Share

Bab 7. Perjodohan?

Brak!

Suara gebrakan di meja cukup menyita perhatian beberapa pengunjung yang ada di dalam restoran. Bukan hanya gebrakan, tapi dua orang lelaki menawan dengan warna mata yang sama itu memang sudah cukup menarik perhatian bagi siapapun yang melihat keduanya.

“Perjodohan? Ayah sudah gila, ya? Memanfaatkanku sebagai alat transaksi?” Dominic sedikit mencondongkan tubuhnya, kedua matanya menatap tajam ke lelaki paruh baya dengan rambut sedikit memutih yang ada di hadapannya. “Kecilkan suaramu,” balas lelaki itu, seraya memberikan Dominic segelas air mineral dingin dan meletakkan di depan Dominic. 

Dominic merasakan wajahnya memerah, melihat ayahnya sendiri memasang wajah yang santai, tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Zaman sekarang, mana ada lelaki yang ingin dijodohkan? 

“Aku tidak akan pernah setuju.” tegas Dominic sekali lagi, tidak ingin menerima perintah ayahnya. Dominic bukanlah pria menyedihkan, untuk apa mengikat diri dengan satu wanita, jika dengan wajahnya saja dia bisa mendatangkan banyak wanita?

Seakan tak terpengaruh tatapan dingin dari Dominic, lelaki paruh baya itu menautkan alisnya sembari menjentikkan jari ke atas meja. “Dominic, naif sekali jika kamu berpikir kamu bisa menyelamatkan perusahaan yang sudah di ambang kehancuran,” sindir Thomas sambil mendengus dan menggelengkan kepalanya.

 “Jangan menganggapku remeh. Lagi pula, aku yakin wanita yang Ayah pilih sama sekali bukan seleraku,” balas Dominic. Mendengar perkataan Dominic membuat sang ayah menyeringai, “Memangnya, tipe wanita seperti apa yang kamu inginkan, hm? Apakah sejenis dengan wanita-wanita yang kamu bawa ke hotel?” tanya ayahnya, setengah menyindir, membuat Dominic tersentak kaget. Bagaimana pria tua menyebalkan itu bisa tahu?

“Siapa wanita yang aku bawa itu bukan urusan Ayah. Kita sedang membicarakan perusahaan, bukan kehidupan pribadiku,” ujar Dominic melipatkan tangannya ke dada. Maniknya semakin menatap ayahnya dengan sinis. “Kalau begitu, katakan kepadaku apa rencanamu untuk menyelamatkan perusahaan?” 

“Akan aku pikirkan nanti, asalkan perjodohan ini dibatalkan.” kata Dominic mencoba bernegosiasi. Sudah jelas tidak akan terjadi kesepakatan apa pun di antara kedua pria itu, yang ada hanya bersitegang, saling menyindir, entah sampai kapan. “Cih, jawaban macam apa itu? Kalau begitu bersiaplah, aku akan mencari penggantimu sebagai pewaris utama seluruh kekayaanku.” 

Dominic membalas ancaman ayahnya dengan tertawa rendah. Lelaki paruh baya itu memang tahu kelemahan Dominic. Siapa yang tidak tergiur dengan posisi pewaris dari kekayaan yang melimpah? Dominic mengepalkan kedua tangannya, jarinya memutih, rahangnya mengeras. 

‘Sial!" kalau saja pria di depannya bukanlah pria yang membuat dirinya sampai di titik seperti sekarang, mungkin Dominic tidak akan segan memberikan satu buah pukulan telak ke wajahnya. Dominic pun memilih diam, sementara ayahnya meninggalkan dirinya untuk menyambut tamu.

Berusaha mengalihkan pikirannya, tangan Dominic meraih tablet yang ada di atas meja, mengecek beberapa informasi yang baru saja diberikan oleh asistennya. Amber moore. Netra Dominic terfokus ke dua foto yang terpampang jelas di layar tablet. Dua foto yang seakan menunjukkan dua wanita yang berbeda, Amber Johns di sebelah kiri, dan Amber Moore di sebelah kanan.

“Mengapa wanita ini dendam padaku, padahal jelas-jelas dia yang dulu memanfaatkan diriku untuk kepentingan dirinya sendiri …” Masih jelas di ingatannya, rumor yang beredar saat di sekolah. Sekelumit orang mengatakan jika Amber menyebarkan berita terkait hubungan spesial antara Amber dan dirinya, sedangkan Dominic tidak ingat pernah mengatakan apapun perihal perasaan pada gadis itu.

Gadis itu dirundung bukan karena kesalahan dirinya, anggaplah sebagai karma. Menyebarkan sesuatu yang tidak benar, demi kepentingan diri sendiri. Dominic merasa gadis itu pasti menginginkan sesuatu darinya, dengan memanfaatkan popularitasnya. Padahal, dia menganggap Amber gadis baik-baik saat itu, tapi ternyata Amber sama seperti gadis-gadis lain yang senang menggoda Dominic dan menyebar gosip ke mana-mana. 

Bunyi kursi yang berderit membangunkan Dominic dari lamunannya, maniknya masih terfokus ke tablet di depannya. “Selamat datang, Tuan Moore.” 

“Moore?” batinnya dalam hati. “Dominic, perkenalkan, ini relasi bisnis Ayah, Jonathan Moore. Jonathan, ini puteraku, Dominic Grey,” ucap Thomas dengan wajah semeringah memperkenalkan keduanya. Demi menjaga sikap, Dominic menyambut uluran tangan Jonathan Moore. 

Kedua alis Dominic bertaut menjadi satu mendengar nama keluarga dari tamu yang baru saja datang. ‘Tidak mungkin Moore yang sama, kan? Ada berapa nama keluarga Moore di kota kecil ini?’ Dominic hanya bisa membatin, mau tak mau harus menerima nasibnya.

Dominic menatap ayahnya sendiri yang memasang senyum lebar, “Mana puterimu?” Dari arah belakang seorang wanita berambut hitam bergelombang menghampirinya, gaun hitamnya menunjukkan lekuk tubuhnya yang indah. Wanita itu melangkah anggun dengan wajah terangkat, tatapannya penuh dengan kesombongan. Wanita itu mengulurkan tangannya di saat Dominic sedang menunduk, membuka pesan dari tabletnya. “Amber Moore, puteri tunggal Jonathan Moore.”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rizalsyah Muhammad
Hahaha ...seru seru plotnya....ayoo koin lagi
goodnovel comment avatar
aniek mardiana
o hoooo ......... kapook mu kapan greyy , pasti itu salah paham
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status