Share

7. Keputusan Ameena

MASIH menduduki sofa bercorak hijau army dengan badan belakang ditempelkan ke bagian sandaran dan sebelah tangan ditekuk untuk menyangga salah satu sudut kepala, Ameena harus menghadapi seruan bernada persuasif dari Bu Layla. "Ibu ngga bermaksud untuk memaksamu, Am. Tapi, setelah dipikir-pikir, mungkin ... menikah dengan Ashraff emang merupakan solusi terbaik untuk kamu."

Perkataan Bu Layla sungguh membuat kepala Ameena berputar-putar. Menjadikan wanita berkaus ungu dan celana warna tulang sebatas lutut tersebut merasa dianaktirikan. Mendapati Bu Layla terus mempromosikan Ashraff, bagaimana Ameena bisa tidak cemburu? Yang merupakan anak kandung dari Bu Layla siapa, sih? Ameena atau Ashraff?

"Aku ngga cinta sama Ashraff, Bu," ucap Ameena dengan suara mantap.

Di samping Ameena, Bu Layla meraih bahu kanan Ameena dengan memanfaatkan salah satu telapak tangan seraya berkata dengan menggunakan irama memaklumi, "Iya, Am. Ibu bisa ngerti."

Apakah sudah cukup selesai di situ? Tidak.

Bu Layla tahu-tahu meluruskan kepala dengan tangan sekalian ditarik. "Tapi, kalau kamu menikah sama Ashraff, minimal kamu ngga akan tersandung banyak masalah. Di sisi lain, setiap kamu butuh uang, kamu ngga harus morotin laki-laki beristri karena kamu tinggal morotin suamimu," ucap Bu Layla dengan susunan kalimat entah mengapa bisa mulus sekali.

Pemikiran Bu Layla merupakan alasan terampuh Ameena untuk meremehkan Ashraff. Akar dari suara dengusan dan cibiran berikutnya. "Alah, Bu. Ashraff mana bisa diporotin. Dia ngga cukup berduit."

Menoleh dan memancarkan tatapan heran kepada Ameena sedang direalisasikan Bu Layla dengan tanpa mengenal istilah pamrih. "Kata siapa?"

Ameena tidak menyahut, tetapi sebatas melirik ke arah Bu Layla. Memang sudah menjadi risiko Ameena karena berbicara secara ngasal hingga bisa mengantarkan Bu Layla untuk mendominasi. "Asal kamu tahu, Am. Ashraff ngga cuma dapet duit dari ngajar doang, loh. Dia masih memiliki usaha minimarket. Meski cuma satu, denger-denger cukup besar dan menjanjikan, kok," kata Bu Layla dengan kukuh karena memiliki dasar.

"Aduh, Bu. Aku emang matre. Tapi, aku tetep harus pilih-pilihlah. Masa aku malah menikah sama tukang fitnah, sih? Mau ditaruh di mana harkatku, Bu?"

"Maksud Ashraff 'kan semata-mata untuk kebaikanmu, Am."

Menurut Ameena, Bu Layla terlalu sembrono. Masa Bu Layla bisa mudah sekali berkata begitu? Apakah karena disogok Ashraff dengan sesuatu bernilai mahal?

"Ayolah, Bu, di mana-mana, korban dan tersangka dari suatu kasus kriminalitas ngga untuk disatuin. Menyuruh korban untuk hidup bersama tersangka sama artinya dengan menendang korban ke neraka," ucap Ameena enggan selaras dengan Bu Layla.

Bu Layla tidak banyak berkilah atas kalimat hiperbolis Ameena. Memilih untuk membebaskan Ameena dalam menentukan masa depan. Mirip seperti tengah mengikuti arus, bibir Bu Layla tergerak untuk melantunkan, "Iya, deh. Iya."

Apakah sekarang Ameena sudah mengunduh kelegaan? Masih belum. Dia sedang termenung. Menikah dengan Ashraff? Apakah bermanfaat untuk Ameena?

Ketika Bu Layla sudah akan berlalu ke kamar karena masih memiliki urusan lain, Ameena berusaha untuk menahan wanita tersebut dengan menyertakan gerakan tangan. Alhasil, bokong Bu Layla refleks diturunkan lagi.

Perlahan, Bu Layla mengembuskan napas sebentar. Lalu, tidak sampai berselisih lama, sebaris pertanyaan bertajuk heran diuraikan kemudian. "Kenapa, Am? Mau berubah pikiran?"

