Saat pintu mobil bisa dibuka, Tiara langsung masuk dan bersembunyi di bawah—di antara jok dan sandaran jok. Tidak lupa kepalanya ikut ia sembunyikan di antara kedua tangannya.
Aditya menatap jijik ke arah Tiara, sampai-sampai Aditya enggan untuk bersitatap. Saat tiga orang yang mengejar Tiara tadi berhenti tepat di samping mobil yang dijadikan tempat bersembunyi. Tubuh Tiara gemetaran. Dalam pikirannya, ia membayangkan bagaimana nasibnya jika seandainya dirinya tidak bisa melarikan diri. Hancur sudah masa depannya.Aditya yang tidak terbiasa melihat pemandangan yang menurutnya menjijikkan itu. Di mana Tiara memakai pakaian minim dengan belahan dada yang semakin terlihat jelas.Dengan ekspresi datar Aditya membuka jas mahalnya, lalu secara kasar melempar jasnya pada tubuh Tiara.“Pakai! Bajumu itu sungguh tidak layak disebut baju. Di rumah apakah kamu tidak punya baju? Sampai-sampai baju adikmu kamu pakai,” sinis Aditya tanpa sedikit pun melihat ke arah Tiara.Mendengar kata-kata itu membuat Tiara seketika memperhatikan bajunya. Dia akui baju yang ia kenakan memang terlihat terlalu seksi. Dirinya saja merasa tidak nyaman.Akhirnya Tiara memakai jas yang tadi Aditya lempar.“Maaf, jika bajuku mengganggumu,” sesal Tiara lalu ia langsung mengenakan jas Aditya.Merasa sudah aman, Tiara pun keluar dari persembunyiannya. Ia terduduk di jok samping Aditya. Dengan perasaan senang karena sudah menolongnya Tiara terus saja mengucapkan terima kasih. Ini membuat Aditya pusing.Di detik berikutnya, Tiara mengucapkan kata pamit pergi. Namun Aditya justru menahannya. Saat itu yang terlintas di benak Tiara adalah apa mungkin pria yang menolongnya itu meminta bayaran? Begitu pikir Tiara.“Maaf, Tuan. Aku tidak punya uang untuk membayar—“Perkataan Tiara terpotong tatkala Aditya menyelanya.“Ternyata kamu peka juga. Baguslah! Jadinya aku tidak usah repot-repot memintanya. Kau tahu....” Aditya menatap Tiara lalu kembali melanjutkan perkataannya. “Di dunia ini tidak ada yang gratisan.”Melihat tatapan Aditya yang begitu tajam membuat Tiara kesulitan untuk menelan salivanya sendiri. Apakah hidupnya belum aman? Atau jangan-jangan ia keluar dari kandang macan dan kini harus kembali masuk ke kandang macan lagi? Tidak! Tiara tidak ingin terjebak lagi.“Ta-tapi aku tidak punya uang untuk membayar Anda.”Tiara begitu terbata-bata, ia takut pria di sampingnya ini malah meminta membayar dengan tubuhnya. Itu artinya tidak ada bedanya dengan tadi jika ujung-ujungnya harus dibayar oleh tubuh.Secara refleks Tiara langsung mengeratkan jas milik Aditya. Hal itu terlihat oleh Aditya hingga ia tersenyum mengejek pada Tiara.“Yang bilang harus bayar pakai uang siapa? Aku mau kamu membayarku dengan cara lain,” ujar Aditya seraya menyeringai.Sungguh seringaian Aditya membuat Tiara tidak bisa berkutik. Jangankan untuk bergerak sekadar menelan salivanya pun terasa tercekat di kerongkongan.“La-lalu aku harus bayar pakai apa?” tanya Tiara. Dalam hatinya ia begitu was-was takut sesuatu tidak ingin dia lakukan terjadi. Mengorbankan tubuhnya.Jika benar apa yang dibayangkan jadi kenyataan, maka dia berjanji akan melarikan diri lagi bagaimanapun cara.“Bayar aku dengan tubuhmu!” ujar Aditya seraya sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Tiara sedangkan Tiara berusaha dengan menjauh. Jangan lupakan ekspresi keterkejutan Tiara.