Share

Kesepakatan

Tiara syok bukan main saat Aditya mengatakan jumlah uang yang sangat fantastis itu. Satu milyar! Sudah pasti itu adalah jumlah uang yang sama sekali tidak terpikirkan Tiara. Sekadar menyentuh atau melihatnya saja ia tidak pernah.

Keterkejutan Tiara semakin menjadi saat Aditya meminta pada Boy agar membawa uang tersebut. Dan kini uang satu milyar ada di hadapan Tiara yang berada di dalam koper.

Tiara lalu menatap ke arah Aditya. Ia ingin bicara tapi mulutnya terasa begitu kelu tidak bisa untuk berkata-kata. Hanya sebuah tatapan yang mengisyaratkan apa dia serius?

“Uang itu bisa jadi milikmu asalkan kamu bersedia menikah denganku. Bagaimana? Tawaranku menggiurkan bukan?”

Memang, ini tawaran yang sangat menggiurkan. Dia tidak perlu menjual tubuhnya dan dinikmati oleh pria brengsek. Namun... dia sadar ini sama saja harga dirinya sudah dibeli. Masa bodoh! Ini demi ayahnya, ayahnya lebih penting daripada harga dirinya.

Tapi... Tiara masih bingung. Apakah kehormatan dirinya bisa terjamin? Apakah pria itu tidak akan menyentuhnya? Dia tidak yakin jika ini hanyalah sebatas pernikahan kontrak. Bagaimana setelah menikah pria itu justru meminta dirinya untuk melayani dirinya. Ya, dia tahu meskipun nantinya mereka sah suami istri.

Yang Tiara takutkan ketika dia meminta dirinya menunaikan kewajiban setelah itu ia ditinggalkan dalam keadaan hamil. Tiara menggeleng cepat. Tidak! Tentu saja ini tidak ingin terjadi. Dia ingin sebuah jaminan agar hidupnya tetap aman saat pernikahan itu telah usai.

“Apa yang membuat kamu ragu?”

Pertanyaan Aditya membuat Tiara tersadar dari angannya dari pertanyaan-pertanyaan yang masih terasa ambigu.

“Apakah hanya sekadar pernikahan kontrak saja? Aku tidak perlu melakukan sesuatu yang memang mesti dilakukan oleh sepasang suami-istri?” tanya Tiara sedikit ragu. Dia takut pria di depannya merasa tersinggung.

Dugaan Tiara salah. Justru Aditya malah tertawa terbahak-bahak, bukanlah marah.

“Tenang saja! Kamu tidak usah terlalu formal dalam menjalani pernikahan kita nantinya. Kita hidup masing-masing. Kamu silakan lakukan apa pun yang kamu mau termasuk aku. Kita jadi sepasang istri hanya di waktu tertentu. Ngerti kan?”

“Beri bukti agar aku percaya dan bisa memegang ucapan darimu.”

Aditya mendesah. Sepertinya Tiara belum mengerti juga.

“Ini buktinya. Bukti jika aku tidak akan berbuat aneh-aneh.” Aditya menepuk-nepuk kertas yang ada di atas meja. “Ini adalah surat perjanjian pernikahan kita.”

Tiara meraih kertas yang ada di atas meja. Hanya ada dua lembar kertas. Dengan saksama Tiara membaca poin demi poin dalam surat perjanjian itu. Tidak ada yang aneh justru sangat menguntungkan baginya. Hanya ada satu di poin terakhir yang ia tidak mengerti maksudnya.

“Maksudnya ini apa, Tuan Aditya?” ucap Tiara seraya menyebut nama Aditya sesuai nama yang tertulis di bagian bawah sebagai pihak pertama.

“OH, itu maksudnya. Surat perjanjian sewaktu-waktu bisa berubah sesuai kehendakku. Bisa di perpanjang, dipersingkat atau apa pun itu. Tentunya tanpa persetujuan dari kamu.”

“Aku gak mau! Bagaimana jika Tuan mengubah perjanjian ini dan akan merugikanku.”

Aditya tertawa lagi. “Tenang saja aku tidak akan melakukan apa pun yang bisa merugikan kamu. Percayalah.”

Tiara sedikit ragu, begaimana dia bisa percaya jika Aditya tidak begitu meyakinkan. Dan satu hal yang terlintas di benak Tiara. Jika Aditya siapa tahu seorang penjahat wanita.

Aditya menghela napas seraya menutup kembali koper yang berisi uang satu milyar. “Jadi kamu tidak bersedia? Baiklah aku tidak akan memaksa padahal kapan lagi kamu bisa mendapatkan uang sebesar ini hanya dalam waktu semalam. Padahal dengan uang ini kamu bisa menyembuhkan ayahmu—“

“Tu-tunggu! Kenapa Anda tahu masalah ayahku? Siapa sebenarnya Anda?”

“Kamu tidak perlu tahu aku terlalu jauh. Cukup tahu namaku saja. Dan aku harap jangan coba-coba mencari tahu atau kamu akan menyesal.”

