Share

2. Pertemuan Setelah Lima Tahun

DI KEHIDUPAN SEBELUMNYA, selama Ashraff mengikuti reuni, rata-rata dari hadirin tidak tertarik untuk bernostalgia dengan kisah-kisah mereka selama bersekolah di SMA Islam Al-Mustaqim, mereka malah membicarakan keburukan Ameena. Jika dipikir-pikir, SMA Islam Al-Mustaqim tidak akan memalukan untuk dikenang. Meski termasuk sekolah swasta, setiap tahun selalu berprestasi termasuk dalam komitmen untuk membentuk karakter islami, dimana seluruh murid sampai diwajibkan untuk menutup aurat dan menyetorkan hafalan Al-Quran. Tapi, daripada mengenang masa SMA, mengapa orang-orang malah memilih untuk ghibah?

Akan mulai membenahi kehidupan Ameena, Ashraff memutuskan untuk mengawali dengan mengakui kesalahan terfatal Ashraff kepada Ameena. Di hadapan teman-teman SMA mereka nanti, Ashraff akan meminta maaf kepada Ameena karena sudah memfitnah Ameena. Agar semesta mengetahui bahwa Ameena tidak pernah merayu Mirza. Yang merupakan kebenaran, Ameena malah dilecehkan Mirza. Di sini, status Ameena adalah korban dan di mana-mana korban harus mendapatkan keadilan.

Pukul setengah empat sore, Ashraff sudah sukses mendatangi rumah Ameena dengan membawa sebuah rencana: mengajak Ameena untuk menghadiri acara reuni. Alhamdulillah. Dia tidak sampai kesasar selama menelusuri alamat Ameena dengan berbekalkan ingatan lampau.

Di depan sebuah rumah berpintu cokelat kehitaman, Ashraff sedang menunggu respons dari 'tuan rumah' selepas menciptakan suara ketukan dan mengucapkan salam. Yang diterima Ashraff duluan adalah sahutan salam.

"Maaf, Nak, cari siapa, ya?"

Kepada Ashraff, Bu Layla menampilkan ekspresi bingung. Memang benar bahwa Bu Layla sudah terbiasa menerima tamu, tetapi mereka dari kalangan ibu-ibu—bukan mas-mas—dan kedatangan mereka semata-mata untuk menjahitkan busana. Tapi, sekarang? Bu Layla malah dihadapkan dengan sosok laki-laki muda berpakaian rapi dengan karakteristik wajah terbilang asing.

Melihat ibunda dari Ameena, Ashraff sempat membunguk singkat untuk meraih tangan kanan Bu Layla sebelum dicium dengan takzim. "Perkenalkan, Bu. Saya Achmad Ashraff. Teman SMA Ameena."

Perkataan Ashraff dilantunkan dengan santun dan ditaburi dengan senyuman manis. Dia sudah bertekad untuk membuat Bu Layla terkesan. Akan tetapi, wanita berhati lembut dengan tubuh dibungkus gamis cokelat tersebut malah menggaruk kepala. Apakah karena terheran-heran dengan kehadiran Ashraff?

Menyoroti kerutan halus tengah menodai kening beserta kelopak mata Bu Layla, Ashraff langsung ketularan bingung. "Kenapa, Bu? Apakah wajah saya kurang meyakinkan untuk menjadi teman Ameena?"

"Eh? Ngga, Nak."

Bu Layla terkesiap. Dia merasa bersalah karena sudah menganggurkan Ashraff. Alasan mengapa bibir dari wanita berkerudung hitam tersebut bergegas terbuka untuk menyampaikan, "Ibu ngga bermaksud untuk meragukan kamu. Tapi, Ibu cuma kaget saja. Yang Ibu tahu, Ameena ngga memiliki banyak teman dekat selain April. Mungkin, tanpa harus menunggu dijelasin langsung sama Ibu, Nak Ashraff sudah mengerti kenapa."

Mengangguk dengan samar berarti membuktikan bahwa Ashraff memang sudah mengerti. Ada tiga masalah mendasar. Yang kesatu, Ameena adalah anak dari koruptor kelas kakap dan ayah Ameena malah masih dipenjara sampai sekarang. Yang kedua, semasa mereka kelas XII SMA, Ameena dikeluarkan dari sekolah secara tidak terhormat karena kasus asusila Ameena terhadap Mirza. Yang ketiga, keviralan Ameena selepas merusak hubungan Mario dan Shalfa. Menjadi orang ketiga? Yah. Meski Mario sudah bertunangan dengan Shalfa? Yah.

