Kiran berusia 11 tahun, tinggal di Kota Begonia dengan Arhun dan Kora Wang, ayah dan ibu.
Ia bukan anak tunggal. Ada dua kakaknya, Thorn Wang tewas dalam perang melawan Chosa ketika berusia 19 tahun. Menyusul kematian Aura Wang kakak perempuan nomor dua yang juga tewas di dalam perang. Semua direkrut pihak Kekaisaran Qingchang untuk membantu Hersen melawan Chosa dan Zhouya.Kiran masih ingat. Tatkala itu ada prajurit kekaisaran mengetuk pintu dan membawa membaca surat dari kekaisaran di depan pintu keras-keras,“Thorn Wang dinyatakan tewas dalam perang, Kekaisaran sangat berterima kasih atas sumbangan tenaga muda almarhum…”ibu Kiran jatuh pingsan.Sedangkan Arhun Wang berusaha tabah, mendengar berita resmi dibacakan prajurit hingga selesai. Rumah itu berduka sebulan. Arhun berhenti bicara, hanya terdiam setiap hari.Menyusul semusim kemudian, prajurit kekaisaran yang lain datang mengetuk rumah itu lagi. Berita pun dibaca, di depan Arhun, Kora dan Kiran.“Skywraith kapal roh yang ditumpangi Aura Wang meledak ditembak api sihir pyromancer negeri musuh di perbatasan Kekaisaran Chosa !”Hening dan sepi meski bibir prajurit itu terus membaca berita duka.Arhun Wang selanjutnya terbaring di ranjang, terkena serangan penyakit mematikan. Ia berubah menjadi seperti mayat hidup, menolak berbicara dan menolak bergerak. Diam membisu diatas tempat tidur saja.++++++Kiran tersesat di dalam Hutan Pinus itu. Dua jam berlalu, tapi tiga kawan nakalnya tak berhasil ia ditemukannya. Tanpa sadar ia telah melangkah semakin dalam ke jantung Hutan Terlarang.Langit menuju senja. Cakrawala tampak kelam, sebentar lagi akan gelap total pertanda malam akan tiba. Hutan terlarang seketika berubah menyeramkan. Dan Kiran merasa ia seolah-olah terlempar ke suatu tempat yang asing. Pemandangan di depan mata, hanya hutan belantara dan deretan bukit-bukit kecil. Mistis dan menimbulkan rasa gentar.Kiran tak menyangka. Itu adalah Line Hills, kawasan tembok perbatasan antara Qingchang dan Zolia.Di atas barisan bukit ia melihat. Ada tembok tinggi berselimut asap tipis yang warnanya gelap. Aura mistis terpancar membuat bulu kuduk Kiran meremang.Lama larut dalam tepekur, Kiran tiba-tiba tersadar. Dia seketika jadi panik!“Ini perbatasan antar negara. Perbatasan yang konon dijaga militer, juga ada banyak banyak ahli sihir, master pengendali elemen – yang bekerja di bawah perintah Kaisar.“Celaka! Aku bisa saja dituduh mata-mata, alih-alih dihukum mati, sekeluarga!”Ia menyesal. Sekarang balik mengutuk diri sendiri! "Apa sebenarnya yang telah aku lakukan? Mengapa begitu berani, menerobos tempat terlarang yang tampak mengerikan ini? Lari adalah jalan terbaik!” batin KiranTapi begitu ia melangkah masuk ke hutan itu, semua tampak gelap gulita, hitam seperti tinta. Bahkan Cahaya rembulan, tak dapat menerobos ke sel-sela dedaunan.Kiran berbalik lagi. Ia menepi di sisi hutan yang ada lapangan kecil, yang batasnya di cakrawala dimana Line Hills itu berada.“Menunggu sampai hari terang, itu mungkin sikap bijaksana,” batin Kiran sambil membersihkan tanah di kaki pohon pinus, untuk ia berbaring+++Malam semakin larut. Dan Kiran tak jua memejamkan mata. Ia hanya meringkuk di bawah pohon pinus, tak berani bergerak. Ia takut, kalau ada petugas patrol melihat dan menandainya.