Share

Move On!

“Hai, Sayang!”

Wanita itu mendudukkan dirinya di atas pangkuan Reza. Tak lupa, tangannya ia kaitkan di leher sang CEO dengan manja. "I miss you honey! Daddy tadi meneleponku. Dia mengingatkan tentang makan malam keluarga nanti malam. Kamu nggak akan lembur lagi dan kita bisa dinner bareng keluargaku, kan Sayang? Daddy dan mommy sudah sangat merindukan kita, loh."

'I-itukah istrinya?'

Rania jadi berpikir demikian, sebab wanita itu begitu bangga memamerkan kemesraan mereka di hadapan David, juga dirinya. Terlebih, Reza yang tidak menolak perilaku manja wanita itu, tak mungkin wanita itu bukan siapa-siapa, kan?

Tentu tak ada yang bisa dilakukan oleh Rania selain menunduk dan menelan salivanya berusaha untuk tidak mengubah mimik wajahnya dan terlihat biasa saja selama ada dalam ruangan Reza.

"Hmm, kita akan ke sana."

"Yes! Makasih ya Sayang, daddy pasti seneng banget kalo kita dateng. muah!"

Bibir wanita itu kembali mengecup Reza yang membuat hati Rania semakin remuk. Sesuatu yang menyesakkan dan mengganggu dirasakan hatinya. Meski Rania tetap berusaha profesional, dia tak memungkiri ada rasa kesal kala matanya tanpa sengaja mengintip kemesraan mereka.

"Kalau gitu sekarang yuk kita siap-siap cari baju dulu! Aku juga ingin nyalon dulu dan kamu kan nggak mungkin pakai baju kayak gini, Sayang. Aku ingin kamu tampilannya lebih fresh!"

"David, kosongkan jadwalku hari ini!"

"Yuk berangkat, Sayang!" Wanita itu sudah berdiri dari pangkuan Reza dan menarik tangan pria itu supaya cepat-cepat berdiri, seolah tak sabar dengan acara yang akan mereka hadiri.

"Sayang, kira-kira kita kasih kado apa ya buat daddy?"

"Menurutmu?"

"Gimana kalo kamu minta kakek buat goal-in project kilang minyak onshore-nya daddy? Kurasa itu bakal jadi hadiah ulang tahun yang bikin daddy seneng deh, Sayang!"

Rania tidak bisa mendengar lagi obrolan mereka selanjutnya apa karena pintu ruangan itu sudah ditutup dan menyisakan David dengan Rania saja di dalamnya.

"Rania kamu bisa kembali ke Light Up. Buat rekapan laporan dan saya rasa pekerjaanmu di sini sudah selesai. Nanti saya minta Desi untuk menyiapkan sopir kantor yang akan mengantarmu ke Light Up."

"Oh, tidak usah diantar Pak David. Saya bisa naik taksi kok. La-lagian ini dekat dengan jam istirahat dan saya mau beli sesuatu dulu untuk makan siang di luar sebelum kembali ke kantor."

Matahari bersinar cukup terik siang ini. Rania tahu, seharusnya dia langsung naik taksi ke Light Up usai menolak tawaran David soal sopir perusahaan yang akan mengantarnya tadi. Namun, yang dia lakukan sekarang justru menghabiskan waktu untuk menyusuri trotoar sambil menumpahkan semua tangisnya saat berjalan.

'Tak bisakah kau berhenti menangis, Rania? Lagian kejadian ini sudah lama sekali tapi kenapa kau masih terus saja menangisinya?’

Rania juga tidak tahu apa yang dia inginkan dengan menangis begitu. Bukankah seharusnya dia sudah tahu kalau Reza tidak lagi menginginkannya sejak mereka berpisah?

Lagi pula memang tidak ada hubungan serius di antara mereka saat ini kecuali sebagai CEO dan sekretaris di Light Up. Lalu, kenapa dia masih menangisi Reza? Apa yang Rania harapkan?

‘Kenapa aku terus menangisi Reza? Ayo move on, Rania! Kamu masih punya Marsha!'

Kata-kata itu terus digaungkan Rania di dalam hatinya dan membuat dirinya punya kekuatan untuk memberhentikan taksi, kembali ke kantornya dan menyelesaikan semua pekerjaannya.

MOVE ON!

Entah berapa ratus kali Rania sudah mengutarakan itu di dalam hatinya setiap kali dia mengingat tentang Reza.

Rania berhenti menangis. Rania mencoba fokus hingga semua pekerjaannya bisa diselesaikan dan dia bisa pulang tepat waktu karena selama ini Rania selalu saja lembur dengan pekerjaan yang menumpuk dari Reza dan revisi yang tidak ada habisnya

"Mamaaaaaa!"

Senyum dan tawa bahagia dari seorang gadis kecil yang melihat mamanya menjemputnya di sekolah, membuat mood Rania semakin baik, sore itu.

Rasa sakit yang ditorehkan Reza memang belum hilang sepenuhnya tapi bocah itu berhasil membuat Rania merasakan secercah kebahagiaan saat tangan kecilnya melingkar di leher Rania. Cinta yang tulus diberikannya untuk Rania dan wanita itu tahu dari cara putrinya mengecup dahinya dan mengecup pipinya, memang memberikan harapan dan semangat baru untuknya.

Rania tahu kalau dirinya tidak boleh menyerah. Rania tahu dia harus tetap berjuang demi putrinya. Meski Rania juga tahu kalau dirinya kemungkinan akan mengalami masa-masa berat beberapa minggu ke depan.

'Tapi aku tidak akan pernah membiarkan putriku kesulitan! Aku harus mendapatkan pekerjaan baru sebelum Reza memecatku. Karena dia memang tidak menginginkanku di perusahaan itu!' bisik hati Rania mengingatkan pada dirinya sendiri.

Bayang-bayang kesulitan ekonomi yang pernah menghimpitnya beberapa tahun lalu memang tidak pernah bisa dilupakan oleh Rania. Kehidupan ekonominya sebelum bertemu dengan perusahaan tempatnya bernaung sekarang memang bisa dikatakan turun naik dan sangat buruk!

Rania tidak mau lagi terjebak dalam masalah itu apalagi sekarang putrinya membutuhkan dana lumayan besar untuk sekolah dan biaya hidup.

"Mama, ni dali om Amal buat Acha!"

"Amar?"

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Mara Mahesti Putri
racun aja tu perempuan biar gak jd ama Reza ...
goodnovel comment avatar
putri eka
gila ya,baru bab 3 gue udah ninggalin air mata.........
goodnovel comment avatar
Ira siregar
semangat Rania...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status