Mengetahui Ameena berpacaran dengan Mario, Shalfa mengamuk kepada Ameena dengan melabrak Ameena untuk divideokan dan disebarluaskan. Di sini, Ameena bukan tidak memahami bahwa Mario sudah memiliki kekasih. Yang menjadi daya tarik untuk Ameena, laki-laki berusia 33 tahun dengan status aparatur sipil untuk salah satu lembaga milik negara tersebut selalu loyal kepada Ameena. Tiap Ameena meminta sesuatu, Mario tidak ragu-ragu untuk mengabulkan dan tanpa mengenal istilah bersyarat. Akan tetapi, hubungan mereka sudah tidak dapat dilanjutkan karena ibunda dari Mario sedang sakit dan meminta Mario untuk tetap bersama Shalfa. Menghadapi keadaan berhawa suram, sosok manusia dengan karakter keras kepala tersebut tidak bisa melawan. Meski Ameena diam-diam masih dihubungi, Ameena sudah keburu malas untuk meladeni Mario karena kemarin sempat diviralkan Shalfa. Membuat Ameena terkenal karena suatu keburukan.

"Jadi, Nak Ashraff dateng ke sini untuk ketemu Ameena, ya?"

"Iya, Bu."

"Yah. Ameena malah sedang keluar."

Pada awalnya, dengan mendengar keterangan barusan, Ashraff harus bersahabat dengan nestapa. Tapi, benarkah Ashraff bersedih karena ucapan dari sosok wanita berusia 52 tahun tersebut? Memang Ashraff sedang bersedih, tetapi tidal akan berlarut-larut mengingat kekecewaan Ashraff semula sudah digeser dengan harapan baru.

"Tapi, mungkin ... Ameena ngga akan keluar lama, kok," kata Bu Layla dengan nada semringah selama sedang membentangkan senyuman cerah.

"Maaf, Bu, apakah saya boleh menunggu Ameena?" tanya Ashraff karena sudah bertekad untuk membawa Ameena ke tempat acara reuni SMA mereka.

"Boleh, Nak. Boleh."

Bu Layla tidak keberatan. Malah langsung mempersilakan Ashraff dengan ramah sekali. Membuat Ashraff merasakan kehangatan tidak terkira.

"Masuk dulu, yuk!"

"Ibu buatkan minuman sekalian."

Di ruang tamu, Ashraff sudah menikmati momen menunggu dengan ditemani debaran tidak menentu. Kenapa? Karena Ashraff malah teringat dengan cuplikan momentum tertragis Ameena selama bersekolah di SMA Islam Al-Mustaqim. Di hadapan murid-murid terutama dari kelas XII, Ameena disirami dengan berbagai cacian dan hinaan hingga membuat Ameena berselimutkan tangisan beserta emosi.

Menghitung dari hari terakhir Ameena bersekolah di SMA Islam Al-Mustaqim, berarti sekarang sudah tahun kelima. Apakah Ashraff ditakdirkan untuk bertatap muka dengan Ameena?

"Silakan, Nak Ashraff, diminum dulu tehnya."

Atas berkat kedatangan Bu Layla ke ruang tamu dengan diikuti seruan berhawa hangat, lamunan Ashraff langsung buyar seketika. Mata Ashraff mengerjap singkat sebelum difungsikan untuk menatap ke arah wanita berbadan kurus tersebut.

"Iya, Bu, terima kasih," kata Ashraff, "maaf kalau saya udah merepotkan Ibu."

"Nak Ashraff ngga usah terlalu sungkan. Ibu sama sekali ngga merasa direpotkan, kok. Ibu malah senang dengan kedatangan Nak Ashraff karena udah lama sekali Ibu ngga menjamu teman Ameena," balas Bu Layla dengan dilengkapi senyuman bernilai tulus.

"Melihat Nak Ashraff sekarang, Ibu benar-benar berterima kasih kepada Nak Ashraff karena Nak Ashraff masih mau berteman dengan Ameena."

