Brak!
Suara gebrakan di meja cukup menyita perhatian beberapa pengunjung yang ada di dalam restoran. Bukan hanya gebrakan, tapi dua orang lelaki menawan dengan warna mata yang sama itu memang sudah cukup menarik perhatian bagi siapapun yang melihat keduanya.
“Perjodohan? Ayah sudah gila, ya? Memanfaatkanku sebagai alat transaksi?” Dominic sedikit mencondongkan tubuhnya, kedua matanya menatap tajam ke lelaki paruh baya dengan rambut sedikit memutih yang ada di hadapannya. “Kecilkan suaramu,” balas lelaki itu, seraya memberikan Dominic segelas air mineral dingin dan meletakkan di depan Dominic.
Dominic merasakan wajahnya memerah, melihat ayahnya sendiri memasang wajah yang santai, tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Zaman sekarang, mana ada lelaki yang ingin dijodohkan?
“Aku tidak akan pernah setuju.” tegas Dominic sekali lagi, tidak ingin menerima perintah ayahnya. Dominic bukanlah pria menyedihkan, untuk apa mengikat diri dengan satu wanita, jika dengan wajahnya saja dia bisa mendatangkan banyak wanita?
Seakan tak terpengaruh tatapan dingin dari Dominic, lelaki paruh baya itu menautkan alisnya sembari menjentikkan jari ke atas meja. “Dominic, naif sekali jika kamu berpikir kamu bisa menyelamatkan perusahaan yang sudah di ambang kehancuran,” sindir Thomas sambil mendengus dan menggelengkan kepalanya.
“Jangan menganggapku remeh. Lagi pula, aku yakin wanita yang Ayah pilih sama sekali bukan seleraku,” balas Dominic. Mendengar perkataan Dominic membuat sang ayah menyeringai, “Memangnya, tipe wanita seperti apa yang kamu inginkan, hm? Apakah sejenis dengan wanita-wanita yang kamu bawa ke hotel?” tanya ayahnya, setengah menyindir, membuat Dominic tersentak kaget. Bagaimana pria tua menyebalkan itu bisa tahu?
“Siapa wanita yang aku bawa itu bukan urusan Ayah. Kita sedang membicarakan perusahaan, bukan kehidupan pribadiku,” ujar Dominic melipatkan tangannya ke dada. Maniknya semakin menatap ayahnya dengan sinis. “Kalau begitu, katakan kepadaku apa rencanamu untuk menyelamatkan perusahaan?”
“Akan aku pikirkan nanti, asalkan perjodohan ini dibatalkan.” kata Dominic mencoba bernegosiasi. Sudah jelas tidak akan terjadi kesepakatan apa pun di antara kedua pria itu, yang ada hanya bersitegang, saling menyindir, entah sampai kapan. “Cih, jawaban macam apa itu? Kalau begitu bersiaplah, aku akan mencari penggantimu sebagai pewaris utama seluruh kekayaanku.”
Dominic membalas ancaman ayahnya dengan tertawa rendah. Lelaki paruh baya itu memang tahu kelemahan Dominic. Siapa yang tidak tergiur dengan posisi pewaris dari kekayaan yang melimpah? Dominic mengepalkan kedua tangannya, jarinya memutih, rahangnya mengeras.
‘Sial!" kalau saja pria di depannya bukanlah pria yang membuat dirinya sampai di titik seperti sekarang, mungkin Dominic tidak akan segan memberikan satu buah pukulan telak ke wajahnya. Dominic pun memilih diam, sementara ayahnya meninggalkan dirinya untuk menyambut tamu.
Berusaha mengalihkan pikirannya, tangan Dominic meraih tablet yang ada di atas meja, mengecek beberapa informasi yang baru saja diberikan oleh asistennya. Amber moore. Netra Dominic terfokus ke dua foto yang terpampang jelas di layar tablet. Dua foto yang seakan menunjukkan dua wanita yang berbeda, Amber Johns di sebelah kiri, dan Amber Moore di sebelah kanan.
