"Kamu pakai dulu deh seatbelt-nya. Sini kuenya aku pegangin dulu.""Oh, iya makasih Mar."'Haduh, Kenapa aku bisa lupa kalau masih ada mereka dan aku tadi ngeloyor pergi gitu aja!'Sesaat setelah Rania menyerahkan kue dia ingin pasang seat belt makanya menatap ke arah kiri dan sadarlah dia kalau masih ada bayang-bayang beberapa orang berdiri di pintu masuk lobi kantornya. Pucatlah wajahnya."Sini kuenya aku udah selesai. Yuk cepetan kita pulang Mar, kesian Acha!" Rania ngeri berlama-lama di sana. Untuk sekarang Rania memilih menghindar."Hmm. Ngomong-ngomong soal Acha, tadi itu seru loh ngeliatin Acha yang nyeritain tentang ulang tahunmu sama temen-temennya di sekolah pas udah bubaran kelas," sambil menginjak pedal gasnya Amar sambil bercerita.'Tapi seharusnya nggak masalah dong buat aku kalau tadi Amar kasih surprise ulang tahunku di sana ya?' Rania mencoba mencari alasan mengurangi rasa bersalahnya di hatinya, tanpa merespon Amar.'Dan nggak masalah juga kali ya kalau aku nggak ng
'Tunggu, dari awal aku bekerja di sini aku sering pakai ini dan dari awal dia masuk sini dia sudah sering melihatku pakai ini juga! Kenapa baru ditegur sekarang?' Ada kebingungan dalam hati Rania."Maaf Tuan Clarke, saya akan segera salin pakaian saya.""Karyawan terbaik di perusahaan ini tapi tidak bisa menjaga dirinya sendiri dan menggunakan pakaian yang sopan! Pantas saja banyak karyawati di Light Up meniru gayanya yang sangat menjijikan!"'Dia salah minum obat kah sampai tumben pagi-pagi begini memprotes pakaianku? Apa dia mulai tidak benar lagi otaknya? Cari gara-garakah dia gara-gara yang semalem?' pikiran negatif makin menguasainya. Rania sedikit memicingkan mata dan dia berani menatap bosnya yang biasanya dia hindari sorot matanya itu."Salah dengan yang kukatakan?" Reza mengerutkan dahinya. Tapi Rania tak menjawab. Hanya diam menatapnya penuh emosi."David tunjukkan berita pagi ini padanya!""Baik pak!" sesegera mungkin David mendekat pada Rania dan menunjukkan apa yang ada
'Sudahlah, bukan urusanku. Apapun yang ingin dilakukan bersama dengan suaminya itu bukan urusanku. Aku tak ada hubungan apa-apa dengan suaminya.'Rania menghindar dan meminta waktu pada pelayan untuk lihat-lihat dulu.Dia heran pada dirinya sendiri kenapa sih dia tidak bisa melupakan pria dari masa lalunya? Padahal seharusnya mudah sekali jika dia ingin melupakannya apalagi sekarang matanya bisa melihat bagaimana Amar sangat mencintai putrinya.Bukankah dia hanya ingin membahagiakan Marsha? Bukankah Amar adalah pria yang tepat karena dia sangat mencintai putri Rania? Lalu kenapa Rania harus memikirkan ayah biologis putrinya yang tidak pernah mau mengerti tentang perasaannya dan juga tidak pernah tahu kehadiran putrinya? Pria yang tidak mau memikirkan tentang mereka. Bukankah sebaiknya harus dilupakan? Apalagi pria itu juga sudah memiliki kehidupan sendiri bersama dengan wanita yang dinikahinya.Sudah berapa kali Rania berpikir soal ini? Kenapa dia masih juga tetap bodoh memikirkan pri
"Ini laporan rapat dari divisi kami, Rania!""Makasih ya, Bu Nita!"Rania lalu pergi lagi setelah dia mendapatkan data yang dia inginkan."Yang ini dari hasil laporan divisiku. Sukses ya Rania!""Makasih Pak Cahyo, ya!"Rania keluar lagi dari ruang divisi dan sudah naik lift lagi menuju ke divisi selanjutnya. Terus-terusan mengumpulkan laporan."Makasih, Bu Lidya. Lega aku semua data kekumpul. Aku mau ke mejaku buat laporannya dulu ya,""Iya Rania, semangat ya. Kamu nggak usah pikirin macam-macam emang CEO kita ini agak gila. Kamu yang sabar ya jadi sekretarisnya!"Terharu hati Rania melihat kebaikan para staf di kantornya. Padahal Rania tak cerita apa-apa soal dirinya yang diminta Reza menyelesaikan tugasnya. Awalnya saat Reza meminta Rania menyelesaikan laporan, Rania kebingungan karena dia tidak ada di rapat itu. Ke mana dia harus cari informasinya?'Untung aja aku dapat pesan Whatsapp dari Pak David dan bilang kalau sebaiknya aku coba hubungin di divisi lain. Untung dia masih bai
