Perusahaan Salim Group
Prang!...Terdengar suara kegaduhan dari ruangan CEO. Ini membuat para karyawan yang kebetulan melintas di ruangan sang CEO mendadak jadi merinding ketakutan.Ya, saat ini memang sang pemilik ruangan yang tidak lain pemimpi perusahaan Salim group sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.Rupanya kemarahan sang pemilik Salim grup bertahan sampai malam tiba. Bahkan saking marahnya ia tidak beranjak dari tempat duduknya. Yang dia lakukan hanyalah diam dengan sorot mata yang tajam, dari tatapan matanya itu terlihat kilatan-kilatan kebencian.Ada kalanya tangannya terlihat terkepal lalu rahang yang mengeras hingga urat-urat di lehernya terlihat begitu dengan jelas.Aditya Dika itulah namanya pria dewasa yang berusia 30 tahun, satu tahun lalu dia ditinggalkan oleh pacarnya padahal mereka berencana akan menikah beberapa bulan lagi. Dengan kejadian itu sikap Aditya Dika berubah yang tadinya arogan semakin arogan yang tadinya kejam semakin kejam satu hal lagi... dia sangat membenci makhluk bernama wanita.Ini terjadi saat kekasihnya membuat hatinya sakit, dia mengetahui fakta jika sang kekasih itu melarikan diri dengan sahabatnya sendiri. Dan sekarang, ia mendengar jika besok kekasihnya atau lebih tepatnya mantan kekasihnya akan kembali ke Indonesia.Aditya tidak mau jika sampai mantan kekasihnya itu tahu dirinya sampai sekarang masih sendiri karena belum bisa move on dari mantan kekasihnya. Tentu saja Aditya tidak ingin jadi bahan pembanggaan diri mantan kekasihnya yang menganggap jika dirinya begitu penting di hidup Aditya.Dia tidak ingin ditertawakan oleh mantan kekasihnya, Aditya ingin membuktikan jika dirinya bisa melanjutkan hidup meski tanpa ada dirinya di sisi Aditya. Lalu apa yang sebenarnya membuat Aditya marah? Alasannya hanya satu yaitu dia memang tidak memiliki kekasih satu orang pun semenjak mantan kekasihnya meninggalkan dia. Jangankan kekasih dekat dengan wanita pun ia enggan.Jalan satu-satunya ialah mencari wanita yang mau dia sewa. Namun sudah tidak ada waktu lagi untuk mencari wanita yang mau disewa untuk menjadi pacar pura-puranya. Aditya begitu risau.“Boy, kemarilah Boy,” Aditya berteriak memanggil nama Boy. Boy sendiri adalah asisten pribadi Aditya.Mendengar namanya dipanggil membuat Boy langsung masuk ke ruangan Aditya, iya tidak ingin sampai telat dan mengakibatkan mood bosnya itu kembali.“Iya Tuan ada apa?” ucap Boy saat dirinya berada di depan Aditya.“Tolong carikan aku seorang wanita yang mau aku bayar untuk menjadi kekasih bayaran, kalau perlu mau jadi istri bayaran, “ Aditya berkata tanpa sedikit pun menatap ke arah Boy dia masih sibuk dengan pemikiran-pemikiran yang terjadi jika seandainya mantan kekasihnya tahu dia masih saja sendiri.Boy mengerutkan keningnya ia merasa heran dengan permintaan tuannya itu. Apakah indra pendengarannya tidak salah? Tuannya meminta dirinya untuk mencari seorang wanita bayaran?“Boy kamu dengar perintah aku tidak?!“ marah Aditya saat Boy terdiam saja tanpa sedikit pun memberikan respons.Boy yang mendengar amarah dari tuannya langsung gelagapan, bisa-bisanya iya malah memikirkan hal-hal yang tidak penting.“I-iya, Tuan. Saya mendengarnya, saya hanya kaget dengan permintaan Tuan yang tidak biasanya,” jujur Boy yang apa adanya.“Kamu jangan protes apalagi banyak bertanya cepat kerjakan apa yang saya perintah!” titah Aditya pada Boy.Diamnya Boy bukan tidak ingin mendengarkan titah dari tuannya hanya saja dia bingung wanita seperti apa yang diinginkan oleh tuannya itu, sebab jika dirinya salah tentu saja amarah yang akan dia dapatkan. Selain itu juga, Boy tahu jika tuannya itu sangat membenci makhluk yang bernama wanita.“Wanita seperti apa yang Tuan mau?” tanya Boy.