“Mengapa wanita ini dendam padaku, padahal jelas-jelas dia yang dulu memanfaatkan diriku untuk kepentingan dirinya sendiri …” Masih jelas di ingatannya, rumor yang beredar saat di sekolah. Sekelumit orang mengatakan jika Amber menyebarkan berita terkait hubungan spesial antara Amber dan dirinya, sedangkan Dominic tidak ingat pernah mengatakan apapun perihal perasaan pada gadis itu.
Gadis itu dirundung bukan karena kesalahan dirinya, anggaplah sebagai karma. Menyebarkan sesuatu yang tidak benar, demi kepentingan diri sendiri. Dominic merasa gadis itu pasti menginginkan sesuatu darinya, dengan memanfaatkan popularitasnya. Padahal, dia menganggap Amber gadis baik-baik saat itu, tapi ternyata Amber sama seperti gadis-gadis lain yang senang menggoda Dominic dan menyebar gosip ke mana-mana.
Bunyi kursi yang berderit membangunkan Dominic dari lamunannya, maniknya masih terfokus ke tablet di depannya. “Selamat datang, Tuan Moore.”
“Moore?” batinnya dalam hati. “Dominic, perkenalkan, ini relasi bisnis Ayah, Jonathan Moore. Jonathan, ini puteraku, Dominic Grey,” ucap Thomas dengan wajah semeringah memperkenalkan keduanya. Demi menjaga sikap, Dominic menyambut uluran tangan Jonathan Moore.
Kedua alis Dominic bertaut menjadi satu mendengar nama keluarga dari tamu yang baru saja datang. ‘Tidak mungkin Moore yang sama, kan? Ada berapa nama keluarga Moore di kota kecil ini?’ Dominic hanya bisa membatin, mau tak mau harus menerima nasibnya.
Dominic menatap ayahnya sendiri yang memasang senyum lebar, “Mana puterimu?” Dari arah belakang seorang wanita berambut hitam bergelombang menghampirinya, gaun hitamnya menunjukkan lekuk tubuhnya yang indah. Wanita itu melangkah anggun dengan wajah terangkat, tatapannya penuh dengan kesombongan. Wanita itu mengulurkan tangannya di saat Dominic sedang menunduk, membuka pesan dari tabletnya. “Amber Moore, puteri tunggal Jonathan Moore.”
Dominic mendongak cepat, terkejut melihat sosok wanita yang kini ada di depannya. Netranya disambut oleh manik keemasan milik Amber yang menatapnya dengan menggoda.Amber menaikkan satu alisnya sambil menyeringai, seakan mengejek Dominic dengan kehadirannya.“Kenalkan, ini putri saya, Amber Moore. Amber, ini Dominic Grey. Dia yang akan menjadi pasanganmu nanti.” Lelaki paruh baya dengan setelan berwarna biru dongker itu dengan bangga memperkenalkan putrinya pada kedua pria berbeda generasi di hadapannya saat ini. “Dominic Grey,” ucap Dominic seraya menyambut uluran tangan Amber. Keduanya beradu tatap, bersandiwara seakan tidak pernah mengenal satu sama lain. Jabatan itu tidak langsung dilepas, Dominic bahkan sempat mengelus jemari Amber sebelum melepas tangannya.Suasana di ruangan privat restoran itu terasa dingin ketika semua sudah duduk. Kedua lelaki paruh baya yang sudah lama tidak bertemu itu disibukkan dengan pembicaraan bisnis, membiarkan Amber dan Dominic. Amber membolak-bali
