MASUK ballroom lagi, Ashraff malah disambut dengan kalimat-kalimat hiperbolis dan dimaksudkan untuk menghibahi seseorang. Membuat maksud Ashraff semula harus tertunda untuk sementara.
"Begini, Girls, lima tahun lalu, barangkali Ameena emang ngga pernah berlaku murahan. Tapi, sekarang?"Perkataan Olyzia sudah membuat Eyla dan Masha sama-sama tergelak dengan kompak. Mencemooh Ameena memang mendatangkan kepuasan tersendiri untuk mereka. Ketika SMA, Ashraff selalu ikutan berbahagia setiap Ameena diserang sama Olyzia. Kini, Ashraff malah ikutan terluka dan akan menempati barisan terdepan untuk menangkis serangan verbal dari wanita berbaju biru navy tersebut."Aku sama sekali ngga kaget dengan respons kalian, kok.""Melihat kalian masih belum berhenti merendahkan Ameena sementara kalian sama-sama udah mengetahui kebenaran mengenai Ameena, berarti kalian memiliki masalah dengan nurani kalian," kata Ashraff. Mau Ameena baik atau tidak, orang-orang dari kelompok anti-Ameena akan tetap tidak suka kepada Ameena.Olyzia meloloskan kekehan untuk meremehkan Ashraff. "Alah, Shraff, Shraff. Di hadapan kami, mending kamu ngga usah sok-sokan merasa paling suci sendiri, deh! Masih inget ngga udah berapa banyak dosamu kepada Ameena? Mau kubantu untuk sebutin satu-satukah?"Pada intinya, Ashraff diminta Olyzia untuk mengaca. Agar Ashraff tersadar kalau Ashraff dan Olyzia tidaklah berbeda secara signifikan. Yaitu sama-sama busuk. Di sini, Ashraff tidak bisa membantah. Yang diutarakan Olyzia merupakan kebenaran. Misalkan Ashraff sampai disebut Olyzia dengan sosok manusia setengah iblis, Ashraff harus tetap menerima."Aku ngga lupa, kok."Meski dada Ashraff sudah memberat, Ashraff masih bisa merengkuh ketegaran dan menguatkan mental. "Aku emang udah ngga bisa ngubah masa lalu. Tapi, setidaknya ....""Aku masih memiliki keinginan untuk menebus semua kesalahanku kepada Ameena," ungkap Ashraff.Meski tabiat Olyzia terbilang mengesalkan, Ashraff benar-benar berusaha keras untuk tidak terpancing. "Minimal aku ngga gengsi untuk minta maaf.""Astaga, Shraff. Ini, kamu ngga lagi kesambet, 'kan?"Yang habis kebagian kuota untuk bersuara adalah Eyla."Masa ngga ada angin maupun hujan tiba-tiba kamu bisa baik banget sama Ameena?"Memandang Ashraff dengan tatapan menggelikan, kedua tangan Eyla masih dipertahankan untuk terus dilipat di depan dada. "Aku bener-bener bingung dengan perubahan sikapmu. Apakah kamu dibayar sama Ameena?"Kepada Olyzia dan Masha, Eyla saling bertukar sorot mata dengan mereka. Pupil Eyla membesar dengan cepat. Menatap Ashraff kembali, Eyla sudah membawa suatu tebakan bersifat menjurus. "Mungkinkah Ameena ngga bayar kamu dengan uang? Tapi, dengan ...."Olyzia tidak menunggu hingga Eyla rampung bermain frasa. Pikiran Olyzia sudah sefrekuensi dengan milik Eyla. "Ah. Aku tahu. Pasti kamu udah tergila-gila sama service dari Ameena, ya?" kata Olyzia dengan bibir bawah sempat disapa menggunakan sebelah tangan.Meski ketiga manusia di hadapan Ashraff sekarang sudah berprasangka buruk hingga melampaui batas, Ashraff menolak untuk membalas mereka dengan kobaran emosi. "Aku