“A-aku tidak mau! Aku tidak akan menyerahkan tubuhku hanya untuk ungkapan terima kasih,” tolak Tiara dengan terbata-bata.“Ck,” Aditya berdecak lalu kembali duduk tegak seperti posisi awalnya.“Sok suci! Sok jual mahal!” gumam Aditya namun mampu terdengar oleh telinga Tiara.Sebenarnya, Aditya hanya bercanda. Dia meskipun terkenal kejam tapi bukanlah tipe pria kurang ajar yang memanfaatkan seorang wanita, hanya untuk memuaskan hasratnya.Aditya hanya ingin tahu bagaimana respons Tiara. Setelah tahu bagaimana respons Tiara membuat Aditya meminta pada Boy untuk melajukan mobilnya menuju apartemen. Tanpa banyak berkata lagi mobil melaju bahkan Tiara meminta untuk tetap tinggal di dalam mobil, membuat Tiara merasa terancam keselamatannya serta kehormatannya.“Aku memang berhutang budi sama kamu. Kamu udah tolongin aku. Tapi. Please, jangan meminta aku membayar dengan tubuhku,” Tiara memohon agar Aditya mengurungkan niatnya untuk menggunakan tubuhnya sebagai balas budi.Aditya diam. Sedangkan Tiara sudah mulai gusar. Sebab mobil Aditya benar-benar melaju dan Tiara sama sekali tidak tahu akan di bawa ke mana.“Tuan, aku mohon jangan bawa aku. Apa pun akan aku lakukan asal jangan tubuhku. Sungguh.”Tiara terus memohon hingga Aditya pun memiliki cara untuk membuat Tiara mau menjadi istri bayarannya. Dengan tatapan sinisnya serta tatapan penuh rasa jijik Aditya terus bermonolog dalam hati, membiarkan Tiara terus memohon-mohon.‘Dasar Perempuan jalang! Sok jual mahal, aku yakin sudah banyak orang yang menjamah tubuhnya itu. Tapi dia bersikap seperti seorang wanita yang polos.’Sekitar dua jam menunggu Tiara semakin gelisah. Pasalnya ini jadwal dirinya pulang dan harus menunggu ayahnya di rumah sakit. Ia sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya Aditya inginkan. Sejauh ini Tiara belum mengetahui nama pria yang menolongnya. Dari kacamata penglihatannya dipastikan pria yang saat ini sedang ia tunggu termasuk pria kejam tak berperasaan.Sebab terlihat dengan kontras bagaimana datarnya ekspresi Aditya. Senyum sepertinya hampir tidak pernah hadir di bibir tebalnya itu.Brak!Tiba-tiba sebuah map melayang di hadapan Tiara, lebih tepatnya di atas meja depan Tiara. Lalu Tiara menatap ke arah map warna kuning yang beberapa detik lalu dilempar Aditya. Sejurus kemudian menatap ke arah Aditya yang saat ini sudah duduk di kursi seraya bertumpang kaki.“Baca dan tanda tangani,” ucap Aditya dengan ketusnya. Tanpa sedikit pun memberi tahu apa isi dari maaf tersebut.“Itu apa?” tanya Tiara seraya menunjuk ke arah map.“Tadi aku bilang apa? Kau lupa?”“Tadi?” ulangnya dengan ragu.“Iya.”“Baca dan tanda tangani.”“Nah, itu tahu coba laksanakan!”“Iya, tapi ini apa?”“Baca dulu, nanti kamu juga akan tahu.” Aditya sudah mulai geram karena tak kunjung mengerti.Dengan ragu Tiara pun membuka isi map itu. Lalu matanya terganggu oleh dua kata yang bertulis tebal dan besar. Sangat mencolok.Kepala Tiara terangkat setelah tadi ia menunduk untuk membaca isi map itu, sejurus menatap lurus pada Aditya. Ia mencari kebenaran dari apa yang ia lihat.