“Lakukan dalam dua minggu lagi.” Ucapan yang dikeluarkan dari mulut Dominic membuat Amber terkejut. Maniknya bergerak ke arah Dominic, mencari isyarat dari lelaki itu yang menunjukkan bahwa dia hanya bergurau. Namun, yang Amber dapatkan hanyalah wajah tampan Dominic yang menatapnya tanpa ekspresi. “Dua minggu? Apakah kamu yakin dengan keputusan itu?” tanya Jonathan, tidak percaya bahwa perjodohan atas dasar kerja sama perusahaannya akan berjalan dengan mudah. Ketika menjabat tangan Dominic untuk pertama kali, dia merasakan aura yang kuat dan dingin dari lelaki itu. Seakan, apa yang dia inginkan, pasti dia dapatkan. Oleh karena itu, Jonathan merasa terkejut dengan Dominic yang menerima perjodohan itu dengan senang hati.“Sangat yakin, Tuan Jonathan. Bahkan, saya sudah bicarakan ini dengan putri Anda tadi. Benar, Amber?” Dominic melirik Amber, menunggu jawaban. Wanita itu menatap Dominic dengan kilatan emosi di matanya, mencoba menahan amarah dengan menggigit bibirnya yang merah. Domi
Kedua mata Selena membelalak tidak percaya, belum lagi dia merasa telinganya barusan pasti salah mendengar.“Maaf, apa aku tidak salah mendengar nama yang baru saja kamu sebutkan?” Selena bertanya pada Amber, karena dia ingin meyakinkan dirinya jika telinganya tidak sedang bermasalah.Amber menggeleng singkat.“Bagaimana bisa, Amber?”“Sebuah keajaiban mungkin? Selena ... ucapkan selamat, aku akan menikah dengan pria itu. Jadi setelah ini kamu tidak akan bekerja mengurus masalah klien ranjangku,” kata Amber.Selena mendesah pelan, dia hanya mengikuti apa yang diinginkan Amber, karena selama ini dia hanya bekerja pada wanita itu.“Lalu?”“Lalu, kamu akan tetap menjadi sekretarisku. Kamu tenang saja, Selena. Kemana pun aku pergi, kamu akan tetap ikut,” jawab Amber dengan yakin.Setidaknya Selena sedikit merasakan lega, dia tidak akan kehilangan pekerjaannya.“Hilangkan apa pun pikiran buruk yang ada di dalam otakmu, Selena. Kamu tidak akan pernah beranjak dari sisiku. Hubungan profesion
“Tu-tunggu sebentar, Ayah mengundang mereka?” tanya Amber. Seringai tipis tersirat samar di wajah cantik Amber.Sungguh tidak terduga sama sekali dia akan bertemu kembali dengan Dominic dalam keadaan ‘normal’, bukan pertemuan yang menciptakan hawa panas dan juga penuh gairah. “Maaf, Ayah tidak memberitahumu. Awalnya aku ingin memberikan kejutan padamu, Amber. Tetapi setelah mendengar semua ceritamu, mari kita mengubah segalanya, apa kamu bahagia?” Jonathan bertolak pinggang, dengan anggun Amber menggandeng tangan kokoh ayahnya.“Hm, aku sudah tidak sabar.”Keduanya menuruni satu per satu anak tangga.Ada sedikit perasaan lega di dalam hati Amber, setidaknya akan ada Jonathan yang membantu meluluskan semua rencananya setelah ini. Berdamai dengan ayahnya, tetapi belum dengan masa lalu. Karena masa lalunya masih belum juga tuntas bagi Amber.“Maaf membuat kalian menunggu.” Kalimat Amber adalah pembuka percakapan di antara mereka malam ini.Kedua mata Dominic terpana untuk sesaat melihat
Dua minggu kemudian pernikahan antara keduanya pun terjadi. Bukan resepsi yang diselenggarakan secara besar-besaran, memang mewah tapi hanya keluarga besar kedua belah pihak yang diundang.Amber selain meminta Jonathan mengundang keluarga besarnya, dia pun sengaja mengundang beberapa klien yang pernah melakukan transaksi dengan dirinya. Dia memang sengaja melakukannya.Dominic terus memperhatikan apa yang akan diperbuat wanita itu. Senyum Amber tak henti menghiasi wajah cantik dan angkuh miliknya, sesekali wanita itu sengaja melirik ke arah suaminya, hanya sekadar ingin mengetahui seperti apa reaksi Dominic.Amber memijat tengkuk lehernya, sedikit pegal, dan dia benci acara resmi seperti ini.“Sayang sekali gedung sebesar ini hanya dihadiri beberapa puluh orang. Kenapa kamu tidak mengatakan sebelumnya jika kamu hanya mengundang segelintir orang saja?” Ada sedikit nada keluhan dari mulut Dominic.Amber melihat perdana menteri yang pernah tidur dengannya pun ada di resepsi pernikahan mer