bener-bener ngga ngerti kenapa kalian bisa berpikiran nyeleneh kepada kami berdua," kata Ashraff.Merasa cukup untuk menampar mereka dengan mengandalkan kata-kata, Ashraff bergegas menyampaikan dengan luwes, "Jika dengan merasa lebih mulia dari orang lain bisa bikin value kalian bertambah, lakukanlah. Aku ngga akan ngelarang kalian."Mendapati menit terus bergulir, urusan dengan Olyzia CS segera diusaikan Ashraff. Kenapa? Karena Ashraff harus cepat-cepat menyusul Ameena. Tapi, bisakah kesampaian? Tidak. Dia sudah teramat ketinggalan karena kelamaan berargumen dengan Olyzia CS. Yang dilihat Ashraff kemudian, Ameena malah sedang 'angkat kaki' dari hotel dengan menaiki taksi bernuansa biru muda. Lalu, bagaimana dengan Ashraff?Merenung sendirian untuk menerima sebuah kekeliruan fatal. Andai Ashraff tidak pernah gelap mata hingga bisa sampai hati untuk memfitnah Ameena, bukankah kehidupan Ameena kemungkinan tidak akan sampai seberantakan sekarang?Menang dari Ameena tanpa harus bersusah payah memang suatu bentuk kecundangan. Meragukan kemampuan sendiri—bermula dari minder kepada Ameena karena sering dikalahkan Ameena—sementara Ashraff dan Ameena sedang memperebutkan beasiswa kuliah dari Yayasan Pendidikan Al-Mustaqim bisa dibilang merupakan latar belakang sehingga Ashraff bisa bernafsu untuk bersaing secara tidak sehat.Pada selang belasan menit, Ameena sudah sampai rumah dengan dibersamai suasana hati suram. Membuat Ameena bisa memilih untuk merengut tiada henti. Meski baru beres mandi, Bu Layla tidak malas untuk langsung menghampiri Ameena dan mempertanyakan kepulangan Ameena."Loh? Am?""Mana Nak Ashraff?"Mata Bu Layla mencari-cari batang hidung Ashraff. Malah, Bu Layla sampai mengecek halaman rumah, tetapi tidak menemukan siapa pun. "Apakah emang ngga nganterin kamu?""Ibu ngapain pakai nyariin Ashraff segala, sih?""Aku tuh benci banget sama Ashraff, Bu."Ameena menanggapi Bu Layla dengan suara bernada tidak ramah. Mendengar nama Ashraff memang sudah membuat kepala wanita berusia 24 tahun tersebut berakhir mendidih."Tapi, Ashraff adalah laki-laki baik, Am. Jadi, Ibu bener-bener mengharapkanmu bisa membuka hatimu untuk Ashraff," kata Bu Layla untuk berpihak kepada Ashraff."Aku membuka hatiku untuk Ashraff?"Ameena langsung mendengus hingga terkekeh singkat untuk menertawakan kalimat ngawur Bu Layla. "Mustahil, Bu. Aku masih waras."Pada menit-menit terkini, kedua kaki Ameena sudah lemas sekali. Membuat Ameena memilih untuk memburu tempat duduk. Mumpung Ameena belum pingsan. Lalu, tanpa direncanakan, Ameena lantas terngiang dengan momen singkat selama Ashraff sedang memohon ampunan kepada Ameena, dengan disaksikan teman-teman SMA mereka.Maaf? Mana bisa Ameena memaafkan Ashraff. Memang bukan tidak mudah semata, tetapi cenderung tidak mungkin. Ameena masih mengingat dengan benar mengenai tindakan tidak bermoral Mirza. Di depan toilet wanita, Ameena tahu-tahu sudah ditahan Mirza untuk kemudian dilecehkan. Ketika Ashraff sedang melangkah ke arah toilet laki-laki, Ashraff bisa melihat mereka sebelum keributan mereka mengundang beberapa murid untuk mendatangi sumber