Share

6. Penawaran dari Ashraff

"Maafin Ibu, Am. Ibu ngga tahu," kata Bu Layla dengan suara rendah, tetapi lama-lama malah bisa ketularan menangis. "Jika Ibu tahu, Ibu ngga bakalan ngasih ruang kepada Ashraff untuk deketin kamu."

Ketika Bu Layla sedang mengumpulkan kemantapan untuk berhenti berlaku ramah kepada Ashraff, suara ketukan terhadap sebuah benda berbahan kayu malah menginterupsi duluan. Mau tidak mau, Bu Layla harus meninggalkan Ameena. Yang datang untuk bertamu ternyata merupakan tokoh utama dari obrolan mereka. Achmad Ashraff. Maksud Ashraff adalah memastikan apakah Ameena sudah balik ke rumah atau belum. Akan tetapi, Ashraff disambut Bu Layla dengan tidak bersahabat?

"Mau apa kamu ke sini?"

"Maaf, Bu, saya datang ke sini untuk memastikan apakah Ameena udah sampai rumah atau belum. Tadi, Ameena malah ninggalin saya," ucap Ashraff tanpa sempat berpikiran macam-macam terhadap keketusan Bu Layla.

"Memang lumrah sekali kalau Ameena ninggalin kamu, Shraff."

Perkataan Bu Layla terdengar menohok. Yang disayangkan, Ashraff tidak bisa memahami dengan cakap. Malah terseret arus kebingungan.

"Maksud Ibu?" tanya Ashraff dengan kening sudah ditumbuhi kerutan halus.

"Ibu sungguh ngga habis pikir sama kamu, Shraff. Mengapa kamu bisa sampai hati untuk memfitnah anak Ibu? Apakah Ameena sering berbuat buruk sama kamu?"

Pertanyaan Bu Layla mendorong Ashraff untuk bernostalgia. Mengingat sebagian kenangan dari masa-masa SMA, seluruh elemen dari alam semesta bersedia bersaksi untuk membuktikan sifat mulia Ameena. Meski mereka selalu bersaing secara akademik, Ameena tidak pernah berbuat nista kepada Ashraff. Tapi, Ashraff?

Ya, Allah. Ya, Rabb. Kenapa Ashraff malah selalu melemparkan kotoran kepada Ameena?

"Mulai dari nama baik Ameena rusak, bersama Ameena ... Ibu benar-benar merasa hancur," kata Bu Layla dengan menggunakan suara serak dan berkesan basah, sekalian menghantam dada sendiri dengan menggunakan kepalan dari salah satu tangan.

Mendadak, Bu Layla diserang sesak. Yang merupakan kepastian, bukan dikarenakan Bu Layla sedang menderita asma. Tapi? Di dalam batin Bu Layla, tekanan besar terus berkuasa dengan rakus.

"Apakah kamu tahu, Shraff? Melihat Ameena terus-terusan murung, sebuah kebohongan besar apabila Ibu bisa bilang ngga mencemaskan Ameena. Tiap malam, Ibu malah selalu resah karena terus kepikiran dengan suatu kemungkinan terburuk. Yaitu apabila Ameena sampai hilang arah dan memutuskan untuk mengakhiri hidup," ucap Bu Layla dengan hati semakin terlunta-lunta.

Mulai dari Ashraff disemprot habis-habisan sama Bu Layla, Ashraff mengaku tidak dapat berkutik karena kebobrokan Ashraff sudah dibongkar Ameena secara utuh. Membuat Ashraff seperti sedang dikuliti hidup-hidup. Mata Ashraff sampai mengidap keperihan. Yah, bagaimana tidak? Melihat ketidakberdayaan Bu Layla, bisa dikatakan Ashraff seperti ikutan menyelami kesakitan dari wanita berjiwa rapuh tersebut.

"Ibu udah besarin Ameena dengan susah payah, Shraff."

"Ibu selalu berusaha untuk mendidik Ameena dengan telaten supaya Ameena ngga tersesat. Tapi, kamu ... kamu malah membuat Ameena berubah!" ucap Bu Layla dengan dipenuhi emosi hingga tidak ragu-ragu untuk menunjuk muka Ashraff.

Pandangan Bu Layla beralih memburam. Mungkinkah karena keberadaan cairan bercita rasa asin di kedua bola mata Bu Layla? Memang karena benda cair tersebut. "Andai kamu ngga pernah memfitnah Ameena, Shraff. Pasti cita-cita Ameena udah tercapai dan Ameena ngga akan sampai mutusin untuk berhenti tunduk terhadap setiap aturan agama kita."

