Share

Ayah untuk Marsha

"Amar?"

“Iya! Om Amal ada di dalem temenin Acha main!”

Rania kaget ketika melihat kerajinan tangan yang dipegang oleh anaknya berupa kalung yang dibuat dari manik-manik. Nama pria yang barusan disebut putrinya melingkar di sana, membuat Rania terusik.

"Hai Rania! Marsha sudah panggil aku, kayaknya aku gak bisa sembunyi lagi deh."

Rania langsung menatap sosok yang berjalan mendekat padanya dan Marsha. "Amar? Kenapa kamu bisa ada di sini?"

"Sekolah ini punya tanteku, Rania. Tante Soraya, istrinya Om Ardy."

"Bu Raya?"

"Hmm. Kebenaran banget ya! Ponakanku ini seneng banget loh liat Marsha sekolah di sini,"

Tiba-tiba, Soraya yang barusan namanya disebut juga ikutan mendekat.

"Amar sama Marsha itu lengket banget. Pokoknya kalau Amar udah dateng, Marsha cuma mau sama dia. Apa-apa berdua, sampe makan aja maunya disuapin sama Amar!" 

Rania berdiri dengan canggung, terlebih saat ia melihat senyum dari Amar yang terus-terusan dipuji Soraya.

"Jangan bilang, kamu udah rencanain ini, Mar?” Pandangan mata Rania menatap tajam ke arah pria itu.

Rania memang sudah mencari tahu tentang sekolah terbaik di sekitaran apartemennya dan mendapatkan sekolah yang ditunjukkan oleh Amar beberapa bulan yang lalu sesuai dengan kriterianya.

Amar malah cengengesan, seolah tidak merasa bersalah.

Andaikan Rania tahu dia pasti akan memilih sekolah yang lain dan menjauhkan putrinya dari Amar. Bukan karena Amar adalah orang yang jahat dan sangat berbahaya bagi putrinya. Hanya saja, Rania belum sanggup membuka hatinya, jika sang anak menuntutnya lebih jauh.

"Om Amal! Acha mo liatin mama yang tadi itu loh yang di dalem!"

"Oh, ayo Sayang!"

Keduanya sudah sangat bersemangat sedangkan Rania tak tahu apa yang mereka lakukan di dalam hanya termangu.

"Ayo Mama cepetan!" dan kini, tangannya sudah digeret oleh putrinya masuk ke Aula bermain.

Kalau bukan karena rasa tak enak pada ibu Soraya yang juga seakan menyuruh Rania untuk masuk ke dalam, Rania pasti sudah pamit pulang dan tidak mau menuruti permintaan putrinya.

Amar bukan orang asing untuk Rania. Amar adalah atasan pertamanya di tempat kerja pertama kali saat wanita itu keluar dari rumah beberapa tahun yang lalu. Perhatian juga kebaikan pria itu membuat Rania serba salah. Bahkan, saat tahu Rania tengah hamil anak pria lain, Amar tidak menjatuhkan penilaian buruk padanya. Karena tidak ingin terikat hutang budi, Rania memutuskan resign dan fokus pada bisnis online kecil-kecilannya.

Namun, pria itu rupanya tak mudah menyerah. Hingga saat ini, bisa dibilang … Amar adalah orang kedua setelah Rania yang begitu dekat dengan Marsha. Ada ketakutan yang terselip ketika melihat kedekatan mereka … Rania takut jika upaya Amar mendekati Marsha hanyalah upaya untuk membuatnya jatuh cinta. Bukan karena benar-benar tulus, tetapi ada pamrih di belakangnya.

"Mar, Kamu nggak seharusnya repot-repot seperti itu loh buat Marsha. Lagian, kerjaanmu juga banyak kan di departement store? Harusnya kamu enggak buang-buang waktumu untuk sesuatu yang sia-sia!"

Dan kalau Rania tidak datang cepat, mungkin dia tidak akan pernah tahu kalau Amar selalu mengunjungi putrinya. Makanya dengan sedikit emosi Rania menegur Amar.

"Sia-sia gimana sih?"

Rania memutar bola matanya, kesal. Gadis itu yakin, Amar bukan orang bodoh yang tak paham arah kalimat Rania. "Aku lagi marah, Mar, bukan ajak kamu bercanda!"

"Hmm, kalo dimarahin wanita secantik dirimu yang meski marah juga tetep cantik, ya aku mau lah, Ran."

Amar malah menanggapi dengan candaan dan duduk di sofa yang berseberangan dengan posisi Rania duduk.

"Jangan gombal, Mar! Aku lagi serius!"

"Eh, beneran Ran.” Amar menyangkal. “Aku malah seneng loh bisa main sama Marsha.” Pria itu mengukir senyumnya lagi. “Makasih ya hari ini kamu ngizinin aku buat nganterin dia pulang ke apartemen kalian. Terus kamu juga udah ngizinin aku buat makan malam sama Marsha. Aku seneng banget bisa main Timezone sama dia, seru!"

Rania kembali menghempaskan napas pelan mendengarkan cerita antusias Amar.

"Oh iya! Mama sama papa juga udah kangen loh sama Marsha, Ran. Kapan kamu mau bawa Marsha ke rumah lagi ? Udah lama loh dia nggak mampir."

Amar memang sudah memperkenalkan Rania dan Marsha pada keluarganya yang memang menyambut hangat kehadiran dua wanita yang dibawa Amar. Mereka semua keluarga yang baik. Namun, untuk Soraya, pengecualian! Rania merasa Amar telah membohonginya untuk yang satu ini. Dia pun menatap sinis pada Amar.

"Kenapa melihatku begitu? Mama papaku yang ingin bertemu dengan Marsha, kan. Adikku si Sita juga,” aku Amar enteng. “Marsha itu kan emang ngangenin, lucu, ngegemesin banget Ran. Dan namanya juga kakek dan neneknya, ya, jelaskanlah mereka kangen pasti ama cucunya."

"Amar, jangan mulai lagi!" seru Rania memperingati pria yang selalu saja tidak pernah menyerah untuk mendapatkan hatinya itu padahal sudah beratus-ratus kali ditolak.

"Rania, Aku tuh nggak pernah main-main dengan perasaanku padamu."

"Amar kita nggak usah ngebahas ini!"

"Tapi kurasa kita harus membahasnya lagi, Ran."

Bahkan Amar sudah pindah duduk dari yang tadi di sofa di seberang Rania, kini pindah di dekat Rania. Meskipun wanita itu tadinya ingin mengusirnya tapi Amar tetap berusaha memegang tangannya cukup kuat.

"Amar lepasin!" Rania berontak.

Tak menggubris Rania yang terus mencoba melepas genggaman tangannya, Amar pun menatap penuh pada manik Rania. "Rania tolonglah, berikanlah aku kesempatan."

Komen (11)
goodnovel comment avatar
Mara Mahesti Putri
Hemmm, pilihan syulit nih... antara masa depan dg masa lalu...
goodnovel comment avatar
putri eka
Rania............
goodnovel comment avatar
Ira siregar
selain masa kalau yang pahit di hati Rania masih ada Reza,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status