suara. Tapi, Ashraff malah mempersulit kehidupan Ameena dengan membelokkan fakta?Muka Ameena sekarang tidak sekadar dipenuhi dengan mendung. Akan disusul dengan luapan emosi hingga terdengar menggelegar seperti siulan halilintar. "Ibu tahu ngga, sih? Yang udah memfitnah aku sampai membuatku dikeluarin dari sekolah secara ngga terhormat tuh Ashraff, Bu. Dia udah bikin aku dicap murahan. Di hadapan ratusan murid, aku sampai dilempari dengan sampah, Bu! Dia udah ngehancurin hidup aku! Dia udah ... arrrghh!"Menarik rambut sendiri dengan menggunakan kedua tangan, bisa dipastikan Ameena sudah menderita sakit kepala berikut cedera hati. Atas berkat fenomena memilukan dari setiap bilik dada, tubuh Ameena sampai ambruk ke arah Bu Layla. "Please, Bu, bantulah aku, aku ngga sanggup kalau harus ketemu sama Ashraff lagi," ucap Ameena dengan suara berubah serak serta wajah sudah dibenamkan ke salah satu daerah tulang selangka milik Bu Layla.Di dalam kebisuan, tangisan tipis Ameena sudah berkumandang. Di samping Ameena, Bu Layla malah tidak dapat berbicara apa pun kepada Ameena karena sudah keburu kehabisan kata-kata. Yang bisa dilakukan olehnya adalah menghibahkan elusan lembut ke bahu beserta bagian belakang dari tubuh ringkih Ameena, anak tunggal dari wanita tersebut. Akankah Bu Layla bisa merealisasikan harapan Ameena?"Maafin Ibu, Am. Ibu ngga tahu," kata Bu Layla dengan suara rendah, tetapi lama-lama malah bisa ketularan menangis. "Jika Ibu tahu, Ibu ngga bakalan ngasih ruang kepada Ashraff untuk deketin kamu."Ketika Bu Layla sedang mengumpulkan kemantapan untuk berhenti berlaku ramah kepada Ashraff, suara ketukan terhadap sebuah benda berbahan kayu malah menginterupsi duluan. Mau tidak mau, Bu Layla harus meninggalkan Ameena. Yang datang untuk bertamu ternyata merupakan tokoh utama dari obrolan mereka. Achmad Ashraff. Maksud Ashraff adalah memastikan apakah Ameena sudah balik ke rumah atau belum. Akan tetapi, Ashraff disambut Bu Layla dengan tidak bersahabat?"Mau apa kamu ke sini?""Maaf, Bu, saya datang ke sini untuk memastikan apakah Ameena udah sampai rumah atau belum. Tadi, Ameena malah ninggalin saya," ucap Ashraff tanpa sempat berpikiran macam-macam terhadap keketusan Bu Layla."Memang lumrah sekali kalau Ameena ninggalin kamu, Shraff."Perkataan Bu Layla terdengar menohok. Yang disayangka
MASIH menduduki sofa bercorak hijau army dengan badan belakang ditempelkan ke bagian sandaran dan sebelah tangan ditekuk untuk menyangga salah satu sudut kepala, Ameena harus menghadapi seruan bernada persuasif dari Bu Layla. "Ibu ngga bermaksud untuk memaksamu, Am. Tapi, setelah dipikir-pikir, mungkin ... menikah dengan Ashraff emang merupakan solusi terbaik untuk kamu."Perkataan Bu Layla sungguh membuat kepala Ameena berputar-putar. Menjadikan wanita berkaus ungu dan celana warna tulang sebatas lutut tersebut merasa dianaktirikan. Mendapati Bu Layla terus mempromosikan Ashraff, bagaimana Ameena bisa tidak cemburu? Yang merupakan anak kandung dari Bu Layla siapa, sih? Ameena atau Ashraff?"Aku ngga cinta sama Ashraff, Bu," ucap Ameena dengan suara mantap. Di samping Ameena, Bu Layla meraih bahu kanan Ameena dengan memanfaatkan salah satu telapak tangan seraya berkata dengan menggunakan irama memaklumi, "Iya, Am. Ibu bisa ngerti."Apakah sudah cukup selesai di situ? Tidak.Bu Layla
