Share

5. Permintaan Tidak Masuk Akal dari Bu Layla

MASUK ballroom lagi, Ashraff malah disambut dengan kalimat-kalimat hiperbolis dan dimaksudkan untuk menghibahi seseorang. Membuat maksud Ashraff semula harus tertunda untuk sementara.

"Begini, Girls, lima tahun lalu, barangkali Ameena emang ngga pernah berlaku murahan. Tapi, sekarang?"

Perkataan Olyzia sudah membuat Eyla dan Masha sama-sama tergelak dengan kompak. Mencemooh Ameena memang mendatangkan kepuasan tersendiri untuk mereka. Ketika SMA, Ashraff selalu ikutan berbahagia setiap Ameena diserang sama Olyzia. Kini, Ashraff malah ikutan terluka dan akan menempati barisan terdepan untuk menangkis serangan verbal dari wanita berbaju biru navy tersebut.

"Aku sama sekali ngga kaget dengan respons kalian, kok."

"Melihat kalian masih belum berhenti merendahkan Ameena sementara kalian sama-sama udah mengetahui kebenaran mengenai Ameena, berarti kalian memiliki masalah dengan nurani kalian," kata Ashraff. Mau Ameena baik atau tidak, orang-orang dari kelompok anti-Ameena akan tetap tidak suka kepada Ameena.

Olyzia meloloskan kekehan untuk meremehkan Ashraff. "Alah, Shraff, Shraff. Di hadapan kami, mending kamu ngga usah sok-sokan merasa paling suci sendiri, deh! Masih inget ngga udah berapa banyak dosamu kepada Ameena? Mau kubantu untuk sebutin satu-satukah?"

Pada intinya, Ashraff diminta Olyzia untuk mengaca. Agar Ashraff tersadar kalau Ashraff dan Olyzia tidaklah berbeda secara signifikan. Yaitu sama-sama busuk. Di sini, Ashraff tidak bisa membantah. Yang diutarakan Olyzia merupakan kebenaran. Misalkan Ashraff sampai disebut Olyzia dengan sosok manusia setengah iblis, Ashraff harus tetap menerima.

"Aku ngga lupa, kok."

Meski dada Ashraff sudah memberat, Ashraff masih bisa merengkuh ketegaran dan menguatkan mental. "Aku emang udah ngga bisa ngubah masa lalu. Tapi, setidaknya ...."

"Aku masih memiliki keinginan untuk menebus semua kesalahanku kepada Ameena," ungkap Ashraff.

Meski tabiat Olyzia terbilang mengesalkan, Ashraff benar-benar berusaha keras untuk tidak terpancing. "Minimal aku ngga gengsi untuk minta maaf."

"Astaga, Shraff. Ini, kamu ngga lagi kesambet, 'kan?"

Yang habis kebagian kuota untuk bersuara adalah Eyla.

"Masa ngga ada angin maupun hujan tiba-tiba kamu bisa baik banget sama Ameena?"

Memandang Ashraff dengan tatapan menggelikan, kedua tangan Eyla masih dipertahankan untuk terus dilipat di depan dada. "Aku bener-bener bingung dengan perubahan sikapmu. Apakah kamu dibayar sama Ameena?"

Kepada Olyzia dan Masha, Eyla saling bertukar sorot mata dengan mereka. Pupil Eyla membesar dengan cepat. Menatap Ashraff kembali, Eyla sudah membawa suatu tebakan bersifat menjurus. "Mungkinkah Ameena ngga bayar kamu dengan uang? Tapi, dengan ...."

Olyzia tidak menunggu hingga Eyla rampung bermain frasa. Pikiran Olyzia sudah sefrekuensi dengan milik Eyla. "Ah. Aku tahu. Pasti kamu udah tergila-gila sama service dari Ameena, ya?" kata Olyzia dengan bibir bawah sempat disapa menggunakan sebelah tangan.

Meski ketiga manusia di hadapan Ashraff sekarang sudah berprasangka buruk hingga melampaui batas, Ashraff menolak untuk membalas mereka dengan kobaran emosi. "Aku bener-bener ngga ngerti kenapa kalian bisa berpikiran nyeleneh kepada kami berdua," kata Ashraff.

Merasa cukup untuk menampar mereka dengan mengandalkan kata-kata, Ashraff bergegas menyampaikan dengan luwes, "Jika dengan merasa lebih mulia dari orang lain bisa bikin value kalian bertambah, lakukanlah. Aku ngga akan ngelarang kalian."

Mendapati menit terus bergulir, urusan dengan Olyzia CS segera diusaikan Ashraff. Kenapa? Karena Ashraff harus cepat-cepat menyusul Ameena. Tapi, bisakah kesampaian? Tidak. Dia sudah teramat ketinggalan karena kelamaan berargumen dengan Olyzia CS. Yang dilihat Ashraff kemudian, Ameena malah sedang 'angkat kaki' dari hotel dengan menaiki taksi bernuansa biru muda. Lalu, bagaimana dengan Ashraff?