Mulai dari SD sampai SMA, Ameena selalu beribadah dengan tertib hingga mampu bersabar atas segala cobaan. Akan tetapi, momen dimana Ameena dikeluarkan dari SMA Islam Al-Mustaqim adalah batas dari kesabaran Ameena. Membuat Ameena marah kepada sang khalik karena selama hidup dengan lurus Ameena malah terus dikasih kesusahan. Jadi, Ameena memutuskan untuk hidup dalam kesesatan. Kenapa? Menurut Ameena, rata-rata kehidupan dari orang-orang sesat malah cenderung dilimpahi dengan kemudahan.

"Ibu bener-bener kecewa sama kamu, Shraff."

"Ibu nyesel banget karena udah ngasih kamu kesempatan untuk deketin Ameena sedangkan kamu ternyata adalah sumber dari kehancuran Ameena."

Muka ditundukkan dengan sebelah telapak tangan dikerahkan untuk menaungi mulut, badan Bu Layla segera disandarkan ke samping kusen—mumpung belum roboh. Melihat dada Bu Layla sampai bergerak naik dan turun dengan dibarengi tetesan cairan tanda kesedihan dari kedua sudut mata wanita berhati sensitif tersebut, bisa dipastikan Ashraff sedang berdusta apabila mengaku tidak sesak.

Meski Bu Layla masih menangis dengan teramat emosional, Ashraff tidak berencana untuk bergeming. "Maaf, Bu, saya sungguh-sungguh meminta maaf kepada Ibu karena saya udah mengacaukan kehidupan Ameena. Tapi, terus terang saya ngga bisa berbuat banyak untuk Ameena karena semua udah telanjur berlalu, Bu," kata Ashraff dengan kedua bola mata turut berair, "dan kalau Ibu berkenan, izinkanlah saya untuk bertanggung jawab, saya akan menikahi Ameena untuk memperbaiki reputasi Ameena dan saya akan sekalian mewujudkan impian Ameena dengan menyekolahkan Ameena."

Mulai dari SMP, Ameena sudah memiliki keinginan untuk bisa mengajar seperti Ashraff. Artinya, Ashraff harus membantu Ameena untuk mengejar Program Paket C supaya Ameena bisa berkuliah keguruan.

Di samping Bu Layla, kemunculan Ameena benar-benar tidak terduga. Mengetahui Bu Layla tidak selesai-selesai selama berdebat dengan Ashraff, Ameena memilih untuk menghadapi Ashraff secara langsung sebelum Bu Layla sempat terbujuk rayuan manis dari laki-laki cerdik tersebut.

"Apakah aku ngga salah denger, Shraff? Ini, barusan kamu beneran bilang kalau kamu akan menikahiku?" tanya Ameena dengan mulut setengah melengeh untuk melelehkan tawa sumbang.

"Astaga, Shraff. Aku ngga mungkin nyusun mimpi burukku sendiri dengan nikah sama kamu," ucap Ameena dengan suara bertambah menggebu-gebu. Muka Ashraff sampai ditunjuk segala.

Meski Ameena berlaku keras, Ashraff tidak bersikap serupa. Masih tetap dengan mode kalem. Yang divonis bersalah, bukankah memang harus mengerti keadaan?

"Please, Am. Meski kamu sangat membenciku, kamu harus tetep membuka hatimu untuk melihat ketulusanku," kata Ashraff. "Yang menjadi alasan utamaku menikahimu semata-mata emang untuk menebus kesalahanku kepadamu karena aku udah membuatmu kehilangan marwahmu. Jika suatu hari nanti kamu udah dipertemukan dengan takdir cintamu, aku ngga akan menahanmu untuk tetap bersamaku."

Di sini, Ashraff tidak sembarangan berucap. Memprediksi bahwa Ameena tidak mungkin bisa ridho, Ashraff tidak akan benar-benar menikahi Ameena. Yang terpenting, Ashraff bisa mengembalikan kehormatan Ameena seperti sediakala. Dia sudah lelah untuk dihantui dengan kesilapan tiada tandingan.

"Aku ngga akan memaksa kamu untuk menjawab sekarang."

Pesan Ashraff kepada Ameena masih tersisa sebaris.

"Tapi, besok atau lusa, aku akan balik ke sini untuk mendengar langsung keputusanmu."

Ketika unek-unek sudah tersampaikan semua, Ashraff segera berpamitan kepada Bu Layla dan Ameena dengan sopan tanpa kelupaan untuk menambahkan luncuran tatapan bermakna mengharapkan kedamaian. Yang ditinggalkan Ashraff—terutama Ameena—langsung kepikiran dengan omongan Ashraff.

Apakah Ameena akan menerima tawaran Ashraff?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status