Mendengar Bu Layla malah mengucapkan terima kasih, Ashraff tanpa sadar sudah mendengus dengan halus. "Yang seharusnya mengucapkan terima kasih adalah saya karena Ibu udah berkenan untuk menerima kedatangan saya," ungkap Ashraff disertai kecenderungan untuk mengoreksi logika Bu Layla.

"Ketika SMA dulu, sebenarnya saya kurang akrab dengan Ameena, Bu. Tapi, terus terang, sekarang saya betul-betul mengharapkan untuk bisa senantiasa menjalin silaturahmi dengan Ameena."

Merasa tersentuh dengan ucapan Ashraff, Bu Layla melengkungkan bibir dengan kedua mata dibiarkan untuk mengedip singkat. Akan tetapi, mimik muka ibunda dari Ameena tersebut lantas berubah syok selepas mendengar kalimat terbaru Ashraff. "Jika saya meminta izin kepada Ibu untuk mendekati Ameena, apakah boleh, Bu?"

Meski sudah memiliki tebakan tersendiri, Bu Layla tetap berusaha untuk memastikan terlebih dahulu. "Maksud Nak Ashraff dengan mendekati?" tanya Bu Layla dengan kedua kelopak mata diangkat cukup tinggi. Masih dengan suasana terperangah.

Yang dikhawatirkan Bu Layla cuma satu. Yaitu apabila Bu Layla malah salah memahami. Tapi, nyatanya?

Menurut Bu Layla, kemungkinan barusan harus bisa ditepis dengan cepat karena Ashraff tahu-tahu sudah berkata, "Maaf, Bu, kalau saya udah bertindak lancang. Tapi, bukankah ... akan lebih baik apabila Ameena memiliki hubungan dengan laki-laki single dan mapan seperti saya daripada dengan laki-laki beristri?"

Bu Layla tidak membalas. Membuat Ashraff semakin agresif selama berusaha meyakinkan Bu Layla. "Jika Ibu tidak percaya dengan omongan saya, saya bisa menunjukkan KTP saya kepada Ibu," kata Ashraff dengan sebelah tangan seraya bergerak untuk merogoh sebuah dompet berbahan kulit sintetis dari salah satu saku celananya.

Maksud Ashraff adalah semata-mata untuk menunjukkan KTP-nya. Aksi Ashraff segera dihentikan Bu Layla. Meski belum membuktikan, Bu Layla sudah memutuskan untuk memercayai. "Nak Ashraff, Ibu bukan ngga percaya dengan status kamu. Tapi, Ibu sedang mengkhawatirkan kamu."

Mengapresi iktikad mulia dari anak muda bernama lengkap Achmad Ashraff, Bu Layla sampai kebablasan untuk curhat sekalian. "Aslinya, Ibu udah sangat lelah dengan kebiasaan Ameena setelah dikeluarkan dari sekolah. Ibu hafal benar, Nak. Ameena selalu mendekati laki-laki beristri dan berduit untuk diporotin."

Menghela napas dengan berat, Bu Layla menatap Ashraff dengan sorot mata bermakna terselubung: tidak ikhlas untuk melepaskan sosok laki-laki bernyali besar seperti Ashraff. "Menurut Ibu, mendekati Ameena malah akan membuatmu menghadapi berbagai risiko terburuk."

Menghapus keresahan Bu Layla dilakukan Ashraff dengan melengkungkan bibir dan berkata tanpa ragu-ragu, "InsyaAllah, Bu, saya bersedia untuk menanggung semua risiko tersebut."

Ketika Ashraff mampu berseru dengan mantap, bukan berarti Bu Layla sudah tidak memiliki kecemasan apa pun. Amatan Bu Layla kepada Ashraff ternyata mematik Bu Layla untuk berasumsi bahwa Ashraff memang tidak senang berbuat neko-neko. Jika dibandingkan dengan Ameena?

"Tapi, bagaimana dengan Ameena, Nak? Ibu ngga yakin kalau Ameena akan menerimamu," kata Bu Layla.

Yang Bu Layla ketahui, Ameena tidak pernah membina kisah romansa dengan anak baik-baik. Alasan mengapa Bu Layla bisa meragukan Ashraff.

