Hari masih gelap, matahari belum nampak. Angin dingin bertiup dari Hutan Terlarang, ini membuat penduduk Kota Begonia makin lelap. Semua orang mengencangkan selimut bertahan dari udara yang membeku.
Tapi di jantung Hutan Berbisik, di antara bayangan pohon pinus yang berdesir, tampak sekelompok militer mondar-mandir. Langit ketika itu jernih tak berawan, mulai berwarna biru gelap, pertanda subuh telah menjelang.Swish!Tiga kapal roh berukuran sedang semuanya terbuat dari Kayu Padauk, kayu khusus dengan serat kayu terlihat bercahaya indah di langit yang masih gelap. Kapal-kapal roh itu hilir-mudik di atas perbatasan dua kekaisaran. Qingchang dan Zolia.Sesekali, lampu sorot dari ketinggian dipancarkan menembus rimbunnya daun pinus. Ada hal penting yang menjadi concern orang-orang itu. Kaum militer berjumlah 100 orang itu, mondar-mandir di pinggiran hutan terlihat sibuk mencari-cari sesuatu.Pria gagah berusia tak lebih dari 30 tahun, sepertinya ia adalah komandan kelompok militer itu.Dia mengenakan seragam warna hitam dan putih. Baju seragam itu dijahit oleh tangan ahli dengan detail yang rumit. Di bahunya simbol kepangkatan, yang menjelaskan kalau dia seorang berpangkat Kapten.Tubuhnya jangkungnya. Raut keras dengan bahu bidang, selaras mengenakan seragam itu dengan pedang di pinggang. Namanya Kapten Bao. Ia mencium sisa debu terbakar di lapangan berumput - debu The Flame."Ini bukan seperti yang aku sangka. Tak ada jejak sihir atau energi. Ini bukan debu Phoenix." Kapten Bao menghentikan pemeriksaan.“Sebaiknya kamu pergi. Tak tersisa jejak sedikitpun.” Katanya sambil mengajak kelompok militer untuk berpindah tempat pencarian, lebih ke dalam hutan.Tapi suara itu menghentikannya. Suaranya dingin tak kalah dengan dinginnya pagi."Kapten Bao. Apakah anda telah mencapai pada kesimpulan, kemana perginya sang Phoenix buronan itu?"Suara itu akrab di telinga Kapten Bao. “Perempuan sihir itu lagi!” keluhnya dengan malas. Ia memalingkan muka. Dan tebakannya tepat.Perempuan itu memiliki sepucat bulan di musim salju. Matanya berwarna perak mirip mata rubah pegunungan bersalju. Kapten Bao selalu tidak nyaman tiap kali bertemu perempuan itu.Kapten Bao mengernyit, dan menyapa malas. "Eve Whitehouse, Pyromancer level dua."Sang Kapten membungkuk rendah dan memberi hormat. Gerakannya terlihat malas, tak mirip orang yang memberi hormat. Keduanya sering bertemu dalam misi berbahaya. Dan Eve selalu bersikap menguasai,. Ini yang menyebabkan Kapten bao tak suka dengannya.Eve selalu merendahkan Kapten Bao yang bukan ahli sihir. Dia seorang knight. Padahal pelatihan knight pun dilakukan bersama seorang penyihir di akademi resmi kekaisaran."Ada apakah yang membuat Nona Eve, datang di pagi benar?" kapten itu berbasa-basi.Eve gadis menampakkan mimic terkejut. Ia mendekati Kapten Bao. "Ayolah kapten. Bukankah kedatangan kita sama adanya?” Hanya saja anda mewakili pihak militer, sedangkan aku mewakili pihak Ahli sihir militer. Kita berdua sama-sama investigator."Gadis berbicara mendominasi, tidak memberi kesempatan Kapten Bao untuk bersuara.