Dominic melepaskan dasi yang dikenakannya, lalu melemparkan senyuman tipis nan mematikan pada Amber.“Sebelumnya, kau hanya boleh menikmati. Kali ini aku tidak mengijinkanmu menatapku,” kata Dominic pelan.“Sialan, kau ingin mempermainkanku?”Dominic bergerak ke arah kepala Amber, mengangkatnya sedikit, lalu mengikatkan dasi miliknya untuk menutup kedua mata Amber.“Dominic Grey! Kau bajingan!” teriak Amber, kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri, dia mulai merasa panik, memikirkan apa yang selanjutnya akan dilakukan Dominic padanya. Tak lama kemudian, indera penciuman Amber menyentuh serangkaian bebauan yang begitu menenangkan.Seisi kamar dipenuhi aroma therapy jasmine.Dia merasakan sentuhan yang terasa basah pada bibirnya, Dominic mencium Amber, pelan, lembut, namun mampu mengoyak pertahanan Amber saat ini.“Ehmmph!” Amber menggigit bibir Dominic, dia tidak suka dipaksa!Dominic mengusap bibirnya, ada sedikit darah akibat gigitan Amber, tapi ... terasa menyenangkan baginya.“Aku i
“Kau harus makan, Amber,” ucap Dominic saat keduanya berada di meja makan. Hari ini tepat satu minggu Amber menjadi istri seorang Dominic, ada saja tingkah pria itu yang selalu mampu membuat Amber merasa kesal.Tidak pernah terlewati satu malam pun tanpa adanya percintaan yang panas di atas ranjang Dominic, dan Amber selalu saja kalah. Pria itu menunjukkan siapa yang berkuasa saat ini.“Malas. Setelah ini, aku ingin pergi keluar, menemui Selena. Serta membawanya kemari.” Selena belum lama menghubungi Amber, seluruh daftar pelanggan yang ingin membeli jasa Amber, terpaksa dibatalkan dan wanita itu mengembalikan seluruh dana yang telah dikirimkan ke rekening khusus.“Silakan saja, Sayang. Aku tidak akan membatasi gerakmu, kamu bebas ingin melakukan apa pun.” Oh, manisnya, di hadapan semua orang, Dominic terlihat seperti seorang suami yang begitu mencintai istrinya.Tapi di luar itu, terjadi persaingan di antara keduanya.Amber mendengus, di depan semua orang Dominic selalu memperlihatkan
Amber terkesiap begitu dia mendapati lengan kekar yang memeluk pinggangnya dari belakang. Dia mendorong tubuh Dominic, tidak ingin mendapatkan sentuhan apa pun untuk malam ini. Tapi pria itu tidak terpengaruh sama sekali.Sedikit penolakan yang dilakukan Amber, membuat Dominic semakin terbakar gairah.“Kamu tidak ingin bersenang-senang malam ini, Sayang?” bisik Dominic, lalu mendekatkan bibirnya pada tengkuk leher Amber.“Aku sedang datang bulan. Silakan saja, kalau kamu tidak merasa jijik,” balas Amber. Sekali lagi dia melepaskan kedua tangan Dominic yang masih saja bergeming pada pinggangnya.“Benarkah?”“Hu-um,” jawab Amber singkat.Bukannya menjauh, Dominic justru mendorong tubuh Amber merapat ke arah tembok, menekannya, lalu mengangkat kedua tangan wanita itu, menguncinya tepat di atas kepala.“Sial! Kau tidak percaya?” geram Amber.Satu tangan Dominic menurunkan resleting gaun malam yang dikenakan Amber, mengecup lembut punggung halus wanita itu.“Kenapa aku harus mempercayaimu,