“Seluruh keluargaku akan dibuat sulit karena kenakalan ini. Kasihan betul ayah yang sudah lumpuh, dan ibu yang semakin tua.” Air matanya mengalir di pipi. Namun penyesalan selalu terlambatSejurus kemudian, setelah ia merasa tenang, Kiran mulai berpikir jernih. Keinginan untuk hidup, tumbuh begitu besar di hati."Aku tak ingin mati di sini?" tapi, perutnya berbunyi tanda rasa lapar kini melanda.Sayangnya, hanya suara desiran angin malam yang dingin menyambutnya. Itu membuat rasa lapar itu semakin melanda. Apa yang harus kumakan? Bekal pun aku tak punya. Kejadian ini sungguh di luar perhitunganku,” Kiran semakin menyesal.Semalam ia menahan rasa lapar dan dinginnya udara di hutan itu. Suara lolongan serigala, membuat iat tak berani memejamkan mata, meski rasa kantuk mulai datang.Dia baru saja akan memejamkan matanya, ketika di ketinggian langit diatas sana, tampak dua titik kecil yang saling berkejaran. Sesekali kerlipan kecil itu meletup mirip percikan api kecil, dan sangkanya itu hanya satu fenomena alam belaka.Tiba-tiba saja, ketika mata rasa kantuk itu makin tak tertahankan, ia menatap langit berkabut, yang tiba-tiba saja tampak menarik. Ada dua titik yang bergerak di angkasa, saling kejar mengejar. Kiran langsung berdiri. Ia melangkah keluar dari hutan, sedikit ke pinggiran lapangan rumput itu.Dua titik itu makin jelas. Kiran bertanya-tanya. "Sebentar! Itu bukan fenomena alam - meteor. Tapi itu adalah dua makhluk hidup yang terbang berkejaran di langit!" Kiran seketika jadi gelisah.“Apakah itu adalah semacam sihir para penjaga perbatasan? Sebaiknya aku bersembunyi!”Ia baru saja melangkah mundur, untuk masuk kedalam hutan, tapi dua titik itu kini makin membesar. Wujudnya terlihat menyerupai unggas yang memiliki sayap lebar. Menariknya unggas itu berwarna merah, menyala-nyala terbakar api.Kiran mengernyit. “Sebentar! apakah itu makhluk legendaris itu? Tapi tak mungkin!”Kiran menggosok kedua matanya dengan tangan. Dan sekali lagi ia menatap ke langit. Dan rasa terkejut itu melanda. "Phoenix! Benar itu Phoenix!" jerit Kiran tertahan.“Aku pernah melihat gambar makhluk itu. Dulu di perpustakaan Kota Begonia sebelum perang melanda.”Kiran sekarang tertarik. Ia memindai benda berkilauan yang mengejar sang Phoenix. “I-itu kapal? Kapal laut yang yang dapat terbang? Apakah ini yang disebut-sebut dengan Kapal Roh!” Kiran semakin tertarik.Tanpa sadar ia melangkah, makin berani ke tengah-tengah lapangan berumput. Sosoknya kini jelas terlihat dari atas langit.Duar !Tampak letupan api, yang meledak keluar dari arah kapal roh. Mata Kiran melebar."Pertunjukan langka! Kapal Roh bertarung melawan Phoenix! Jika kuceritakan ini pada tiga anak nakal itu, mereka pasti mati dalam kecemburuan!” Kiran makin lupa, kalau ia harus bersembunyi, untuk tidak terdeteksi petugas di dalam kapal roh itu.Pada saat yang sama, di atas kapal roh tampak sepuluh orang, yang semuanya mengenakan jubah, seragam militer khusus divisi sihir, Mereka berulang kali menembak makhluk besar itu menggunakan api. Dan yang membuat Kiran kagum, api ledakan itu ditembakkan bukan dengan senjata. Melainkan telapak tangan yang di sodok kearah depan."Celaka! Mereka penyihir, ahli-ahli pengendali api. Pyromancer." Kiran ngeri.“Ini bukan khayalan. Tapi nyata, pertarungan antara Phoenix legendaris melawan sepuluh ahli - Pyromancer dan Hydromancer!"Kiran terpaku di tengah-tengah lapangan. Ia telah Nampak jelas dari atas sana. Tak mungkin kelompok penyihir itu tidak melihatnya. Anak kecil yang nyata melakukan pengintaian terlarang. Melihat aksi sihir yang tidak diperkenankan untuk ditonton secara sembarangan. Kiran ingin pergi. Tapi sorot mata pyromancer di geladak itu, jelas menatapnya dengan tatapan yang sulit di tebak.