“Terserah! Yang pasti dia bersedia, berapa pun yang dia mau, kasih,” ucap Aditya dengan begitu tenangnya. Namun dalam hatinya begitu risau.Rasa marah, kesal dan risau yang masih saja mengisi ruang hatinya membuat Aditya ingin secepatnya mengakhiri perasaan yang begitu menggagu itu. Hingga terbesit di benak untuk menghilangkan dengan meminum minuman beralkohol. Menurutnya itu adalah jalan pintas untuk melupakan sejenak segala kesemrawutan di benaknya.“Boy, kita ke klub. Sepertinya aku butuh sesuatu yang bisa melupakan sejenak keresahanku,” ujar Aditya seraya dirinya beranjak dari duduk dan merapikan setelah jasnya yang sudah terlihat kusut.Tanpa banyak protes, Boy mengikuti langkah Aditya. Karena sejatinya Boy hanyalah seorang asisten yang akan mengikuti ke mana pun tuannya pergi. Aditya berjalan dengan angkuhnya, lalu Aditya merogoh saku jasnya saat ia merasa jika handphone miliknya bergetar. Raut wajah Aditya yang awalnya memang sudah terlihat kaku tanpa ekspresi kini berubah. Terlihat kilatan-kilatan kebencian di sana.Entah siapa yang ada di balik telepon sana. Sehingga membuat Aditya terlihat begitu benci. Karena enggan untuk mengangkat panggilan itu Aditya memilih untuk men-silent-kan handphone -nya. Sungguh dia sedang berada dalam keadaan bad mood.Cukup lima belas menit perjalanan Aditya dan asistennya Boy akan sampai di klub king, tempat terfavoritnya dikala dirinya memiliki berbagai problem kehidupan. Hanya tempat ini yang bisa jadi obat penawarnya.Kedatangannya ke klub king bukan untuk bermain dengan wanita melainkan hanya sekadar minum sampai mabuk.Namun belum juga mereka menghentikan laju mobilnya dari arah berlawanan tiba-tiba ada seseorang yang berlari. Ini membuat Boy refleks mengerem mendadak. Sehingga suara decitan ban dan jalanan terdengar begitu nyaring.Beruntung Boy bisa mengerem di waktu yang tepat hingga badan mobil tidak sampai menabrak orang yang secara tiba-tiba berlari ke arah mobilnya.Akibat rem mendadak itu membuat tubuh Aditya yang memang tidak memasang seatbelt terhuyung ke depan dan dahinya mengenai sandaran jok depan.“Sit!” umpat Aditya.Sedangkan orang yang hampir asistennya tabrak hanya berteriak seraya menutup kedua matanya. Dan orang yang hampir tertabrak itu adalah Tiara.Tiara yang merasa tidak ada sesuatu yang menabrak tubuhnya perlahan membuka matanya dan dengan jelas ia melihat sebuah mobil lamorgini berhenti hanya beberapa senti saja dari tubuhnya.Sejurus kemudian, saat Tiara mulai tersadar jika saat ini keselamatannya sedang terancam memilih untuk menggedir kaca pintu mobil yang ada di depannya. Dengan maksud ia ingin meminta pertolongan, ya, paling tidak, dirinya dibolehkan untuk bersembunyi sebentar.Tuk...tuk... tuk...“Buka! Tolong aku!” Tiara terus menggedor seraya meminta tolong.Boy melirik sejenak kepada tuannya, ia ingin mencari keputusan tuannya itu. Mengerti akan tatapan Boy membuat Aditya angkat bicara.“Jangan dibuka! Mungkin itu hanya alasan dia, dia ingin menumpang di mobil mewah ini,”suara Aditya terdengar seperti merendahkan Tiara.Boy melihat beberapa orang keluar dari klub, lalu menatap ke arah Tiara yang sedang memasang wajah ketakutan.“Tuan, sepertinya dia sedang dikejar seseorang. Lihatlah!” Boy menunjuk ke arah tiga orang berbadan besar yang sedang celingukan mencari sesuatu.“Apa peduliku! Sekarang cepat jalan! Aku butuh ketenangan.”“Tapi, Tuan. Bukankah Anda sedang mencari wanita untuk Tuan bayar? Mungkin wanita itu bisa.”Tiba-tiba saja terlintas pemikiran seperti itu di benak Boy. Aditya tampak berpikir seraya menatap ke arah di mana Tiara tidak hentinya menggedor kaca mobil.