Share

Miracle

Pelaku yang diduga wanita mendorong tubuh Kasumi sampai ia terjatuh dari balkon. Menurut keterangan saksi mata, sempat terdengar suara pertengkaran yang bersumber dari apartemen Kasumi. Sampai akhirnya, terlihat pelaku melesakkan tubuh Kasumi kuat-kuat ke balkon. Wanita itu pun langsung terjatuh dari lantai dua. Sementara itu si pelaku langsung kabur begitu saja. Saat ini, Polisi berusaha melacak keberadaannya. 

Kasumi sendiri langsung mendapat pertolongan intensif. Ia tengah berada di ruang operasi. Kondisinya cukup parah. Ia mengalami patah tulang dan luka berat di  bagian kepala. Yang fatal memang luka di kepalanya, sehingga Kasumi belum juga siuman. Dengan kondisinya yang lemah, nyawa bayi yang dikandungnya juga ikut terancam. 

Mengurut keningnya, Ruriko berusaha menenangkan diri dari kekalutan. Tetapi, mengetahui kondisi Kasumi serta bayinya tentu saja tak bisa membuatnya tenang. Kemungkinan wanita itu untuk bisa selamat amatlah kecil. Hanya mengharapkan sebuah keajaiban terjadi. 

 Keajaiban? 

Ruriko pernah mengalaminya. Keajaiban yang diwujudkan oleh sosok malaikat, bahkan saat gadis itu sudah menghadapi kematian. Malaikat itu mengijinkan Ruriko untuk hidup kembali. Alhasil, selama enam tahun, gadis itu bisa kembali mengecap manisnya kehidupan. Semua itu berkat sang malaikat. 

Jadi, bisakah keajaiban itu terjadi untuk Kasumi dan bayinya? Ruriko langsung memejamkan mata, berharap ada malaikat yang mendengar permohonannya. Malaikat ada untuk menolong manusia, bukan? 

Tepat ketika Ruriko berpaling, ia melihat sehelai bulu sayap muncul di tengah koridor rumah sakit, tepat di depan pintu ruang operasi Kasumi. Ruriko langsung tercekat lalu menutup mulutnya yang menganga lebar. Bulu sayap itu berganti wujud menjadi sosok makhluk dengan sepasang sayap putih yang terkembang indah. 

Ruriko mengenal makhluk itu sebagai si malaikat pelit yang terus menghindarinya. Tapi, saat ini ia malah muncul tepat di hadapan Ruriko. Apa artinya, sang malaikat mendengar permohonan Ruriko? 

“K-kau ….” Ruriko berdiri lalu menghampiri sosok itu. Si malaikat hanya melirik singkat tanpa mengucapkan sesuatu. Setelah itu, ia bergerak menembus pintu ruang operasi. Orang luar selain petugas medis dilarang masuk. Mungkin peraturan itu tak berlaku untuk malaikat. Begitu pikir Ruriko sambil tercenung menatap pintu ruangan yang masih menutup rapat-rapat. 

Entah apa yang si malaikat tengah lakukan. Mungkin saja menolong Kasumi dengan kekuatannya. Ruriko amat yakin. Perasaan lega langsung menyelimuti hatinya. Kini, tinggal menunggu operasi selesai. Para petugas akan keluar dari ruangan dengan membawa kabar baik mengenai kondisi Kasumi serta bayinya. Mereka berdua pasti akan selamat.

Ruriko terus menunggu, bahkan sampai ia sendiri mulai kelelahan lalu mengantuk. Sampai akhirnya, ia terbangun ketika mendengar suara tangis bayi. Sumbernya berasal dari ruang operasi. Bayi Kasumi ternyata telah lahir. Kantuk Ruriko seketika lenyap. Ia berdiri di depan pintu dengan perasaan harap-harap cemas.

Tak lama, pintu ruang operasi terbuka. Para petugas berhamburan keluar ruangan. Ruriko menyingkir sedikit sambil memperhatikan mereka. Dua petugas sibuk mendorong dua buah ranjang, yang satu lebih besar. Mungkin itu tempat Kasumi terbaring. Yang satu berbentuk seperti boks. Pasti itu tempat sosok bayi yang baru saja lahir. 