SELAMA sedang duduk berhadapan dengan Bu Layla, Ashraff benar-benar diliputi ketegangan. Membuat Ashraff sampai tidak bisa leluasa bernapas dan tidak berani menggerakkan kaki dengan kedua telapak tangan terus memegangi lutut. Apakah sebelum Ashraff bisa menikahi Ameena, Ashraff akan dites Bu Layla terlebih dahulu?"Ibu minta kamu untuk dateng ke sini untuk suatu alasan, Shraff," kata Bu Layla dengan suara terdengar matang. "Memang ngga bisa dipungkiri bahwa Ameena bersedia menikah denganmu karena sebuah kesepakatan doang. Malah, kemungkinan besar ... status kalian nanti ngga akan bener-bener dianggap sama Ameena."Alangkah melegakan untuk Ashraff. Dia tidak sedang diinterogasi maupun disuruh untuk memecahkan tebak-tebakan rumit. Jadi, Ashraff bisa memanfaatkan momen untuk mengatur napas. Agar setiap buih dari oksigen dapat mengalir ke seluruh tubuh laki-laki tersebut dengan lancar dan teratur. "Yang menjadi masalah. Ibu ngga bisa berpura-pura ngga ngerti, Shraff. Di dalam agama kita,
MEMEGANG kedua bahu Bu Tsania, maksud Ashraff adalah menuntun sosok wanita berusia lewat dari setengah abad tersebut untuk menyelesaikan masalah antara mereka berdua dengan menggunakan kepala dingin. "Mari, Bu," kata Ashraff, "kita duduk dulu. Aku akan menjawab semua keresahan Ibu."Meski dada dari Bu Tsania masih bergerak naik dan turun secara berkesinambungan, Ashraff tetap membawa Bu Tsania untuk berpindah ke sofa. Di ruang keluarga, sekarang mereka sudah duduk bersebelahan dengan arah sama-sama sedikit diserongkan supaya tatapan mereka bisa memetik kemudahan setiap akan dipertemukan. Masih fokus dengan kornea mata Bu Tsania, bisa dibilang suara Ashraff tidak kalah lembut dengan sorot mata Ashraff selama sedang bertutur kata kepada Bu Tsania. "Maaf, Bu. Aku ngga berniat untuk nyurangin Ibu."Bu Tsania menarik napas untuk diembuskan dengan mengandalkan satu dorongan. Lalu, tidak lama berselang, kedua manik mata Bu Tsania diinstruksikan untuk memandang ke arah Ashraff. "Baiklah. Ibu
DI SAMPING Ameena, tiba-tiba Ashraff sudah muncul dan menghalau lengan kanan Ameena. Lalu, Ashraff menoleh dengan cepat untuk meluncurkan tatapan garang kepada Ameena. Di tangan kanan Ameena, sebuah gelas berisi cairan haram bergegas direbut Ashraff untuk kemudian dipindahkan ke atas meja.Atas keberadaan Ashraff, Ameena tidak sampai menampilkan ketertegunan karena Ameena masih belum kepikiran untuk bertanya-tanya mengenai bagaimana Ashraff bisa datang ke situ. Yang dipilih Ameena adalah memamerkan senyuman tanpa dosa seraya membalas tatapan Ashraff dengan sorot mata menantang serta berkarakter elegan."Aku malah sayang banget, Shraff," ucap Ameena dengan irama cenderung angkuh. "Jika aku ngga sayang sama tubuhku sendiri, aku ngga akan duduk di sini dan berusaha untuk ngilangin stress-ku.""Aku bukan ngga bisa ngerti mengenai kondisimu, Am. Tapi, caramu beneran salah," kata Ashraff, "selain haram ... minuman beralkohol bisa berpengaruh buruk terhadap kesehatanmu."Mengharap bahwa nase