“Buka pintu!”Saat pintu mobil bisa dibuka, Tiara langsung masuk dan bersembunyi di bawah—di antara jok dan sandaran jok. Tidak lupa kepalanya ikut ia sembunyikan di antara kedua tangannya.Aditya menatap jijik ke arah Tiara, sampai-sampai Aditya enggan untuk bersitatap. Saat tiga orang yang mengejar Tiara tadi berhenti tepat di samping mobil yang dijadikan tempat bersembunyi. Tubuh Tiara gemetaran. Dalam pikirannya, ia membayangkan bagaimana nasibnya jika seandainya dirinya tidak bisa melarikan diri. Hancur sudah masa depannya.Aditya yang tidak terbiasa melihat pemandangan yang menurutnya menjijikkan itu. Di mana Tiara memakai pakaian minim dengan belahan dada yang semakin terlihat jelas.Dengan ekspresi datar Aditya membuka jas mahalnya, lalu secara kasar melempar jasnya pada tubuh Tiara.“Pakai! Bajumu itu sungguh tidak layak disebut baju. Di rumah apakah kamu tidak punya baju? Sampai-sampai baju adikmu kamu pakai,” sinis Aditya tanpa sedikit pun melihat ke arah Tiara.Mendengar kata-kata itu m
Tiara syok bukan main saat Aditya mengatakan jumlah uang yang sangat fantastis itu. Satu milyar! Sudah pasti itu adalah jumlah uang yang sama sekali tidak terpikirkan Tiara. Sekadar menyentuh atau melihatnya saja ia tidak pernah.Keterkejutan Tiara semakin menjadi saat Aditya meminta pada Boy agar membawa uang tersebut. Dan kini uang satu milyar ada di hadapan Tiara yang berada di dalam koper.Tiara lalu menatap ke arah Aditya. Ia ingin bicara tapi mulutnya terasa begitu kelu tidak bisa untuk berkata-kata. Hanya sebuah tatapan yang mengisyaratkan apa dia serius?“Uang itu bisa jadi milikmu asalkan kamu bersedia menikah denganku. Bagaimana? Tawaranku menggiurkan bukan?”Memang, ini tawaran yang sangat menggiurkan. Dia tidak perlu menjual tubuhnya dan dinikmati oleh pria brengsek. Namun... dia sadar ini sama saja harga dirinya sudah dibeli. Masa bodoh! Ini demi ayahnya, ayahnya lebih penting daripada harga dirinya.Tapi... Tiara masih bingung. Apakah kehormatan dirinya bisa terjamin? Ap
Tiara mendongak kaget. Ayahnya bangun di waktu yang tidak tepat. Lalu, bagaimana cara menjelaskannya? Tidak mungkin jika dirinya harus mengatakan jika uang yang ia maksud adalah hasil dari sebuah kesepakatan kontrak pernikahan.“Uang apa yang kamu maksud, Tiara?” tanya Leo penasaran.“Itu ...,”“Apa?”Tiara sedikit menghela napas seraya mata yang ia tutup. Sejurus kemudian menatap sang ayah.“Kalau Tiara kasih tahu, Ayah harus janji dulu,” ucap Tiara membuat kesepakatan.“Janji apa?” balik tanya Leo.“Janji jangan marah jangan terkejut pula.”Leo tertawa tangannya terangkat lalu ia daratkan di kepala Tiara. “Anak Ayah lucu. Masa Ayah disuruh berjanji dulu.”“Ayah....”“Iya, iya, Ayah janji.” Tangannya mencubit pipi Tiara.“Tiara sudah dapat uang untuk biaya operasi Ayah. Dan....”“Dan apa Tiara? Ayah harap bukan sesuatu yang buruk,” ujar Leo saat Tiara sedikit menjeda perkataannya.“Calon suami Tiara membayar lunas pengobatan Ayah sekaligus membayar semua biaya operasi.” Tiara memilih
Kediaman Aditya Dika.Ini adalah cuci tangan Aditya yang kesepuluh. Seperti itulah Aditya. Saat tangannya sudah bersentuhan dengan wanita maka ia akan langsung mencuci tangan sampai bersih dan berulang-ulang.Menurut Aditya wanita itu ibarat kuman, bakteri atau apa pun itu sejenis makhluk menjijikkan. Tangan Aditya sudah terlihat memucat, diakibatkan sering terguyur air. Hingga saat Boy datang barulah ia menghentikan aktivitas mencuci tangannya.“Kau sudah mengantar dia pulang?” tanya Aditya seraya beranjak dari westafel dan mulai mengeringkan tangannya.Dengan takzim dan rasa hormat Boy mengiyakan perkataan Aditya. “ Sudah. Dia sekarang di rumah sakit.”“Bagus!” ujar Aditya lalu duduk di sofa diikuti oleh Boy. “Aku harus pastikan pernikahanku dengan dia berlangsung besok. Sebab wanita itu akan pulang lusa.”“Tenang saja, Tuan. Semua pasti akan berjalan dengan lancar. Apa yang Tuan inginkan pasti kan segera terwujud. Saya yakin ayahnya akan setuju jika mendengar niat Tuan untuk me