“Apakah ini adalah akhir dari keluarga Wang kami?” Kiran menangis pilu didalam hati. Ia yakin, mereka sekeluarga akan dihukum mati atas perbuatan lancangnyaCatatan : Pyromancer adalah Elementalist- pengendali api, sedangkan Hydromancer adalah Elementalist- pengendali air. Untuk pengendali angin disebut Aeromancer sedangkan penguasa tanah disebut Geomancer.BERSAMBUNG.Kiran tercengang. Jantungnya berdebar kencang ketika memandang ke langit malam di Hutan terlarang. Itu adalah pertunjukan tak terlupakan selama hidupnya.“Apakah Phoenix itu, adalah mahluk kontrak sang Sage Putih, seperti yang diceritakan pendongeng Niraj Singh?” Kiran bertanya-tanya.Ia seorang anak yang sangat gemar mendengar dongeng. Di rumah arak Brimm The Liquidator, Kiran itulah Tuan Niraj Singh selalu tampil di panggung dengan kisah-kisah legendarisnya. Dan legenda tentang pertempuran di langit Benua Ayax antara Sage Putih melawan Warlock Hitam adalah kisah favoritnya. Kiran dan kawan-kawannya sangat kagum dengan pendongeng itu.Konon desas desus berkata, Niraj Singh adalah seorang ahli sihir. Dia agen rahasia dan mata-mata Klan Phoenix Merah. Tapi itu tak terbukti kebenarannya. Di sisi lain. Dua sosok itu semakin mendekat ke tanah. Bunyinya memekakan telinga, membuat tanah bergetar.Rooaar! Phoenix dan kapal roh menukik. Keduanya saling menyambar ke tanah. Debu beterbangan be
Krooong! Suara kepakan sayap terdengar bergaung di kepala Kiran.Mula-mula pelan, tapi makin lama makin keras. Bunyinya gong yang ditabuh, terdengar bergema di telinga Kiran. Ketika makin dekat, getaran sayap itu mengguncang tubuh Kiran.Kiran histeris. "Aku belum ingin mati!"Swoosh! Kiran meloncat, sejauh mungkin yang ia mampu. Tubuhnya lantas bergulingan rerumputan lapangan, Berakhir dengan batang batang pohon pinus terdekat. Kiran kesakitan. Itu adalah pohon yang besar dan masih muda. Dan ledakan itu terdengar.BOOM!Debu beterbangan, menyusul api membumbung tinggi, tatkala Phoenix membentur tanah berumput yang hangus seketika.Kiran merasakan uap panas yang melebar sampai ke tempat itu terbaring. Kulitnya seperti akan mengelupas. Api berwarna merah kuning menyala sesaat. Sesudahnya padam.Keheningan!Kiran kesakitan. Sekujur tubuhnya kaku bercampur perih. Ia berusaha berdiri, tapi tidak bisa. Dengan pasrah ia tertelungkup dalam diam, mencoba tetap hidup - bertahan dari rasa saki
Hari masih gelap, matahari belum nampak. Angin dingin bertiup dari Hutan Terlarang, ini membuat penduduk Kota Begonia makin lelap. Semua orang mengencangkan selimut bertahan dari udara yang membeku.Tapi di jantung Hutan Berbisik, di antara bayangan pohon pinus yang berdesir, tampak sekelompok militer mondar-mandir. Langit ketika itu jernih tak berawan, mulai berwarna biru gelap, pertanda subuh telah menjelang.Swish!Tiga kapal roh berukuran sedang semuanya terbuat dari Kayu Padauk, kayu khusus dengan serat kayu terlihat bercahaya indah di langit yang masih gelap. Kapal-kapal roh itu hilir-mudik di atas perbatasan dua kekaisaran. Qingchang dan Zolia.Sesekali, lampu sorot dari ketinggian dipancarkan menembus rimbunnya daun pinus. Ada hal penting yang menjadi concern orang-orang itu. Kaum militer berjumlah 100 orang itu, mondar-mandir di pinggiran hutan terlihat sibuk mencari-cari sesuatu.Pria gagah berusia tak lebih dari 30 tahun, sepertinya ia adalah komandan kelompok militer itu.