“Apakah anda telah mendapat petunjuk? Silahkan ceritakan padaku!” kata Eve Kembali mendominasi.Kapten Bao seketika hilang kesabaran. Gadis ini melanggar batas. Ia bersikap seolah-olah atasan Kapten Bao. Pria itu sudah kepingin muntah melihat gaya dominan Eve.Kapten Bao hanya mengangkat bahu. Jawabannya singkat. “Aku belum menemukan petunjuk. Bagaimana dengan anda? Apakah kelompok pyromancer dan yang lain di seberang tembok, mati karena api phoenix?” ia balik bertanya.Eve terlihat kurang senang. “anda tak mau berbagi informasi, sementara anda mencari informasi dariku?” suara Eve meninggi. Ia bahkan menambahkan."Yang aku dengar, Phoenix gila itu melarikan diri dari penjara sihir, saat anda bertugas sebagai penjaga malam!” Yang aku herankan, mengapa pihak militer tak seorang pun muncul dan membantu para pengendali elemen?"Dalam hal ini, aku jadi curiga!” mata Eve tajam menatap Kapten Bao.Kapten Bao memerah. "Jadi anda menuduh aku bersekongkol dengan Klan Phoenix merah?" Hoho... Berhati-hati dalam bertutur. Aku dapat balik menuduh anda dengan alasan fitnah!"Hening. Eve memang selalu mencari masalah dengannya. Kapten Bao geram.Eve merangkai kata, dan Kembali mengancam. "Kalau saja Kaisar tahu Phoenix itu kabur, dia pasti murka. Rencana menyatukan kekuatannya antara Roc dan dengan Phoenix gagal sudah!” Eve menatap Kapten Bao dengan senyum kemenangan.“Terlebih jika Kaisar tahu. Phoenix itu lenyap dan militer Qingchang tak berkutik karenanya. Well mungkin Kasiar akan mengamuk!" mata Eve bersinar licik."Setahuku, Phoenix itu ditahan di penjara sihir Spellhold. Semua kuncinya telah dipasang jampi-jampi dan mantra sihir. Bagaimana mungkin ia bisa melarikan diri? Menurutmu, apakah ini bukan sabotase?”Eve memancing. Ia ingin melihat reaksi Kapten Bao.Kapten Bao marah besar. Wajahnya memerah. Ingin rasanya ia menampar mulut perempuan sihir itu. Jelas ini adalah tuduhan tersembunyi.Sambil menahan marah, setelah menarik nafas dalam-dalam, Kapten Bao berbicara dingin. "Tentang hal ini, semuanya akan diperiksa sesuai dengan tata cara militer. Anda tak berhak melempar sembarang tuduh! Sekali lagi aku tegaskan. Aku bisa balik menyerang anda atas tuduhan ini."Kapten Bao meninggalkan pembicaraan panas itu. Ia dengan sengaja menabrak Eve. Beruntung Eve sigap.Ia bergeser cepat dan terhindar tabrakan disengaja itu.Kapten Bao melirik. Kata-katanya sedingin es. "Maafkan aku harus pergi. Masih banyak urusan yang harus ku kerjakan,” ia menghilang di kerumunan kaum militer. Berbicara sebentar dan rombongan itu berpindah mencari di kedalaman hutan. Lapangan itu dianggap bersih dari jejak sang phoenix.Eve berdiri sendirian. Ia menatap kepergian Kapten Bao dengan benci."Aku sungguh tak dengan orang Qingchang. Mereka hanya berpura-pura tunduk kepada Kekaisaran Hersen kami! Lihat saja nanti, kelak aku akan membuka kedo Kapten Bao itu!"