuatan dari sang malaikat. Terbukti, hanya pemuda itu yang masih merasakan dampaknya. Gumpalan debu berterbangan mengelilinginya seperti kerumunan lebah, seketika menyulitkan pergerakannya. Merasa takut, akhirnya pemuda itu mulai menyingkir dari Ruriko. 

“H-hantu!”

Begitulah seruan si pemuda sebelum ia lari tunggang langgang karena dikejar oleh angin berisi pasir. Ruriko yang memperhatikannya hanya terperangah.Bola mata gadis itu menangkap sinar putih. Sampai akhirnya, malaikat itu pun muncul persis di hadapannya. Ia berkacak pinggang. Kedua matanya memelototi gadis itu. 

“Sampai kapan kau mau menggangguku?” 

“S-sampai kau mau memberikan informasi mengenai malaikat itu.” Ruriko menatap mata malaikat itu seolah menantangnya. 

“Sudah ku bilang, hal-hal yang berhubungan dengan kami adalah rahasia besar!” Malaikat itu menyilangkan tangannya. 

“Aku hanya ingin kau membantuku.” 

“Minta saja pada malaikat lain! Kalau kau bisa melihatku, kau bisa melihat malaikat lain juga, bukan?” 

“Aku … tidak bisa!” jawab Ruriko sungguh-sungguh. Sejauh ini, memang hanya malaikat itu saja yang mampu ia lihat. Tentu saja, kalau ia bisa, pastinya ia akan bertanya pada malaikat yang jauh lebih welas asih dibandingkan dengan makhluk pelit di hadapannya ini. “Hanya kau yang bisa kulihat saat ini. Sehingga kau-lah satu-satunya yang bisa menolongku.” 

Malaikat itu mengurut keningnya. Kini, ia sudah berada dalam batas kesabarannya. “Tapi, aku memang tidak bisa. Aku punya tugas sendiri.”

“Ayolah. Hanya sedikit informasi saja.” Ruriko masih memaksa. 

“Tidak Itu rahasia!” 

“Aku janji akan merahasiakannya.” Ruriko berjanji sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Malaikat itu hanya mendengkus kesal. 

“Tidak! Manusia suka ingkar janji. Apalagi tipe manusia sepertimu!” 

“Hei! Kau ini!” Mata Ruriko mendelik karena tersinggung. Dasar! Sudah pelit, menyebalkan pula. Malaikat apa dia ini sebenarnya?

Situasi mulai memanas. Malaikat itu sadar kalau ia tak bisa berada di dekat gadis itu lebih lama. Ruriko terlalu keras kepala, bahkan untuk mendengarkan nasihatnya. Malaikat itu pun memutuskan untuk kabur lagi.

“Hei!” Ruriko kaget saat sehelai bulu dilemparkan ke arahnya. Lagi-lagi, angin kencang menerpa. “Jangan pergi!” Larangan Ruriko sia-sia. Sang malaikat sudah lenyap bersama dengan terpaan angin itu. Ruriko melihat sekitarnya. Ia yakin sang malaikat masih berada di sekitar sini, sehingga ia memutuskan untuk menantangnya.

“Aku akan kembali lagi besok!”

***

Persis seperti ucapannya, Ruriko kembali menyambangi lokasi itu. Kali ini, ia tiba di tempat itu lebih malam karena ada pekerjaan mendadak di kantor. Suasana semakin menyeramkan, tetapi Ruriko tak gentar sedikitpun. Pikirannya sudah dipenuhi oleh keinginan untuk memberi pelajaran pada malaikat pelit itu. Pastinya, ia tak akan tega membiarkan Ruriko menunggu sendirian di tempat ini. Karena, malaikat bertugas melindungi manusia. 

Ruriko bolak-balik di sekitar lokasi. Sesekali, ia melihat bentangan langit malam untuk mengusir rasa bosannya. Kegiatan itu terus ia lakukan, sampai akhirnya Ruriko menyerah sendiri. Sudah hampir dua jam ia menunggu kemunculan sang malaikat. Gadis itu pun mulai dirundung kepenatan. 

Kakinya pegal, ditambah lagi badannya letih. Tapi, ia belum boleh kembali sebelum menemukan sang malaikat.

“Mou.” Ruriko berjongkok. Ia mulai bimbang karena rasa lelah ini. Haruskah ia pulang saja, lalu melanjutkan pencariannya esok hari? Lagipula, kalau semakin malam, Ruriko akan ketinggalan bus yang mengantar ke rumahnya. 

Dengan sebuah erangan, Ruriko berdiri. Sebelum melangkahkan kakinya meninggalkan lokasi, Ruriko melihat ada sorotan cahaya lampu senter. Ruriko tercenung melihat seorang petugas keamanan mendatanginya. Kali ini masalah apalagi yang harus ia hadapi?

