Share

Bab 2. Pertemuan

Plak!

Gadis dengan kacamata tebal itu dikejutkan dengan sebuah tamparan keras yang mendarat di pipi kanannya, menyebabkan kaca matanya terlempar entah ke mana..

“Lo emang benar-benar jal*ng, ya! Nggak nyangka gue cewek penampilan polos kayak lo bisa jebak Dominic kayak gitu, pake digodain segala pula!” maki seorang senior perempuan yang tadi menamparnya dengan mata nyalang. “Kalau suka, kejar yang bener! Jangan main kotor! Dasar l*nte!”

“Tidak. Aku sama sekali tidak menggoda atau menjebak siapa pun! Aku hanya--” Belum sempat Amber menyelesaikan kalimatnya, gadis lain menarik paksa rambut Amber yang dikuncir kuda, membuatnya meringis kesakitan. 

Cengkeraman yang kuat dari gadis itu membuat kepala Amber pusing, pandangannya yang sudah buram semakin membuyar. Ketika samar-samar dia melihat satu sosok familier berdiri di dekat pintu ruangan, dia berteriak, ‘Dom?’ Amber membatin lirih. “Tolong …,” pintanya dengan suara lemah. “Tolong aku ….” 

Namun lelaki itu mengacuhkannya, berbalik dan pergi seolah tidak melihat. “Ini salahmu sendiri, Amber ...” Gumaman lirih dari lelaki itu sempat terdengar oleh Amber, sebelum gelak tawa dari gadis-gadis yang merupakan kakak kelasnya itu memenuhi indra pendengarannya.   

“Sudah, langsung lucuti saja pakaiannya.” perintah gadis berambut panjang sembari tertawa, membuat Amber membelalak dan menggeliat agar bisa lepas dari cengkeraman para penindasnya. Namun, usahanya sia-sia karena Amber jelas kalah jumlah. 

“Kalau dia mau ngelac*r, kita turutin aja kemauannya!”

Serempak, mereka semua menarik paksa seragam putih yang dipakai Amber, mengoyaknya, hingga hanya tersisa selembar bahan yang menutupi bagian intim gadis itu. Baik teriakan maupun isak tangis sama sekali tidak mampu meluluhkan hati para perundung yang tertawa-tawa layaknya iblis.

“Beri aku spidolnya,” pinta gadis berambut panjang dengan sebuah senyuman keji, gadis yang sebelumnya memberi perintah untuk melucuti pakaian Amber. 

Setelah spidol berada di tangan, gadis tersebut membalik tubuh Amber dengan kasar, dan menulis beberapa kata-kata kotor di punggung mulus gadis itu.

Jal*ng.

Aku wanita penggoda.

Tidur denganku.

Seolah belum puas, gadis yang lain memanggil dan mengajak para murid pria untuk masuk.

“Wow, kalau terbuka begini, seksi juga,” ujar salah satu siswa pria, seketika membuat ruangan itu dipenuhi dengan gelak tawa murid-murid pria lain yang seakan menikmati apa yang mereka saksikan.

Dengan usaha untuk kabur, Amber berdiri. Namun, hal itu malah membuat para iblis di sekelilingnya semakin menjadi. Entah siapa mendorongnya ke pelukan salah satu murid pria, lalu murid tersebut mendorongnya ke murid lain, menikmati sentuhan pada kulit mulus Amber.

“Sini, sini. Giliranku!”

“Ahh!”

Terkesiap, Amber langsung terbangun dari tidurnya. Napasnya memburu selagi peluh memenuhi keningnya. 

‘Sial! Mimpi itu lagi …,’ batin Amber sembari menghela napas, menutup mata untuk menenangkan diri. 

Setelah tenang, barulah Amber bangkit dari tempat tidur untuk mengambil air di meja nakas. Dia melirik jam di dinding dan menyadari bahwa dirinya harus segera bersiap-siap.

Amber melangkah ke kamar mandi dan menyalakan shower, membiarkan air mengalir mendinginkan kepalanya. Dalam hitungan jam dan menit, dia harus bertemu dengan lelaki itu. Demikian, dia harus kuat. Mimpi tadi tidak boleh mengacaukan semuanya.

“Tenanglah, Amber,” ujar Amber pada dirinya sendiri. “Kamu bukan lagi Amber Moore.”

Selesai mempersiapkan dirinya, Amber bergegas meminta sang sopir mengantarnya ke tempat tujuan. Turun dari mobil begitu sampai di restoran, semua orang menoleh untuk menikmati pemandangan yang dia sajikan.

Gaun merah berbahan satin yang melilit tubuhnya menampilkan seluruh lekuk menggoda miliknya. Rambut hitam bergelombang terurai indah di punggungnya, begitu kontras dengan kulit putih susunya. Dilengkapi dengan make up tipis dan lipstik paling merah yang dia punya, semua pria perlu meneguk ludah ketika melihatnya.

Ketika Amber berjalan menuju meja sembari diantar seorang pelayan, sebuah suara yang terdengar berat mengejutkan dirinya, “Nona Amber Johns?” Panggilan tersebut membuat Amber menoleh.

Detik itu juga, Amber membeku. Seorang pria dengan balutan jas hitam mahal yang tidak mampu menyembunyikan tubuh kekarnya itu berdiri tersenyum padanya. Manik cokelat terang itu menatapnya tajam, membuat darah Amber berdesir.

Manik kuning keemasan milik Amber mengerjap, lalu senyuman profesionalnya pun mekar begitu menyadari siapa yang telah memanggil dirinya. “Tuan Dominic Grey?” balas wanita itu seraya mendudukkan diri dengan santai.

Mata dingin milik pria bernama Dominic itu terarah pada Amber, memperhatikan setiap gerakan anggun yang diambil wanita tersebut. Tak elak diakui, dia menikmati pemandangan yang disajikan setiap lekukan tubuh Amber. 

“Banyak yang berkata kamu profesional, tapi hal pertama yang kudapatkan adalah bentuk keterlambatan,” ujar Dominic dengan suara dalam yang menggelitik telinga.

Mendengar sindiran Dominic, Amber menyunggingkan sebuah senyuman. Mata kuning keemasannya terarah pada bekas anggur yang membuat bibir pria di hadapannya tersebut merona.

Amber meletakkan kedua siku tangannya pada meja, lalu menopang wajahnya dengan telapaknya yang halus. Dengan pandangan menggoda, wanita itu berkata, “Mungkin mereka kurang spesifik ketika mendeskripsikan diriku, Tuan Dominic.” Lidah wanita itu menjilat bibirnya, sengaja menantang pria di hadapannya. “Aku ini paling profesional di aktivitas ranjang.” 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dian Andriyansysh
bagus nih ceritanya
goodnovel comment avatar
aniek mardiana
wahh bener kan ,jangan jangan amber digilir ............ jahara nya lelaki itu nggak nolongin amber 🥲
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status