"Carrot! Sejak kapan aku suka makan carrot? Dan kenapa dipiringku selalu ada carrot?"ACHA GA MO WOLTEL MAMA! ACHA GA SUKA!Selintas setelah mendengar ucapan Reza, Rania jadi terngiang-ngiang kata-kata putrinya yang memang suka sayur apapun tapi tidak dengan wortel. Marsha sangat tidak menyukai wortel.Rania tidak pernah tahu sebelumnya kalau Reza tidak menyukai wortel. Rania kembali berpikir apakah ada yang dia lupa saat dulu dia bersama dengan Reza?Pria itu memang tidak pernah menceritakan makanan yang dia suka dan tidak suka. Tapi seharusnya di catatan Pak Bagus ada.Apakah dia membaca cepat-cepat sampai dia tidak fokus?"Harusnya sebagai sekretarisku kau tahu makanan ini tidak mungkin bisa kumakan. Di pertemuan lalu juga aku tidak memakan makananku. Harusnya kau berpikir apa yang salah dengan makanan ini bukan diam saja dan menghabiskan makananmu. Apa sulit untuk sedikit peka?""Sa-saya--""Kenyang kau sekarang?”Mau bilang apa Rania? Dia juga bingung dan sudah nge-dredeg jantung
"Pak Reza, maaf menginstruksi karena Ibu Rania tidak bersalah dan dia bersih," untung saja Bagus segera mengoreksi kata-kata Reza.Tapi bosnya tak mengatakan apapun dan tak juga menatap Rania.Reza membiarkan petugas membawa para manajer kelas atas dari Light Up. Sehingga ruangan itu hanya tinggal menyisakan Bagus, David, Reza dan Rania yang sedikit canggung.Dia sama sekali tidak tahu kalau petinggi-petinggi dari perusahaan tempatnya selama ini menggantungkan perekonomian sudah berbuat curang pada perusahaan sampai dia mendengar semua penjelasan dari Bagus yang menceritakan secara detail pada Reza."Jadi staff baru sudah kau siapkan?""Sudah, Pak Reza. Mereka akan mulai bekerja senin depan. Dan Kita akan melakukan sosialisasi pada para karyawan. Memberitahukan kepada mereka apa alasan pencidukkan mereka dan tentu saja meminta mereka untuk bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin baru di perusahaan ini."Sayang! wah, aku meneleponmu tadi tapi tidak aktif nomor teleponmu! Ternyata kau di
'Rania, tenang! Kau Dan Dia tidak punya hubungan apa-apa! Jadi tidak perlu cemas! Kenapa memangnya kalau kau bertunangan dengan Amar? Bukan urusannya!'Rania sudah tidak berniat untuk kabur saat dia menggunakan otak warasnya. Tapi memang ada satu hal yang kini masih dicemaskannya.'Aku tidak ingin dia tahu tentang Marsha. Dan aku harus mencoba mengalihkan pembicaraan apapun soal Marsha. Aku harus jelaskan pada Amar supaya tidak membawa-bawa Marsha dulu di acara ini!'Rania khawatir akan putrinya. Wajah putrinya yang mirip sekali dengan ayah biologisnya ini yang membuat dirinya tak tenang saat mata anak dari Michael sempat meliriknya. Masih sama dengan pandangan pria itu di kantor, kaku dan dingin."Nah, Reza, Febry, kenalkan ini teman daddy, Rahma dan Bayu Gunawan. Pemilik Gunawan group departemen store. Nah di sampingnya ini, Amar anak dari Bayu dan Rahma. Lalu di sebelahnya, Rania calon istrinya Amar.""Rania? Kurasa aku mengenalmu kan? Kau--""Selamat malam Tuan dan Nyonya Clarke."
"Apa? Rania putrimu?""Maaf, bukan!"Bayu jelas kaget mendengar pengakuan dari sahabatnya sekaligus rekan bisnisnya, Ganes.Dan lebih kaget lagi dirinya saat mendengar jawaban Rania dengan tatapan matanya penuh dengan emosi.Bisa dilihat di sana Rania memang mengenal pria itu tapi dia menyimpan amarah. Rania tak bisa menutupinya."Rania, Apa yang kamu katakan? kamu ingin mempermalukan papamu di depan teman sekaligus rekan kerja papa dengan mengatakan kamu bukan anak papa?"Ingin sekali Rania menampar papanya sendiri! Masih jelas dalam ingatan Rania Bagaimana papanya sudah mengusirnya. Mamanya juga tidak pernah membelanya. Tapi sekarang Rania bisa melihat seorang wanita mendekat dan sepertinya akan membuat sandiwara makin mencengangkan setelah tadi papanya lebih dulu menghampiri."Ya ampun Rania! Kamu kemana aja nak? Sudah lama Mama mencarimu sayang!""Jakarta ini sebesar apa sih? Kalau kalian berniat untuk mencariku kalian sudah melakukannya sejak dulu! Apalagi dengan semua kemampuan