"Iya, Bu. Yang Ibu katakan tepat sekali," balas Ameena dengan dilengkapi senyuman ambigu karena diam-diam sudah memiliki rencana tertentu. Maksud terselubung Ameena adalah menggunakan ikatan perkawinan untuk membalas dendam kepada Ashraff. Kenapa Ameena bisa licik sekali? Karena Ameena belum bisa memaafkan Ashraff. Masih teramat meradang.

"Aku akan menikah sama Ashraff, Bu."

Pernyataan Ameena membuat hati Bu Layla berbunga-bunga layaknya sebuah iringan musik untuk menuntun setiap makhluk bumi supaya menari bersama dengan ceria. Refleks, Bu Layla merengkuh tubuh Ameena untuk didekap dengan hangat. "Alhamdulillah. Ibu seneng banget, Am."

Mencurahkan ungkapan syukur kepada Rabb-nya secara batiniah, Bu Layla sudan sekaligus disirami dengan keberkahan tidak terkira. "Ibu yakin sekali, dengan dinikahi Ashraff, kehidupan normalmu bisa segera kembali," kata Bu Layla. Masih dengan kedua lengan diandalkan untuk mendekap Ameena.

Bu Layla sungguh diganderungi dengan ketenteraman. Dia sedang membayangkan kesuksesan Ameena dalam meraih mimpi. Meski terlambat? Yah. Begitulah.

Ya, Tuhan. Andai Bu Layla dapat membaca kebusukan Ameena. Pasti Ameena tidak akan sampai dikasih kelonggaran untuk diperistri Ashraff!

***

Kemarin, Ashraff sudah bertandang ke kediaman Bu Layla untuk menagih dan mendengar keputusan Ameena secara langsung. Yang diterima laki-laki berusia 25 tahun tersebut ternyata berupa keterangan bermakna menggugah. Alias Ameena berkenan untuk dihalalkan Ashraff.

Masih sore hari, Ashraff singgah ke dapur untuk menemui Bu Tsania. Maksud Ashraff adalah menyampaikan rencana Ashraff untuk memulai berumah tangga dengan Ameena. Di sini, keinginan Ashraff sebatas disampaikan kepada Bu Tsania. Yah, bagaimana tidak demikian? Ashraff merupakan anak yatim. Ayah dari Ashraff sudah lama tiada. Ketika Ashraff masih berkuliah semester akhir dan sedang dipusingkan dengan skripsi, Pak Mulya malah meninggal dunia.

Di dekat Bu Tsania, kedua tangan Ashraff bergerak dengan mulus selama menggeser sebuah kursi berwarna hijau untuk kemudian diduduki. Membuat Ashraff bisa saling berhadapan dengan Bu Tsania hingga mereka sebatas dipisahkan sebuah meja bernuansa putih. Mental Ashraff untuk berbicara serius dengan wanita berbadan cenderung berisi tersebut lantas terbentuk.

"Aku mau ngomong serius sama Ibu," ucap Ashraff.

Meski sekarang Bu Tsania sedang berkutat dengan bahan-bahan makanan karena akan diolah untuk dijadikan santapan malam, mudah-mudahan kedatangan Ashraff tidak mengganggu kesibukan dari wanita berkerudung merah hati tersebut.

Perlahan, Bu Tsania mengangkat wajah. Menatap Ashraff dengan bibir dilengkungkan, Bu Tsania sungguh terheran-keran karena bisa dianugerahi kesempatan untuk mendapati Ashraff sedang mesam-mesem. "Mau ngomong apa, sih? Kok tumben banget, hm?"

"Aku mau menikah, Bu," kata Ashraff.

Aktivitas Bu Tsania untuk memilah daun-daun terbaik dari tanaman bayam dihentikan seketika. Perhatian dari sosok wanita bergamis ungu kemerah-merahan tersebut langsung dipusatkan sepenuhnya kepada Ashraff. "Yang bener kamu, Shraff?" tanya Bu Tsania dengan mengedepankan ekspresi cemerlang.

"Iya, Bu. Aku beneran udah kepengen menikah," kata Ashraff.

Mulai dari Ashraff bisa hidup mandiri, Bu Tsania tidak pernah menuntut Ashraff untuk cepat-cepat menikah. Toh, usia Ashraff sekarang masih 25 tahun. Akan tetapi, Bu Tsania akan mengizinkan Ashraff untuk berumah tangga misalkan Ashraff memang sudah kebelet sekali. Yang dipermasalahkan Bu Tsania di sini, siapakah sosok wanita dengan keberuntungan bagus tersebut sampai bisa menggaet hati Ashraff, anak tunggal dari Bu Tsania.