++++++Bangun! Kiran dibuat terkejut. Kora Wang berteriak di telinganya.Mimpinya terganggu sudah. Kiran bermimpi ia melihat cahaya kemerahan menyilaukan membakar tubuhnya. Menyakitkan tapi sesudahnya ia menjadi sosok yang kuat. Itu adalah keinginannya. Tapi mimpi indah itu sekarang buyar."Kiran! Ini telah pukul 20.00. Kamu tidur lebih dari setengah hari.” Cepat bersihkan tubuhmu. Entah kegiatan apa yang kamu buat di malam sebelumnya, yang pasti sekarang kau terlihat berantakan!" Kora Wang menghardiknya sekali lagi.Kiran beringsut-ingsut berdiri, mencari sisa-sisa air lalu membersihkan tubuhnya. Entah mengapa dia merasa ada banyak kotoran seperti lendir pada kulitnya. Berbau dan menjijikkan."Apa yang terjadi denganku?" batin Kiran.Tapi rasa gelisahnya hanya sesaat. Ia teringat sebentar malam adalah pertunjukan Tuan Niraj Singh"Di Brimm The Liquidator, sang Pendongeng akan tampil. Aku harus bergegas jika tak ingin ketinggalan dongeng legenda itu."Dongeng yang dibawakan Tuan Niraj Singh, sudah puluhan kali ia dengar. Tapi entah mengapa. Kiran dan kawan-kawannya selalu datang sembunyi-sembunyi, untuk mendengarkan pengulangan kisah itu. “Ceritanya tentang kepahlawanan yang membuatku selalu terinspirasi. Aku ingin menjadi Sage seperti Sage Alaric nanti Kiran berjalan sambil tersenyum.Brimm The Liquidator tampak di depan mata.Kiran buru-buru merapat pada jendela di sisi Barat, ia bergabung dengan tiga anak lainnya, Ming, Kai dan Avena. "Apakah sudah dimulai?" tanya Kiran.Ketiga kawannya melirik sebentar. Avena menyodorkan barang Kiran yang dibuat permainan kemarin. “Ambillah. Aku sudah bosan bermain dengan kalungmu. Sekarang kita fokus mendengar Riwayat sang pendongeng!” kata Avena sambil menunjuk ke dalam rumah arak itu.Dari dalam, suara itu mulai melantun, merdu seperti tiupan seruling.“Sage Alaric meloloskan pedang seputih salju. Ia melambaikan pedang nya, menghantam penyihir hitam itu. Penyihir hitam itu ketakutan, Ia berniat lari, karena takut pedang sang Sage!”Semua berpandangan. “Bukankah ceritanya berbeda? Dahulu bukan seperti ini kisahnya!”Suara dari dalam rumah arak semakin lantang. “Pertempuran sengit berakhir dengan gemuruh,ketika Sage Alaric dan Phoenixnya menjadi pemenang. PEnyihir hitam itu mati, dan negri hidup Sentosa selamanya!”Seisi ruangan Brim the Liquidator menjadi heboh. Semua pendengar di rumah minum itu tercekat.Niraj Singh sang pendongeng dengan sengaja mengubah alur kisah sejarah! Seharusnya yang menang pertempuran adalah Warlock, Kaisar Hersen."Pendongeng itu tak takut dengan kematian!""Dia sungguh berani mengubah cerita dongengnya."Pengunjung yang ketakutan bergegas meninggalkan Brim the Liquidator. Tak ada yang ingin terlibat dan di cap pemberontak oleh pihak penguasa. Tapi Niraj Singh terus bernyanyi. Kini semakin keras suaranya. Banyak orang mulai berkumpul, mendengar kisah rekaannya. Semua bertepuk tangan.Dan benar saja!Tak lama kemudian lampu-lampu sorot ditembakkan dari angkasa. Ini membuat rumah arak itu menjadi terang benderang.Keadaan menjadi geger. Tapi Niraj Singh seperti tak peduli. Suaranya makin keras. Ia bernyanyi membawakan lirik yang diubah cerita sejarahnya itu."Diam!"Perempuan berambut pucat itu berdiri di depan pintu Brimm the Liquidator. Wajahnya dingin menyorot ke arah Niraj Singh yang seperti tidak peduli, tetap berpantun dengan isi yang terbalik itu.Eve Whitehouse melambaikan tangan. Kabut merah itu keluar dari