“Kontrak pernikahan?” tanya Tiara memastikan.Aditya mengangguk membenarkan apa yang ditanyakan oleh Tiara. “Iya, kamu cukup bayar dengan melakukan kontrak pernikahan denganku. Bagaimana, kamu setuju kan?”Mendengar langsung dari mulut Aditya membuat Tiara kaget. Tidak terlintas sedikit pun untuk mela kontrak pernikahan. Pernikahan bagi Tiara itu sesuatu yang sakral. Jika dia setuju dengan pernikahan ini sama saja dirinya sudah mempermainkan sebuah pernikahan.“Aku menolak!” ujar Tiara seraya beranjak berdiri serta map kuning itu langsung ia simpan kembali di atas meja.Aditya mengernyit saat melihat respons Tiara yang menurutnya berlebihan.“Kenapa tidak ada satu pun yang benar? Anda memang sudah menolongku. Aku ucapkan terima kasih. Namun jika memang Anda menolongku tidak ikhlas aku lebih memilih untuk tidak Anda tolong. Kenapa tidak Anda biarkan aku dibawa kembali oleh orang-orang si botak tua bangka itu,” Tiara berkata dengan penuh penekanan.Ini membuat Aditya menatap tajam ke arah Tiara.“Hello! Anda sehat wanita jalang!” hina Aditya.Kini Aditya ikut berdiri, tak lupa kedua tangannya ia masukan ke dalam saku celananya. Aditya mendekat lalu memutari tubuh Tiara. Tepat di depan Tiara, Aditya berhenti seraya menatap dari atas sampai bawah dengan perasaan jijik.“Apa aku tidak salah dengar? Apa gak terbalik wanita jalang....”“Jaga mulutmu! Aku bukan wanita seperti itu!” sentak Tiara yang merasa tidak terima.Aditya tertawa terbahak-bahak seraya kembali terduduk dan mengangkat kedua kakinya lalu ia simpan di atas meja depan saling bertautan.“Bukankah kamu yang memaksa untuk masuk ke mobilku? Bukannya kamu yang memaksa bahkan menggedor-gedor kaca mobilku. Kau lupa?”Tiara malu karena apa yang Aditya katakan adalah suatu kebenaran. Jika dirinya yang memaksa untuk masuk.“Tidak ada pilihan lain selain kamu setuju dengan pernikahan kontrak ini lalu segeralah kamu tanda tangani. Percayalah perjanjian ini justru akan menguntungkan kamu. Sebab jika kamu setuju mau melakukan kontrak pernikahan selama satu tahun maka aku akan bayar kamu di muka sebesar satu milyar.”“A-apa?!”Tiara syok bukan main saat Aditya mengatakan jumlah uang yang sangat fantastis itu. Satu milyar! Sudah pasti itu adalah jumlah uang yang sama sekali tidak terpikirkan Tiara. Sekadar menyentuh atau melihatnya saja ia tidak pernah.Keterkejutan Tiara semakin menjadi saat Aditya meminta pada Boy agar membawa uang tersebut. Dan kini uang satu milyar ada di hadapan Tiara yang berada di dalam koper.Tiara lalu menatap ke arah Aditya. Ia ingin bicara tapi mulutnya terasa begitu kelu tidak bisa untuk berkata-kata. Hanya sebuah tatapan yang mengisyaratkan apa dia serius?“Uang itu bisa jadi milikmu asalkan kamu bersedia menikah denganku. Bagaimana? Tawaranku menggiurkan bukan?”Memang, ini tawaran yang sangat menggiurkan. Dia tidak perlu menjual tubuhnya dan dinikmati oleh pria brengsek. Namun... dia sadar ini sama saja harga dirinya sudah dibeli. Masa bodoh! Ini demi ayahnya, ayahnya lebih penting daripada harga dirinya.Tapi... Tiara masih bingung. Apakah kehormatan dirinya bisa terjamin? Ap