"Ibu tidak usah mencemaskan apa pun. Mengenai keputusan akhir tentunya akan saya serahkan sepenuhnya kepada Ameena," kata Ashraff dengan bijaksana, "saya tidak akan memaksa Ameena apabila Ameena memang tidak berkenan untuk bersanding dengan saya. Yang terpenting, saya udah berusaha untuk merebut hati Ameena dengan berbekal restu serta dukungan dari Ibu."

Meski mulut dapat melantunkan suatu kepalsuan dengan tenang, batin Ashraff terus terang sudah teramat kocar-kacir. Jika nanti malah ditolak Ameena, bagaimana Deffy bisa mengamankan Ameena? Ayolah. Tugas Ashraff adalah menyelamatkan Ameena. Dia akan mengubah alur cerita dari kehidupan Ameena dengan menjauhkan Ameena dari Krishna dan salah satu cara untuk mencegah Ameena memiliki hubungan romansa dengan Krishna dapat ditempuh Ashraff dengan menikahi Ameena.

Apakah Ashraff sudah berpikiran konyol? Memang. Asalkan bisa melindungi Ameena dengan leluasa, Ashraff tidak keberatan untuk banyak-banyak berkorban.

"Baiklah, Nak Ashraff," kata Bu Layla. "Ibu udah merestui kalian dan akan selalu mendukung Nak Ashraff untuk mendapatkan Ameena. Mudah-mudahan Ameena bisa menerima Nak Ashraff karena Ibu terus terang berharap sekali kepadamu. Jika Ameena bisa menikah denganmu, Ibu akan merasa bersyukur sekali."

"Aamiin."

Mumpung lontaran harapan dari Bu Layla masih segar, Ashraff bersigegas mengamini. Lalu, tidak berapa lama kemudian, suara mesin dari kendaraan beroda empat terdengar dengan lembut. Ketika sama-sama memusatkan tatapan berminat ke arah halaman rumah, Bu Layla menuai kesempatan untuk bereaksi duluan. "Nah, Ameena udah sampai rumah tuh!"

Memasuki rumah dengan tanpa mengucapkan salam, Ameena sudah langsung mendekat ke anak tangga untuk menuju lantai atas. Akan segera melepaskan kerinduan dengan kamarnya. Amat disayangkan, langkah Ameena harus terhenti karena kalimat seseorang—berasal dari sisi rumah sebelah kanan.

"Ameena! Ada temen kamu, nih."

Menatap ke arah ruang tamu, Ameena menemukan fakta bahwa Bu Layla sedang menerima tamu. Mengenai seperti apakah rupa dari sosok tamu di sana, apakah Ameena tahu? Tidak. Yang dilihat kedua mata Ameena malah sebatas bagian samping dari badan laki-laki tersebut.

"Mama ngaco, ah."

"Aku mana punya temen selain Ap—"

Ketika Ashraff menoleh, tatapan Ameena dan Ashraff langsung bertemu dan melekat dengan rapat. Mata Ameena membesar. Adalah isyarat nyata dari ketertegunan Ameena terhadap keberadaan Ashraff.

"Loh? As—"

Masih ditemani mata berpupil lebar, Ameena sudah berucap tangkas dengan sebelah tangan terangkat untuk menunjuk ke arah laki-laki bernama lengkap Achm .... Ya, Tuhan. Dia tidak sanggup meneruskan karena sampai sekarang masih menaruh kebencian kepada laki-laki tersebut. Yah, bagaimana tidak?

Meski lima tahun sudah bergulir, Ameena masih mampu mengingat bagaimana Ameena menderita sebuah kesakitan hebat. Ketika Ameena sedang meminta Ashraff untuk bersaksi berkenaan dengan tindakan tidak menyenangkan Mirza kepada Ameena, Ashraff malah memanipulasi realita. Memfitnah Ameena dengan mengatakan bahwa Ameena adalah biang keroknya. Mendendam kepada Ashraff membuat Ameena beranggapan bahwa laki-laki berusia 25 tahun tersebut merupakan sumber dari mimpi buruk Ameena. Pada empat tahun terakhir, Ameena sempat merasakan kedamaian karena bisa sedikit mengubur masa-masa suram terdahulu. Tapi, sekarang laki-laki berhati busuk tersebut malah datang ke rumahnya? Akankah untuk kembali menorehkan luka?

"Mau ngapain kamu di sini?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status