tangannya, menjalar dengan hawa panas mematikan. Niraj Singh tak bergeming sedikitpun. Ia tak takut api sepertinya. Eve Whitehouse melotot, ingin rasanya membakar habis pria pendongeng itu.Sayangnya hukum di wilayah Kekaisaran Hersen dan jajahannya amat ketat. Tidak diperkenankan sembarang membunuh, apalagi di tempat umum.Sudah terlalu banyak keluhan dari negeri jajahan Hersen, yang mengeluh perbuatan sewenang-wenang petugas Hersen. Ini membuat Kaisar kuatir akan terjadi pemberontakan lagi.Eve Whitehouse mulai kehilangan kesabarannya. Tapi Gerakan itu lebih cepat. Sosoknyameninju perut Niraj Singh.BOOM!Sang [pendongeng membentur dinding, terkulai kehilangan kesadarannya. Sosok yang meninjunya adalah Kapten Bao.Dari balik gelapnya malam di jendela sisi kanan, Kiran dan kawan-kawannya menatap tak berkedip semua aksi itu. Takjub akan sihir Eve Whitehouse, juga kagum dengan aksi tempur pria tampan berseragam militer itu.Eve Whitehouse mengerling tajam ke jendela sudut barat. Delapan pasang mata itu merunduk melihat sorot mata Eve. Perempuan itu tampak seperti ratu api."Dia seorang Pyromancer!" Kiran mendesis. Jika kita tak pergi sekarang, bisa-bisa kita akan berakhir di dalam penjara. Tuduhan paling jelas adalah Tindakan mata-mata, Kiran menghambur sesudahnya, Ia masih ingin menyaksikan aksi-aksi heroic itu. Tapi ketakutannya akan penjara, itu membuat dia harus pergi.BERSAMBUNG.Kiran dan temannya mengambil langkah seribu - Bolted like a deer - mereka menghilang dalam gelapnya malam. Di Brimm the Liquidator Eve Whitehouse melayangkan tatapan dinginnya ke jendela tempat mereka mengintip tadi.++++++Avena, Kai dan Ming berlari ke arah kiri dan Kiran terus berlari di jalan berbatu itu.Kiran ikut menghilang di persimpangan jalan itu Ia berlari cepat dengan dada berdegup. Ia bahkan tidak merasa telah menempuh jarak jauh dalam sekejap mata. Tahu-tahu saja, ia telah bersembunyi di balik selimut kasar yang tidak nyaman, di kamar sempitnya.Kiran tak bisa tertidur. Matanya terbuka lebar, memandang langit-langit kamar yang bolong!Ia membayangkan tatapan dingin perempuan pucat berambut putih tadi. Aura yang terpancar dari diri Pyromancer itu, seperti sanggup membunuhnya, meski dengan tatapan. Entah mengapa, ada sesuatu di dalam pikirannya, yang membuat ia tidak suka dengan pyromancer tadi. Tapi dia mencoba mengabaikannya.Pada akhirnya rasa kantuk itu datang, dan dia
Kota Begonia menjadi geger hari itu. Aksi pertempuran kelompok misterius itu sangat menarik perhatian. Orang-orang sibuk berlari menyelamatkan diri, menghindar dari kekacauan itu. Ada yang terjatuh, bahkan ada yang terinjak-injak sekelompok pengunjung yang panik. Beruntung tidak ada korban nyawa atas insiden tersebut.Semua orang kini terlihat tanpa jubah penutup. Tak ada lagi yang mengenakan mantel berkerudung seperti awal mereka berkumpul di alun-alun.KIran menatap ke panggung. Niraj Singh betul-betul telah lenyap, menghilang bersama kelompok misterius itu."Aku bersyukur, pendongeng itu selamat"Sementara itu, Kapten Bao berdiri berkacak pinggang di tengah lapangan. Dengan wajah memburuk, dia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi ke langit, lalu dengan suara yang ia besar berteriak. Suaranya bergaung di langit alun-alun kota."Semuanya diharap tenang. Jangan menimbulkan suara keributan tak berarti, yang menambah kacau suasana. Pihak militer akan mengambil tindakan tegas terhadap p