Tiara mendongak kaget. Ayahnya bangun di waktu yang tidak tepat. Lalu, bagaimana cara menjelaskannya? Tidak mungkin jika dirinya harus mengatakan jika uang yang ia maksud adalah hasil dari sebuah kesepakatan kontrak pernikahan.“Uang apa yang kamu maksud, Tiara?” tanya Leo penasaran.“Itu ...,”“Apa?”Tiara sedikit menghela napas seraya mata yang ia tutup. Sejurus kemudian menatap sang ayah.“Kalau Tiara kasih tahu, Ayah harus janji dulu,” ucap Tiara membuat kesepakatan.“Janji apa?” balik tanya Leo.“Janji jangan marah jangan terkejut pula.”Leo tertawa tangannya terangkat lalu ia daratkan di kepala Tiara. “Anak Ayah lucu. Masa Ayah disuruh berjanji dulu.”“Ayah....”“Iya, iya, Ayah janji.” Tangannya mencubit pipi Tiara.“Tiara sudah dapat uang untuk biaya operasi Ayah. Dan....”“Dan apa Tiara? Ayah harap bukan sesuatu yang buruk,” ujar Leo saat Tiara sedikit menjeda perkataannya.“Calon suami Tiara membayar lunas pengobatan Ayah sekaligus membayar semua biaya operasi.” Tiara memilih
Kediaman Aditya Dika.Ini adalah cuci tangan Aditya yang kesepuluh. Seperti itulah Aditya. Saat tangannya sudah bersentuhan dengan wanita maka ia akan langsung mencuci tangan sampai bersih dan berulang-ulang.Menurut Aditya wanita itu ibarat kuman, bakteri atau apa pun itu sejenis makhluk menjijikkan. Tangan Aditya sudah terlihat memucat, diakibatkan sering terguyur air. Hingga saat Boy datang barulah ia menghentikan aktivitas mencuci tangannya.“Kau sudah mengantar dia pulang?” tanya Aditya seraya beranjak dari westafel dan mulai mengeringkan tangannya.Dengan takzim dan rasa hormat Boy mengiyakan perkataan Aditya. “ Sudah. Dia sekarang di rumah sakit.”“Bagus!” ujar Aditya lalu duduk di sofa diikuti oleh Boy. “Aku harus pastikan pernikahanku dengan dia berlangsung besok. Sebab wanita itu akan pulang lusa.”“Tenang saja, Tuan. Semua pasti akan berjalan dengan lancar. Apa yang Tuan inginkan pasti kan segera terwujud. Saya yakin ayahnya akan setuju jika mendengar niat Tuan untuk me
Tidak ada sedikit pun niat untuk merespons pesan itu. Bagi Aditya ini tidaklah penting. Membalas pesan mantan. Terdengar lucu di telinga Aditya. Baginya mantan adalah bagian di masa lalu yang tidak berhak mencampuri kehidupannya lagi. Karena tidak ingin kembali mengulang dengan masa lalu, pada akhirnya Aditya melakukan kontrak pernikahan dengan Tiara dengan maksud agar sang mantan tidak mengganggunya lagi. Sekaligus ingin membuktikan jika dirinya bisa move on darinya.Tidak ingin terlalu memikirkan sang mantan Aditya memutuskan untuk beranjak ke kamar. Tubuhnya terasa lelah ingin secepatnya membaringkan tubuhnya.Sementara itu di rumah sakit, Tiara merasa lega sebab ia sudah mengatakan jika calon suaminya akan datang besok. Meskipun diselipi dengan sebuan kebohongan.Waktu terus saja berjalan hingga tidak terasa sudah menunjukkan pukul dua pagi. Dan dirinya sama sekali belum memejamkan mata, rasa kantuknya hilang dikarenakan memikirkan bagaimana besok ia harus menghadapi pria yan
Keesokan paginya.Sekitar pukul tujuh pagi, Aditya sudah siap dengan setelan kerjanya. Ia berniat ingin menemui orang tua Tiara secepatnya. Ia tidak ingin jika wanita di masa lalunya kepalang datang dan statusnya belum menikah. Boy yang sudah datang sejak pukul enam pagi sudah ada di depan tangga menyambut kedatangan Aditya yang hendak menapaki anak tangga “Sarapan dulu, Boy. Setelah itu kita pergi,” ujar Aditya saat dirinya baru saja menuruni anak tangga.Boy tidak menjawab, ia hanya sekadar menganggukkan kepalanya tanda ia pun setuju. Di atas meja sudah terhidang sarapan, tidak lupa iPad yang tidak pernah lepas dari genggaman Aditya. Baginya sehari tanpa iPad rasanya berasa kurang. Termasuk sedang sarapan pun tak luput ia bawa. Bukan apa-apa, dia memang begitu suka melihat pergerakan saham. Karena apa? Karena setiap waktu baginya tiada hari tanpa kerja. Dia memang gila kerja. Di sela sarapan tiba-tiba Aditya melihat koran harian yang terletak di sebelah iPad miliknya. Sebuah