“Anda keluarganya-kah?” Teguran itu mengalihkan perhatian Ruriko. Ia menghadapi salah satu dokter yang menangani operasi Kasumi. Ia masih mengenakan pakaian operasi lengkap, hanya tanpa masker di wajahnya. 

“Bukan. Saya temannya.”

Pria yang menjadi lawan bicara Ruriko itu terlihat mencari-cari keberadaan sosok lain di sekitar mereka. Ruriko yang menebak gelagatnya langsung menjelaskan.

“Hanya ada saya. Keluarganya … belum datang ….”

“Begitukah.” Sang dokter manggut-manggut. 

“Bagaimana kondisi temanku?” Ruriko bertanya dengan tatapan penuh harap. Pria itu hanya menghembuskan nafasnya lalu menunduk. Raut wajahnya menyiratkan penyesalan. 

“Bayi-nya lahir dengan selamat. Tapi ibunya masih koma. Kami akan menempatkannya di ruang ICU.”

“Tapi, ia akan sembuh kan dokter?” Ruriko masih berharap. Pria itu menunduk singkat, geleng-geleng kepala sambil menghembuskan nafasnya.  

“Otaknya mengalami pendarahan, sehingga kemungkinan untuk selamat sangatlah kecil.” 

Ruriko hanya mematung di tempat. Ia tak menyangka kondisi Kasumi akan separah itu. Tapi, kenapa? Bukankah si malaikat sudah membuat keajaiban? Ia berhasil menyelamatkan bayi Kasumi. Pasti Kasumi juga akan diselamatkannya. 

Sampai sang dokter sudah mohon diri pun, Ruriko masih berada dalam posisi yang sama. Ia memandangi koridor rumah sakit. Pikirannya terus bekerja mencari cara menyelamatkan Kasumi. Ia harus menemui malaikat itu untuk meminta bantuannya secara langsung. Pasti akan ada keajaiban. Kasumi harus segera sadar. 

***

Dari balik kaca ruangan ICU, Ruriko memandangi sosok yang sudah dua hari terbaring koma. Kondisinya belum menunjukkan tanda-tanda kemajuan. Kasumi masih bergantung pada alat-alat medis untuk menopang hidupnya. Keluarga Kasumi sendiri sudah pasrah menerima konsekuensi terburuk, termasuk kehilangan putri semata wayangnya. 

Bagaimana dengan pelaku yang mencelakai Kasumi? Ruriko sendiri tak terlalu mengurusinya. Tapi, dengar-dengar kalau yang melakukan adalah istri sah dari sosok yang menghamili Kasumi. Ia hanya memperingatkan Kasumi untuk menjauhi keluarganya. Namun Kasumi bersikeras untuk membeberkan perbuatan suaminya. Pertengkaran pun tak bisa dihindari. Wanita itu akhirnya tak sengaja mencelakai Kasumi. 

Tapi, karena yang berbuat adalah istri dari seorang aktor, sudah pasti akan berusaha ditutupi. Sampai saat ini pun, belum ada pemberitaan mengenai kecelakaan ini, baik di media cetak maupun elektronik. 

Hembusan nafas Ruriko terdengar kasar. Ia memilih fokus memikirkan kesembuhan Kasumi ketimbang skandal itu.  Ruriko sendiri masih belum bisa menerimanya. Tapi, ia juga tak bisa melakukan apa-apa untuk mengubah keadaan. Menemui malaikat itu pun percuma karena Ruriko tak mengetahui keberadaannya. Seolah, makhluk itu memilih bersembunyi untuk menghindarinya. 

Meninggalkan ruangan ICU, Ruriko memutuskan untuk kembali ke rumahnya. Ia sering berkunjung ke sini dengan harapan mendapatkan kabar baik soal Kasumi. Tapi, selalu saja ia melihat Kasumi masih berada dalam kondisi yang sama. 

Sepatunya berdecit melewati koridor rumah sakit. Saat berada di persimpangan, langkah gadis itu langsung berhenti. Sesuatu yang ia lihat berhasil menahannya. 