Sungguh perkataan Aditya semakin membuat dirinya takut. Tapi... Ayahnya bagaimana? Dia tidak ingin ayahnya sampai kenapa-kenapa dia masih menginginkan ayahnya sembuh. Masalah tahu dari mana dan siapa sebenarnya pria di hadapannya ini tidaklah penting yang penting uang yang ditawarkan itu bisa jadi miliknya, serta ayahnya bisa secepatnya dioperasi.

“Baiklah aku bersedia menandatangani kontrak pernikahan ini. Ini hanya satu tahu kan?” tanya Tiara memastikan.

“Iya, tentu saja.”

Tiara menarik napas dalam-dalam ia berharap ini adalah keputusan yang benar. Tidak masalah jika ia harus melakukan pernikahan dengan orang yang sama sekali tidak ia kenal.

Tiara pun akhirnya menandatangani pernikahan kontrak itu meskipun dengan perasaan yang tidak bisa untuk ia jelaskan. Sejurus kemudian Aditya membawa surat kontrak pernikahan itu. Ia melihat seraya tersenyum -senyum kecil. Hal itu membuat Tiara berigidig takut.

“Mutiara Latifa, usia sembilan belas tahun, nama ayah Leo kansil, ibu Maria dan kakak Sofia.” Aditya mengulang-ulang data Tiara.

Aditya lalu memberikan koper hitam yang berisi uang satu milyar. Dengan perasaan bahagia Tiara meraih koper itu. Besar harapan Tiara agar ayahnya bisa sembuh setidaknya apa yang ia korbankan untuk sang ayah membawakan hasil.

“Besok aku akan ke rumah sakit. Aku akan memintamu dari ayahmu. Meskipun kita tahu ini hanyalah pernikahan kontrak tetap saja aku harus menghormati ayahmu, dia masih hidup dan dia yang akan menjadi walimu. Sekarang pulanglah! Persiapan dirimu untuk esok menyamhutku.”

Tiara berdecak. “Untuk apa aku harus menyambutmu? Kamu bukan orang penting yang mesti disambut.”

“Kau lupa? Sepertinya ingatan kamu begitu buruk. Baru juga beberapa menit lalu kita telah menyepakati sebuah kontrak pernikahan. Itu artinya aku ini calon suamimu. Sudah sepatutnya kamu sambut.”

Terserah! Mungkin satu kata itu yang terucap di hati Tiara. Dia tidak peduli, biarkan saja apa pun yang ingin Aditya lakukan.

Sekitar pukul dua belas malam Tiara sampai di rumah sakit. Boy asisten Aditya yang mengantar. Sebelum masuk ke dalam Tiara menyempatkan berterima kasih pada Boy. Menurut Tiara Boy berbeda. Ia lebih bisa menhhar seorang wanita.

“Terima kasih....”

“Boy. Namaku Boy,” ucap Boy saat Tiara tidak ingat namanya.

“Ah, iya, makasih, ya, Boy.”

“Hm. Aku harap kamu bisa bekerja sama dengan baik.”

“Jangan khawatir aku tidak akan mengecewakan kalian.”

Setelah obrolan singkat itu usai, Boy segera melajukan mobilnya menuju kediaman Aditya. Sementara Tiara masih menatap kepergian Boy hingga tidak tampak lagi oleh mata.

“Dia begitu baik. Sangat berbeda jauh dengan bosnya itu. Aku bahkan lupa namanya. Huh. Sekarang aku lebih baik berpikir bagaimana cara memberi tahu Ayah. Aku gak mau jika Ayah sampai serangan jantung karena mnede berita mendadak ini.”

Lalu Tiara pun cepat-cepat masuk dan segera ke ruangan ayahnya. Sampai di ruangan ayahnya Tiara bernapas lega. Ia membuka dan menutup pintu secara perlahan agar suara pintu tidak mengganggu tidurnya.

Tiara mencium puncak kepala Leo setelah sebelumnya ia meletakkan koper berisi uang, lalu duduk dengan tangan yang terus memegangi tangan Leo. “Aku mendapatkan uangnya, Yah. Ayah akan sembuh, ayah akan sembuh.”

Tidak terasa air mata Tiara mengalir membasahi kedua pipinya. Ini adalah tangis kebahagiaan sebab kemungkinan ayahnya sembuh semakin besar. Tiara tidak hentinya memegang tangan Leo dan ia ciumi. Dengan tertunduk dan menempel tangan Leo pada wajahnya ia terus terisak-isak. Meskipun pelan namun orang akan tahu dia sedang menangis.

“Ayah, aku begitu bahagia. Aku sudah tidak sabar ingin melihat ayah sembuh. Kita tata kembali kehidupan kita dengan uang itu mari kita—“

“Uang apa yang kamu maksud?”

Tiara tertegun saat mendengar suara yang sangat ia kenali. “Ayah.”

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status