“Permisi, nona.” Ruriko bergeming menerima sapaan formal itu. Sosok bertubuh gempal dan lebih pendek darinya terlihat mengeluarkan sesuatu.

“Ada laporan adanya aktivitas mencurigakan di tempat ini. Anda diduga tengah bolak-balik di lokasi selama dua hari berturut-turut. Boleh saya tahu, apa tujuan anda?”

“Eh?” Ruriko hanya tercenung dengan wajah bodohnya. Ia tak menyangka kalau kegiatan menunggu malaikat yang sudah ia lakukan selama dua hari itu menimbulkan keresahan masyarakat. 

“Tolong berikan alasannya.” 

“T-tidak. Aku hanya ….” 

“Anda bisa ikut ke kantor polisi?”

“Eh! Tunggu!” Ruriko panik. Jantung Ruriko langsung berdegup kencang. Ia tak berniat jahat sedikitpun. Tujuannya hanya mencari sang malaikat. Sehingga Ruriko menolak dibawa ke kantor polisi. 

“Percayalah. Aku tak memiliki niat jahat.” Ruriko berusaha menjelaskan pada petugas keamanan itu. Tetapi, kata-katanya sedikitpun tak terdengar meyakinkan. 

“Aku sedang ada urusan …”

“Urusan apa?” 

Sampai sini, Ruriko tercekat. Ia kehabisan ide untuk berkelit. Gelagat gadis itu pun berubah gugup. Ia mengacak-acak rambutnya. 

“Misi apa? Anda pasti mengarang saja. Ayo ikut saya!”

“T-tidak! Tunggu!” Ruriko meronta. Ia bahkan menahan kakinya saat sang petugas menarik paksa lengannya. 

“Tunggu, saya mohon, pak!”

“Eh! Ada apa ini?” Suara yang muncul mengalihkan perhatian mereka berdua. Ruriko kaget melihat sosok Kasumi mendekatinya. 

“Kasumi!?” 

“Ada apa ini, pak?” Sosok yang mengenakan cardigan hitam itu langsung bertanya pada petugas keamanan yang tengah berurusan dengan sahabatnya itu. Sang petugas pun menjelaskan.

“Dia lalu lalang di lokasi ini selama dua hari berturut-turut. Ada laporan masuk sehingga saya hendak membawanya ke kantor polisi.”

“Tunggu. Dia teman saya. Kebetulan kami janjian di sini. Maaf sudah merepotkan.” Kasumi membungkuk sopan. Ekspresi dan ucapannya mampu meyakinkan polisi patroli itu sehingga ia langsung percaya. Akhirnya pria itu pun mohon diri lalu meninggalkan mereka berdua. 

Ruriko menghela nafas lega. Setelah diselamatkan oleh malaikat, kini ia diselamatkan oleh temannya sendiri. Tapi, ia tak menyangka juga akan bertemu lagi dengan Kasumi di tempat seperti ini. Atau jangan-jangan Kasumi tinggal area ini?

“Ah, Ruri-chan. Memang apa yang kau lakukan di tempat ini? Malam-malam lagi,” keluh Kasumi seraya berkacak pinggang. Ruriko hanya memainkan jarinya dengan raut gugup. 

“Maaf, ada sebuah urusan.”

Kasumi geleng-geleng kepala mendengarnya “Kau ini dari dulu selalu melakukan hal yang aneh.” Ia menghela nafas lalu tersenyum tipis. 

“Ya. Maaf,” tukas Ruriko sambil memasang ekspresi pura-pura cemberut. Setelah itu, ia mengulum bibirnya membentuk sebuah senyuman. 

“Terima kasih, ya. Kasumi,” ucap Ruriko. “Ngomong-ngomong, kau tinggal di sini?”

Kasumi hanya mengangguk. “Ya. aku menyewa apartemen tak jauh dari sini.” Telunjuk Kasumi mengarah pada suatu bangunan. Ruriko hanya manggut-manggut dengan bibir mengerucut. 

“Aku permisi, ya.” Kasumi sepertinya sedang buru-buru. Ruriko juga tak ingin berlama-lama di sini. Jadi, mereka berdua akan kembali berpisah. 

Setelah saling melambaikan tangan, Kasumi pun beranjak duluan. Ruriko masih diam di tempat sambil terus memperhatikannya. Entah kenapa, suatu firasat buruk kembali muncul saat ia melihat gelagat Kasumi. Langkahnya terhuyung, tetapi wanita itu memaksakan diri untuk berjalan. 

Sampai beberapa meter, Kasumi mulai sempoyongan. Ruriko kaget dan berniat untuk menyusulnya. Tapi, tubuh Kasumi keburu ambruk sebelum Ruriko sempat menahannya. 

“Kasumi!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status