Seseorang menghentikan lamunan Kiran. "Ibu?" Kiran terkejut ketika Kora Wang menepuk pundaknya"Apa yang kamu lakukan di sini?" tatapnya penuh selidik."Ayo kita pulang!. Hari telah sore. Aku tak ingin kena hukuman cambuk hanya karena menunggumu bercengkerama dengan kawan-kawan bengal mu. Jam malam akan segera berlaku!" Suara Kora Wang terdengar tegas. Kumpulan pun bubar.Perjalanan ke rumah, terasa sangat cepat. Banyak orang berjalan terburu-buru, bergegas tiba di rumah sebelum jam malam berlaku.Kiran menarik selimut kasarnya hingga ke leher. Dia mencari kehangatan. Sejak Avena mengatakan bahwa calon ahli sihir terpilih harus pindah ke Kota Shanggu, dia menggigil gelisah. Rasanya tak tega untuk berpisah dengan dua orang tuanya.Setelah bolak-balik gelisah diatas ranjang, akhirnya sampai pada keputusan melegakan."Untuk apa aku berpikir terlalu banyak? Belum tentu aku akan lolos di audisi uji talenta sihir besok. Tidur lebih baik." Kiran tertawa dalam hati.Kiran tertidur pulas ses
Puluhan anak-anak yang akan mengikuti/ audisi bakat, berbaris rapi di bawah podium. Seorang petugas, dari seragam nya jelas seorang militer mengedarkan nomor urut untuk naik ke panggung mengikuti tes bakat yang di pandu Zetta Mui - gadis Peramal masa depan.Kiran mendapat nomor urut 12."Ini adalah nomor yang tidak menunjukkan rezeki tapi juga bukan angka kesialan. Semoga aku lulus audisi nanti" batin Kiran, wajahnya cemberut. Angka tiga adalah nomor keberuntungan bagi Kiran.Di Kekaisaran Qingchang ini, rakyatnya sangat percaya dengan hal-hal yang berbau mistis. Sehingga apapun itu, selalu dikait-kaitkan dengan pembawa sial atau tidak. Dari angka, atau hari, bahkan bulan sekalipun mereka selalu mempercayai ada masa keberuntungan dan ada masa tidak beruntung untuk nomor-nomor tertentu. Bulan ini, angka tiga adalah angka favorit.Alun-alun kota semakin ramai.Setelah semua anak peserta audisi menerima nomor antriannya, Zetta Mui mengundang mereka ke pentas sesuai urutan nomor."Uruta
Jantung Kiran berdegup kencang! Susuran anak tangga pendek menuju podium, terasa seperti lorong panjang menuju kamar kematian. Kiran dipenuhi rasa tidak percaya diri, ditambah kekuatiran kalau-kalau hasilnya uji bakatnya nanti berujung kekecewaanKiran gemetar."Bersikaplah tenang adik kecil. Tarik nafas dalam-dalam dan sentuh kuas ajaib itu.Sekarang!" Zetta berusaha membujuknya.Kiran menjadi percaya diri. Entah mengapa, suara Zetta yang lembut dan ramah, itu membuat pikirannya terasa jernih.Zetta mendesak."Ayo dimulai, satu sapuan kuas di permukaan kanvas, dan semua selesai!" Titah Zetta, kini nadanya memerintah. Sikap ragu-ragu itu membuat dia kehilangan kesabaran dengan cepat."Semoga berhasil!" Kiran menutup mata, memompa semangat dan secara tak terduga dia melambaikan tangan, meniru gerakan Zetta yang dramatis.Plak!Cairan tinta sihir itu, penuh menodai seluruh permukaan kanvas. Semua orang di alun-alun terbelalak. Kiran sungguh ceroboh!Seharusnya dia menyapu kuas untuk