LAMARAN RESMI dari Ashraff diminta Ameena untuk dibuatkan acara. Meski tidak sampai menyewa tempat karena cukup dilangsungkan di rumah Ameena, menurut ketiga teman bicara Ameena sekarang, keinginan Ameena sudah termasuk neko-neko hingga mampu membuat suasana ruang tamu lantas berubah kurang menyenangkan."Mengapa harus sampai bikin acara besar segala? Apakah ngga terlalu boros?"Bu Tsania sudah berucap dengan turut mencetuskan nada-nada berkesan memprotes dan Bu Layla sendiri merasa sependapat dengan sosok wanita berstatus ibunda dari Ashraff tersebut. "Iya, Am. Ibu pikir. Yang dikatakan Bu Tsania emang benar. Toh, tanggal lamaran dan tanggal nikahan kalian ngga berselisih lama," kata Bu Layla dengan kepala tidak kelupaan untuk diputar ke arah samping dan kedua mata dikerahkan untuk menatap Ameena. Menatap Bu Tsania, Ashraff, dan Bu Layla secara sekilas dan dilakukan dengan metode bergantian, Ameena sudah bertekad untuk tidak menerima masukan apa pun hingga menanggapi tatapan bermakn
PADA HARI JUM'AT tanggal 31 Desember 2021, Ashraff dan Ameena sama-sama berfoto untuk melengkapi dokumen nikah mereka. Lalu, mereka akan sekalian melakukan foto prewedding sesuai dengan kemauan Ameena. Menurut Ashraff, momen sekarang memang mendamaikan kalbu. Yah, bagaimana tidak? Di kehidupan terdahulu, tanggal 31 Desember 2021 adalah hari dimana Ameena bisa bertemu dengan Krishna. Mendapati Ameena tidak mengalami kesialan serupa, Ashraff benar-benar bersyukur. Membuat Ashraff bisa didekap kelegaan tidak terkira karena Ashraff dapat sedikit mengubah skenario dari kehidupan Ameena.Ketika Ameena keluar dari ruang ganti dengan tubuh sudah dibingkai gaun selutut model sabrina berwarna peach, Ashraff langsung memalingkan muka dengan disertai bibir merengut. Melihat reaksi tidak ramah dari laki-laki bertuksedo hitam tersebut, Ameena lantas mengusir ekspresi cerah semula untuk digantikan dengan mimik bermakna heran."Kenapa?"Melirik ke arah Ameena dengan mengandalkan ekor mata, seruan ber
MEMANDANG Mirza dengan kondisi tertegun, lidah Ameena teramat kaku hingga membuat Ameena harus mengusung kebisuan. Meski tidak dekat dan belum pernah mengobrol dengan Ameena, secara tidak terduga Mirza malah bisa bertanya, "Mau nyari cincin?"Aneh memang. Mendapati Ameena berdiri di hadapan etalase khusus benda-benda berukuran mungil, bagaimana bisa selama sedang berinteraksi dengan Ameena, Mirza malah beranggapan bahwa mereka seolah-olah adalah teman lama?"Iya. Aku mau nyari cincin tunangan untukku."Meski mulut Ameena masih separuh membeku, Ameena tetap membalas dengan cuek. Arah dari muka Ameena sampai diluruskan kemudian. Jadi, Ameena bisa menyudahi kontak mata antara mereka berdua.Atas tutur kata dari bibir Ameena, bisa dibilang Mirza memang tersentak bukan main. Mata dari laki-laki berkemeja hitam dengan motif garis-garis putih tersebut sampai melebar. "M- maksudmu, kamu akan segera menikah?" tanya Mirza masih dengan kedua mata separuh membola.Menatap Mirza dengan heran, Amee