Merenung sendirian untuk menerima sebuah kekeliruan fatal. Andai Ashraff tidak pernah gelap mata hingga bisa sampai hati untuk memfitnah Ameena, bukankah kehidupan Ameena kemungkinan tidak akan sampai seberantakan sekarang?

Menang dari Ameena tanpa harus bersusah payah memang suatu bentuk kecundangan. Meragukan kemampuan sendiri—bermula dari minder kepada Ameena karena sering dikalahkan Ameena—sementara Ashraff dan Ameena sedang memperebutkan beasiswa kuliah dari Yayasan Pendidikan Al-Mustaqim bisa dibilang merupakan latar belakang sehingga Ashraff bisa bernafsu untuk bersaing secara tidak sehat.

Pada selang belasan menit, Ameena sudah sampai rumah dengan dibersamai suasana hati suram. Membuat Ameena bisa memilih untuk merengut tiada henti. Meski baru beres mandi, Bu Layla tidak malas untuk langsung menghampiri Ameena dan mempertanyakan kepulangan Ameena.

"Loh? Am?"

"Mana Nak Ashraff?"

Mata Bu Layla mencari-cari batang hidung Ashraff. Malah, Bu Layla sampai mengecek halaman rumah, tetapi tidak menemukan siapa pun. "Apakah emang ngga nganterin kamu?"

"Ibu ngapain pakai nyariin Ashraff segala, sih?"

"Aku tuh benci banget sama Ashraff, Bu."

Ameena menanggapi Bu Layla dengan suara bernada tidak ramah. Mendengar nama Ashraff memang sudah membuat kepala wanita berusia 24 tahun tersebut berakhir mendidih.

"Tapi, Ashraff adalah laki-laki baik, Am. Jadi, Ibu bener-bener mengharapkanmu bisa membuka hatimu untuk Ashraff," kata Bu Layla untuk berpihak kepada Ashraff.

"Aku membuka hatiku untuk Ashraff?"

Ameena langsung mendengus hingga terkekeh singkat untuk menertawakan kalimat ngawur Bu Layla. "Mustahil, Bu. Aku masih waras."

Pada menit-menit terkini, kedua kaki Ameena sudah lemas sekali. Membuat Ameena memilih untuk memburu tempat duduk. Mumpung Ameena belum pingsan. Lalu, tanpa direncanakan, Ameena lantas terngiang dengan momen singkat selama Ashraff sedang memohon ampunan kepada Ameena, dengan disaksikan teman-teman SMA mereka.

Maaf? Mana bisa Ameena memaafkan Ashraff. Memang bukan tidak mudah semata, tetapi cenderung tidak mungkin. Ameena masih mengingat dengan benar mengenai tindakan tidak bermoral Mirza. Di depan toilet wanita, Ameena tahu-tahu sudah ditahan Mirza untuk kemudian dilecehkan. Ketika Ashraff sedang melangkah ke arah toilet laki-laki, Ashraff bisa melihat mereka sebelum keributan mereka mengundang beberapa murid untuk mendatangi sumber suara. Tapi, Ashraff malah mempersulit kehidupan Ameena dengan membelokkan fakta?

Muka Ameena sekarang tidak sekadar dipenuhi dengan mendung. Akan disusul dengan luapan emosi hingga terdengar menggelegar seperti siulan halilintar. "Ibu tahu ngga, sih? Yang udah memfitnah aku sampai membuatku dikeluarin dari sekolah secara ngga terhormat tuh Ashraff, Bu. Dia udah bikin aku dicap murahan. Di hadapan ratusan murid, aku sampai dilempari dengan sampah, Bu! Dia udah ngehancurin hidup aku! Dia udah ... arrrghh!"

Menarik rambut sendiri dengan menggunakan kedua tangan, bisa dipastikan Ameena sudah menderita sakit kepala berikut cedera hati. Atas berkat fenomena memilukan dari setiap bilik dada, tubuh Ameena sampai ambruk ke arah Bu Layla. "Please, Bu, bantulah aku, aku ngga sanggup kalau harus ketemu sama Ashraff lagi," ucap Ameena dengan suara berubah serak serta wajah sudah dibenamkan ke salah satu daerah tulang selangka milik Bu Layla.

Di dalam kebisuan, tangisan tipis Ameena sudah berkumandang. Di samping Ameena, Bu Layla malah tidak dapat berbicara apa pun kepada Ameena karena sudah keburu kehabisan kata-kata. Yang bisa dilakukan olehnya adalah menghibahkan elusan lembut ke bahu beserta bagian belakang dari tubuh ringkih Ameena, anak tunggal dari wanita tersebut. Akankah Bu Layla bisa merealisasikan harapan Ameena?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status