Tidak ada sedikit pun niat untuk merespons pesan itu. Bagi Aditya ini tidaklah penting. Membalas pesan mantan. Terdengar lucu di telinga Aditya. Baginya mantan adalah bagian di masa lalu yang tidak berhak mencampuri kehidupannya lagi. Karena tidak ingin kembali mengulang dengan masa lalu, pada akhirnya Aditya melakukan kontrak pernikahan dengan Tiara dengan maksud agar sang mantan tidak mengganggunya lagi. Sekaligus ingin membuktikan jika dirinya bisa move on darinya.Tidak ingin terlalu memikirkan sang mantan Aditya memutuskan untuk beranjak ke kamar. Tubuhnya terasa lelah ingin secepatnya membaringkan tubuhnya.Sementara itu di rumah sakit, Tiara merasa lega sebab ia sudah mengatakan jika calon suaminya akan datang besok. Meskipun diselipi dengan sebuan kebohongan.Waktu terus saja berjalan hingga tidak terasa sudah menunjukkan pukul dua pagi. Dan dirinya sama sekali belum memejamkan mata, rasa kantuknya hilang dikarenakan memikirkan bagaimana besok ia harus menghadapi pria yan
Keesokan paginya.Sekitar pukul tujuh pagi, Aditya sudah siap dengan setelan kerjanya. Ia berniat ingin menemui orang tua Tiara secepatnya. Ia tidak ingin jika wanita di masa lalunya kepalang datang dan statusnya belum menikah. Boy yang sudah datang sejak pukul enam pagi sudah ada di depan tangga menyambut kedatangan Aditya yang hendak menapaki anak tangga “Sarapan dulu, Boy. Setelah itu kita pergi,” ujar Aditya saat dirinya baru saja menuruni anak tangga.Boy tidak menjawab, ia hanya sekadar menganggukkan kepalanya tanda ia pun setuju. Di atas meja sudah terhidang sarapan, tidak lupa iPad yang tidak pernah lepas dari genggaman Aditya. Baginya sehari tanpa iPad rasanya berasa kurang. Termasuk sedang sarapan pun tak luput ia bawa. Bukan apa-apa, dia memang begitu suka melihat pergerakan saham. Karena apa? Karena setiap waktu baginya tiada hari tanpa kerja. Dia memang gila kerja. Di sela sarapan tiba-tiba Aditya melihat koran harian yang terletak di sebelah iPad miliknya. Sebuah
Pagi ini, Tiara terlihat kurang bersemangat. Semalaman dirinya tidak bisa tidur hingga azan subuh tak terasa berkumandang. Tahu pagi ini pria yang akan jadi suaminya akan mengunjungi sang ayah membuat ia buru-buru bersiap. Bukan bersiap dandan dan memakai baju mahal melainkan bersiap mempersiapkan diri apa pun nanti yang akan terjadi. Ia harus siap lahir dan batin. Sang ayah yang melihat raut kecemasan di wajah sang putri serta terus saja melamun membuat Leo penasaran ingin bertanya. “Kamu kenapa, Nak?” tanya Leo saat melihat Tiara melamun. Bahkan menyuapi sang ayah pun tidak melihat ke arah ayahnya. Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Tiara tersadar dari lamunannya. Bisa-bisanya ia melamun di saat menyuapi ayahnya. “Maaf, Yah,” sesal Tiara.Leo tersenyum seraya mengelus kepala Tiara. Anak gadisnya ini dewasa sebelum waktunya. Namun, Leo bersyukur dengan memiliki sikap dewasa membuat ia bangga pada Tiara sekaligus merasa bersedih. Masa remajanya harus tersita oleh keada
Langkah Tiara gontai saat mengetahui kenyataan jika operasi transplantasi jantung untuk sang ayah akan diundur. Untuk sementara agar kondisi ayahnya tidak kalap terus, membuat Tiara setuju untuk melaksanakan rawat inap sampai waktu operasi tiba. Beruntung uang satu milyar yang diberikan Aditya bisa ia gunakan untuk biaya rawat inap sang Ayah dan sisanya untuk operasi.Hampir sampai di ruangan ayahnya, Tiara masih tidak menyangka jika Aditya belum juga selesai dengan ayahnya. Ini terbukti dengan Boy yang masih di luar. Merasa tidak ada gunanya menunggu Aditya selesai membuat Tiara memutuskan untuk ke kantin. Perutnya lapar ia lupa jika semalam ia belum makan. Jadinya pagi ini terasa begitu keroncongan.Sepanjang perjalanan menuju kantin, Tiara begitu penasaran hal apa yang sebenarnya sedang dibahas sampai harus selama ini. Atau mungkin... Aditya memang ingin mengenal lebih dekat sosok calon ayah mertuanya? Pikir Tiara.Lucu memang. Calon mertua? Tiara tertawa kecut. Calon mertua s