Kiran dan temannya mengambil langkah seribu - Bolted like a deer - mereka menghilang dalam gelapnya malam. Di Brimm the Liquidator Eve Whitehouse melayangkan tatapan dinginnya ke jendela tempat mereka mengintip tadi.++++++Avena, Kai dan Ming berlari ke arah kiri dan Kiran terus berlari di jalan berbatu itu.Kiran ikut menghilang di persimpangan jalan itu Ia berlari cepat dengan dada berdegup. Ia bahkan tidak merasa telah menempuh jarak jauh dalam sekejap mata. Tahu-tahu saja, ia telah bersembunyi di balik selimut kasar yang tidak nyaman, di kamar sempitnya.Kiran tak bisa tertidur. Matanya terbuka lebar, memandang langit-langit kamar yang bolong!Ia membayangkan tatapan dingin perempuan pucat berambut putih tadi. Aura yang terpancar dari diri Pyromancer itu, seperti sanggup membunuhnya, meski dengan tatapan. Entah mengapa, ada sesuatu di dalam pikirannya, yang membuat ia tidak suka dengan pyromancer tadi. Tapi dia mencoba mengabaikannya.Pada akhirnya rasa kantuk itu datang, dan dia
Kota Begonia menjadi geger hari itu. Aksi pertempuran kelompok misterius itu sangat menarik perhatian. Orang-orang sibuk berlari menyelamatkan diri, menghindar dari kekacauan itu. Ada yang terjatuh, bahkan ada yang terinjak-injak sekelompok pengunjung yang panik. Beruntung tidak ada korban nyawa atas insiden tersebut.Semua orang kini terlihat tanpa jubah penutup. Tak ada lagi yang mengenakan mantel berkerudung seperti awal mereka berkumpul di alun-alun.KIran menatap ke panggung. Niraj Singh betul-betul telah lenyap, menghilang bersama kelompok misterius itu."Aku bersyukur, pendongeng itu selamat"Sementara itu, Kapten Bao berdiri berkacak pinggang di tengah lapangan. Dengan wajah memburuk, dia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi ke langit, lalu dengan suara yang ia besar berteriak. Suaranya bergaung di langit alun-alun kota."Semuanya diharap tenang. Jangan menimbulkan suara keributan tak berarti, yang menambah kacau suasana. Pihak militer akan mengambil tindakan tegas terhadap p
Seseorang menghentikan lamunan Kiran. "Ibu?" Kiran terkejut ketika Kora Wang menepuk pundaknya"Apa yang kamu lakukan di sini?" tatapnya penuh selidik."Ayo kita pulang!. Hari telah sore. Aku tak ingin kena hukuman cambuk hanya karena menunggumu bercengkerama dengan kawan-kawan bengal mu. Jam malam akan segera berlaku!" Suara Kora Wang terdengar tegas. Kumpulan pun bubar.Perjalanan ke rumah, terasa sangat cepat. Banyak orang berjalan terburu-buru, bergegas tiba di rumah sebelum jam malam berlaku.Kiran menarik selimut kasarnya hingga ke leher. Dia mencari kehangatan. Sejak Avena mengatakan bahwa calon ahli sihir terpilih harus pindah ke Kota Shanggu, dia menggigil gelisah. Rasanya tak tega untuk berpisah dengan dua orang tuanya.Setelah bolak-balik gelisah diatas ranjang, akhirnya sampai pada keputusan melegakan."Untuk apa aku berpikir terlalu banyak? Belum tentu aku akan lolos di audisi uji talenta sihir besok. Tidur lebih baik." Kiran tertawa dalam hati.Kiran tertidur pulas ses
Puluhan anak-anak yang akan mengikuti/ audisi bakat, berbaris rapi di bawah podium. Seorang petugas, dari seragam nya jelas seorang militer mengedarkan nomor urut untuk naik ke panggung mengikuti tes bakat yang di pandu Zetta Mui - gadis Peramal masa depan.Kiran mendapat nomor urut 12."Ini adalah nomor yang tidak menunjukkan rezeki tapi juga bukan angka kesialan. Semoga aku lulus audisi nanti" batin Kiran, wajahnya cemberut. Angka tiga adalah nomor keberuntungan bagi Kiran.Di Kekaisaran Qingchang ini, rakyatnya sangat percaya dengan hal-hal yang berbau mistis. Sehingga apapun itu, selalu dikait-kaitkan dengan pembawa sial atau tidak. Dari angka, atau hari, bahkan bulan sekalipun mereka selalu mempercayai ada masa keberuntungan dan ada masa tidak beruntung untuk nomor-nomor tertentu. Bulan ini, angka tiga adalah angka favorit.Alun-alun kota semakin ramai.Setelah semua anak peserta audisi menerima nomor antriannya, Zetta Mui mengundang mereka ke pentas sesuai urutan nomor."Uruta
Jantung Kiran berdegup kencang! Susuran anak tangga pendek menuju podium, terasa seperti lorong panjang menuju kamar kematian. Kiran dipenuhi rasa tidak percaya diri, ditambah kekuatiran kalau-kalau hasilnya uji bakatnya nanti berujung kekecewaanKiran gemetar."Bersikaplah tenang adik kecil. Tarik nafas dalam-dalam dan sentuh kuas ajaib itu.Sekarang!" Zetta berusaha membujuknya.Kiran menjadi percaya diri. Entah mengapa, suara Zetta yang lembut dan ramah, itu membuat pikirannya terasa jernih.Zetta mendesak."Ayo dimulai, satu sapuan kuas di permukaan kanvas, dan semua selesai!" Titah Zetta, kini nadanya memerintah. Sikap ragu-ragu itu membuat dia kehilangan kesabaran dengan cepat."Semoga berhasil!" Kiran menutup mata, memompa semangat dan secara tak terduga dia melambaikan tangan, meniru gerakan Zetta yang dramatis.Plak!Cairan tinta sihir itu, penuh menodai seluruh permukaan kanvas. Semua orang di alun-alun terbelalak. Kiran sungguh ceroboh!Seharusnya dia menyapu kuas untuk