Sehelai bulu sayap putih yang muncul lalu berganti wujud menjadi sosok makhluk bersayap putih. Namun, bukan si malaikat pelit. Ada sosok lain yang memiliki surai hitam. Ia membawa sebuah buku. Ruriko langsung teringat pada sosok malaikat maut yang pernah menolongnya enam tahun silam. Tapi, dari melihat wajahnya sekilas, sosok itu bukanlah sang malaikat yang ia cari.

Sosok itu melenggang begitu saja di tengah lalu lalang manusia. Tubuhnya menembus manusia-manusia yang berpapasan dengannya. Arah langkahnya menuju ke Ruriko. Gadis itu tercekat. Ia menatap bola mata malaikat itu, tetapi yang bersangkutan tidak bereaksi. Mungkin ia tidak sadar kalau Ruriko mampu melihatnya. 

Sampai akhirnya, tubuh makhluk itu menembusnya. Ruriko terpaku, melihat kedua tangannya sendiri sebelum kembali memperhatikan pergerakan makhluk itu. Menelan salivanya, Ruriko mempersiapkan diri untuk memanggil makhluk itu. 

“Hei!”

Gema panggilannya langsung mengalihkan pandangan beberapa orang. Tanpa mempedulikannya, Ruriko berjalan menuju sosok yang masih melenggang itu. Pasti ia tetap tak sadar kalau panggilan itu ditujukan padanya. Ruriko pun berniat mencegatnya langsung. 

Sebuah bulu sayap lain muncul di hadapan Ruriko. Kemunculan si malaikat pelit langsung menghentikan langkah gadis itu. Terlebih saat makhluk itu dengan panik memberikan isyarat berupa gelengan. Kedua tangannya membentuk silang. Ruriko hanya tercenung membaca pergerakan bibir makhluk itu. 

“Jangan lakukan.”

Ruriko berpaling untuk mencari keberadaan si malaikat maut. Tapi sayangnya sosok  itu sudah lenyap. Si malaikat pelit ikut melihat lalu menghembuskan nafasnya lega. 

“Ah, syukurlah.” Suaranya kali ini terdengar. Kedua mata Ruriko langsung melotot. Ia kesal karena sosok itu menghalangi niatnya. 

“Apa yang kau lakukan? Aku ingin menemuinya!”

“Jangan bodoh! Berbahaya tahu!” Makhluk itu balas memarahinya. Ia berkacak pinggang, menghadapi Ruriko dengan mata melotot. 

“T-Tapi, aku ingin minta ….”

“Dia tidak akan menolongmu!” respon malaikat itu tegas. 

“Aku hanya ingin Kasumi sembuh.” Bisik Ruriko. “Ia sedang kritis, jadi … aku ingin ada keajaiban.”

Keduanya saling diam. Sang malaikat menatap Ruriko lekat-lekat. Gadis itu hanya menunduk, berusaha menghapus cairan bening yang sebentar lagi akan terjun bebas. 

“Malaikat pernah menolongku, makanya aku ingin dia pun menolong Kasumi.” suara lirih Ruriko dijeda oleh isak tangisnya. Sang malaikat tertarik mendengar potongan kisah gadis itu. 

“Menolongmu?”

“Nona, apa yang terjadi?” Salah seorang suster menegur Ruriko. Gadis itu kaget. Ia lupa kalau dalam sudut pandang manusia, hanya dia yang menangis sendirian. Pasti tindak tanduknya itu menimbulkan kebingungan.

“Ah, tidak. Aku ...” Ruriko tersenyum lirih seraya menghapus cairan bening itu. Ia pun langsung membungkuk sopan untuk meminta maaf. “... temanku sakit, jadi aku merasa sedih.” jelasnya. Sang suster hanya mengangguk lalu menepuk lembut pundak gadis itu. 

“Semoga cepat sembuh, ya,” tukasnya ramah sebelum meninggalkan Ruriko. Gadis itu hanya tersenyum singkat. Sang malaikat memperhatikan Ruriko, tetapi gadis itu memilih untuk mengabaikannya. Meneruskan langkahnya, Ruriko akhirnya meninggalkan area rumah sakit. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status