Pagi ini, Tiara terlihat kurang bersemangat. Semalaman dirinya tidak bisa tidur hingga azan subuh tak terasa berkumandang. Tahu pagi ini pria yang akan jadi suaminya akan mengunjungi sang ayah membuat ia buru-buru bersiap. Bukan bersiap dandan dan memakai baju mahal melainkan bersiap mempersiapkan diri apa pun nanti yang akan terjadi. Ia harus siap lahir dan batin. Sang ayah yang melihat raut kecemasan di wajah sang putri serta terus saja melamun membuat Leo penasaran ingin bertanya. “Kamu kenapa, Nak?” tanya Leo saat melihat Tiara melamun. Bahkan menyuapi sang ayah pun tidak melihat ke arah ayahnya. Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Tiara tersadar dari lamunannya. Bisa-bisanya ia melamun di saat menyuapi ayahnya. “Maaf, Yah,” sesal Tiara.Leo tersenyum seraya mengelus kepala Tiara. Anak gadisnya ini dewasa sebelum waktunya. Namun, Leo bersyukur dengan memiliki sikap dewasa membuat ia bangga pada Tiara sekaligus merasa bersedih. Masa remajanya harus tersita oleh keada
Langkah Tiara gontai saat mengetahui kenyataan jika operasi transplantasi jantung untuk sang ayah akan diundur. Untuk sementara agar kondisi ayahnya tidak kalap terus, membuat Tiara setuju untuk melaksanakan rawat inap sampai waktu operasi tiba. Beruntung uang satu milyar yang diberikan Aditya bisa ia gunakan untuk biaya rawat inap sang Ayah dan sisanya untuk operasi.Hampir sampai di ruangan ayahnya, Tiara masih tidak menyangka jika Aditya belum juga selesai dengan ayahnya. Ini terbukti dengan Boy yang masih di luar. Merasa tidak ada gunanya menunggu Aditya selesai membuat Tiara memutuskan untuk ke kantin. Perutnya lapar ia lupa jika semalam ia belum makan. Jadinya pagi ini terasa begitu keroncongan.Sepanjang perjalanan menuju kantin, Tiara begitu penasaran hal apa yang sebenarnya sedang dibahas sampai harus selama ini. Atau mungkin... Aditya memang ingin mengenal lebih dekat sosok calon ayah mertuanya? Pikir Tiara.Lucu memang. Calon mertua? Tiara tertawa kecut. Calon mertua s
.Tiara tidak menyangka ayahnya bisa mengambil keputusan yang cepat. Padahal Ayahnya belum mengenal pria yang saat imi sudah resmi jadi suaminya. Baru saja kemarin malam rencana pernikahan kontrak ini direncanakan. Sekarang belum juga ada sehari baru beberapa jam saja sudah terealisasikan.Ini serasa mimpi bagi Tiara. Statusnya berubah dalam hitungan menit, jelas saja hitungan menit sebab satu jam lalu tepatnya enam puluh menit lalu status masih lajang. Masih menjadi gadis sembilan belas tahun. Sekarang dia jadi seorang istri diusianya yang kesembilan belas tahun. Tidak apa, dia rela. Ini demi ayahnya. Jika saja tidak ada uang dari Aditya mungkin saja ayahnya akan segera dipulangkan karena tidak memiliki biaya pengobatan. Apakah ini musibah? Atau justru berkah? Entahlah Tiara bingung harus bersikap seperti apa. “Ayah, kenapa tidak memberitahu aku dulu?”“Aku sudah tahu semua dari ayahmu. Jadi keputusan ayahmu itu tepat,” sela Aditya kemudian seraya tangannya merangkul bahu Tiara