"Mau menikah sama siapa kamu, Shraff? Ibu ngga tahu loh kalau kamu lagi deket sama seseorang."

"Adalah, Bu," kata Ashraff dengan sebelah tangan terangkat dan terulur untuk menggaruk bagian tengkuk leher seraya senyam-senyum.

"Jika Ibu mau tahu rupa dari calon mantu Ibu sekarang, aku bisa langsung ngasih lihat."

Inisiatif Ashraff untuk meluncurkan tawaran menarik barusan bisa dibilang tercipta karena Ashraff merasa sudah mengundang keingintahuan Bu Tsania. Yang membahagiakan, ibunda dari Ashraff berkehendak untuk menyambut tawaran tersebut. Memacu Ashraff untuk sungguh-sungguh merasa didukung.

Melihat foto Ameena dengan berbekal handphone Ashraff, kedua bola mata dari Bu Tsania langsung berhenti berbinar. Pun dengan wajah bertabur keriput tipisnya. Mendapati calon istri dari Ashraff merupakan sosok wanita berpenampilan terbuka, bagaimana Bu Tsania bisa tidak kecewa? Mengapa bukan sosok wanita berhijab?

"Apakah kamu ngga salah memilih, Shraff?"

Masih belum merasa cukup untuk sebatas memastikan, Bu Tsania beralih menatap Ashraff dengan kilatan mata memprotes. "Masa wanita urakan begini kam—"

"Bu."

Pada akhirnya, Ashraff memegang salah satu tangan Bu Tsania untuk menyela dengan lembut. "Aku tuh nikahin Ameena karena aku ingin ngebimbing Ameena."

Memiliki istri soleha secara instan memang sudah biasa. Yang tidak biasa, bukankah apabila kita dapat menjadikan istri sendiri sebagai sosok wanita soleha dengan berproses bersama?

Menatap foto Ameena lama sekali, kegiatan Bu Tsania benar-benar menyebabkan Ashraff diliputi dengan tanda tanya. Menilik suasana dari wajah ibunda tercinta masih menggelap, Ashraff malah ikutan terseret arus kesuraman selama berseru dengan menggunakan nada hati-hati, "Mungkinkah Ibu ngga ridho dengan keputusanku?"

Ketika Ashraff sudah sedikit berprasangka buruk, Bu Tsania baru berganti menatap ke arah Ashraff dengan ditemani kening berkerut samar.

"Ibu bukan ngga ridho, Shraff."

"Lalu?"

"Ibu terus terang merasa ngga asing dengan ... eh, siapa nama calon istrimu tadi?"

"Ameena, Bu," kata Ashraff karena Bu Tsania diterpa kesulitan untuk mengingat nama Ameena.

"Ah, ya. Ameena."

"Ibu seperti pernah melihat Ameena, Shraff. Tapi, di mana, ya ...."

Mata Bu Tsania bergerak lincah selama berusaha meraba-raba memori. Muka Bu Tsania malah sekalian ditumbuhi garis-garis halus. Ashraff harus bisa bersiasat dengan cepat. Agar Bu Tsania tidak terhubung dengan video viral antara Ameena dan Shalfa.

"Yang Ibu lihat mungkin bukan Ameena, Bu," ucap Ashraff semata-mata dimaksudkan untuk membelokkan ingatan Bu Tsania, "siapa tahu mirip doang."

"Ibu ngga tahu, ah," kata Bu Tsania, "udah lupa."

Meski masih kepikiran, Bu Tsania menolak untuk berpusing-pusing. Memilih untuk segera mengembalikan telepon cerdas Ashraff dan meneruskan agenda memasak. Menerima benda pipih dari tangan Bu Tsania, Ashraff langsung mendapatkan notifikasi bahwa Ashraff habis menerima kiriman teks singkat dari seseorang.

Mode bingung Ashraff berubah aktif seketika. Kenapa? Karena Ashraff sudah membaca beberapa kalimat dari Bu Layla. Di dalam hati, Ashraff malah sampai membatin, "Eh? Bu Layla kepengen ketemu aku?"

Apakah Ashraff sungguh-sungguh diminta untuk menemui calon mertua Ashraff? Ada apa, ya? Aduh, Ashraff sudah mulai resah sendiri. Agar Bu Layla tidak kelamaan menunggu, Ashraff bergegas memohon izin kepada Bu Tsania untuk keluar sebentar. Agar Ashraff bisa segera mengerti berkenaan dengan mengapa Bu Layla tiba-tiba mengundang Ashraff untuk bertemu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status