Matahari bersinar tepat diatas kepala. Angin sepoi-sepoi bertiup. Daun-daun Cherry Blossom gugur ke tanah. Hati sepi mengiringi anak itu, Dia meninggalkan rumah tuanya, di pemukiman kumuh. Dua orang berdiri didepan rumah. Mereka melambaikan tangan Yang pria duduk di kursi. Nyaris seperti mayat hidup. Yang perempuan sesekali menghapus airmata di pipi.Tak perlu untuk menjadi romantis, bila menghadapi perpisahan. Kiran sedih. Tapi mimpinya harus terwujud. Menjadi seorang ahli pesona - penenun ilusi adalah tiket sekali perjalanan, keluar dari kehidupan yang susah seperti sekarang.Burung layang-layang terbang. Kiran menatap ke langit, menghela nafas dalam-dalam."Aku harus tegar. Ini adalah jalan menuju sukses. Kelak... jika berhasil nanti, kedua orang tuaku akan di boyong ke kota Shanggu. Kiran pun tegap melangkah pasti. "Kota Begonia akan menjadi masa lalu. Kota Shanggu adalah masa depan." Katanya mantap.Siang itu Kiran telah tiba di stasiun Kota Begonia. Gerbang Kebahagiaan itu nam
Hantu pengurus rumah tangga itu mengantar Kiran dan Chen ke kamar mereka. Di lorong berliku, penuh dengan hiasan tembikar buatan tangan, tampak menghiasi meja pajangan dari kayu cendana. Aroma harum menguar. Dinding-dinding kaku, penuh ornamen makhluk legendaris, di ukir dengan ahli, membuat Kiran merasa seolah-olah berjalan di lorong waktu, menembus ruang masa lalu, ketika dunia masih di penuhi mahluk-mahluk legendaris.Elvira, hantu perempua pengurus rumah tangga itu mengantar Kiran ke kamar yang terpisah dari Chen."Tidak bisa kah kami sekamar?" Kiran terkejut."Penting bagi kamu sekamar, karena latar belakang kami asalnya dari kota yang sama. Kupikir ini akan memudahkan kami untuk menyesuaikan diri di institut ini." Kiran berdalih, setengah memohon.Elvira membalas dengan senyum manis. Tapi terlihat menakutkan. Suaranya seolah-olah berasal dari dunia yang berbeda. Dunia yang jauh, di lembah kegelapan."Darling. Aku tak ingin kepala sekolah memarahiku. Semua diatur dan memperoleh
Makan siang berlangsung dengan cepat. Semua antusias untuk acara pemilihan anggota klub siswa. Kiran dan kawan semeja sejak tadi telah membuat licin semua sajian. Pengurus rumah tangga bekerja cekatan, membereskan semua kekacauan.Mereke bekerja secara sihir. Hantu dan para Peri hanya menjentikkan dua jari, dan piring kotor serta hidangan sisa lenyap seketika dari atas meja. Mengagumkan!Siswa baru, bertepuk tangan memuji. Tentu saja siswa yang terkagum-kagum itu, mereka yang bukan dari keluarga penyihir. Meja di kelompok Kiran salah satunya. Empat remaja uda itu bertepuk tangan keras-keras.Senior-senior institute hanya membuang muka dengan malas. Itu bukan hal yang istimewa di mata mereka. Tapi di luar daripada itu, ada tiga pasang mata siswa baru, anak kelas satu. Mereka menatap kawan-kawan angkatannya dengan mencibir. Mereka bahkan menunjukkan wajah malas secara terang-terangan.Beberapa naik pitam. Lila salah satunya."Siapa mereka? Lagaknya angkuh sekali. Seolah-olah semua kea