Share

Bab 3. Siapa Yang Berkuasa?

“Buka matamu, Amber.” Serangan kasar sang lelaki tak meninggalkan ruang bagi Amber yang kini berada tepat di depan cermin besar untuk menjawab. Dia hanya bisa memberikan balasan melalui lenguhan dan desahan selagi menyerahkan diri sepenuhnya untuk lelaki yang terus menggerayangi tubuhnya

Desakan dari Dominic memaksa Amber untuk membuka mata. Netranya disambut oleh pantulan tubuhnya yang berada di bawah kungkungan pria tersebut. Terlihat Dominic menarik kedua tangan rampingnya dan menahannya dari belakang, membuat Amber tak bisa berkutik.

“Mengapa dirimu yang menikmati ini, Amber? Tidakkah memuaskan tamu adalah tugasmu, bukan tugasku?” Dominic bertanya dengan seringai licik di wajah tampannya. Amber tahu lelaki ini hanya menggodanya, dan itu menunjukkan bahwa dirinya telah kalah telak dalam pergumulan keduanya.

‘Sial!’

Sejujurnya, Amber merasa harga dirinya tersakiti. Selama ini, dirinya selalu melayani klien-kliennya dengan kuasa. Namun entah apa yang merasuki dirinya, kali ini dia benar-benar tersihir di bawah sentuhan dari sosok Dominic Grey.

Malu dengan kekalahannya yang tertampang jelas di cermin, Amber ingin menutup matanya kembali. Akan tetapi, ego menguasai dirinya.

Dengan lincah, kaki Amber melilit kaki Dominic. Dalam hitungan detik, dia membalikkan keadaan dan berkuasa di atas pria itu.

Keterkejutan yang terpampang di wajah pria tersebut membuat Amber memasang wajah penuh kemenangan. Dia mendekatkan diri kepada Dominic dan mulai menggigit gemas bibir pria itu.

“Di tempat tidur, hanya aku yang boleh berkuasa, Dominic.”

...

Entah berapa lama mereka melakukannya, tapi yang jelas Amber harus mengakui bahwa dia kehilangan rasa pada kakinya. Dia yang berbaring berlapis selimut tebal hotel itu sekarang sedang menikmati sentuhan jari-jari milik pria yang berada di sisinya.

Setelah yakin kekuatannya telah kembali–juga khawatir akan menyesali suatu hal yang lain–Amber memutuskan untuk bangkit meninggalkan tempat tidur. Namun, belum sempat dia menginjakkan kaki ke lantai, sebuah lengan kekar melingkar di pinggangnya dan menarik tubuh wanita itu kembali ke ranjang.

“Aku belum mengizinkan kamu pergi,” ujar Dominic, menyematkan kuasa dalam nada bicaranya. Bibirnya sekarang menyapu pundak Amber yang mulus.

“Satu janji temu, satu kali kepuasan, itu aturannya, Tuan Dominic.” Amber melepaskan cengkeraman pria itu dari pinggangnya dan kembali berusaha berdiri. Namun, Dominic malah memasang wajah dingin dan menariknya kasar ke dalam pelukan. “Tuan Dominic!” teriak Amber.

“Tidak ada yang pernah menolakku,” ujar Dominic di telinga Amber, memeluk wanita itu dari belakang.

Merasakan jari-jari pria itu menyusuri beberapa bagian tubuhnya, tubuh Amber bergidik, merasakan nafsu kembali berkumpul di inti tubuhnya. “Kalau begitu, aku akan menerima kehormatan untuk menjadi yang pertama,” balasnya ketus.

Getaran rendah yang dihasilkan akibat tawa sang pria membuat Amber mengerjapkan mata, merasa dirinya diremehkan. “Tetap di sini,” Dominic mengulangi titahnya.

Perintah itu serta kecupan-kecupan yang diberikan oleh Dominic di punggungnya membuat isi kepala Amber penuh dengan dilema. Dia tidak pernah sekalipun berlama-lama dengan klien. Satu kali bercinta, Amber biasanya langsung memaksa klien manapun untuk pergi, tak peduli seberapa menarik tawarannya.

‘Tidak ada bedanya dirimu dengan pria lain, Dominic …,’ batin Amber. Walau hatinya memaki pria itu, tapi tubuhnya seakan larut di dalam segala sentuhan yang diberikan oleh Dominic.

“Tidak perlu bercinta, temani dan bicaralah denganku,” ucap Dominic, membuat Amber mengerutkan keningnya, tidak menduga permintaan semacam itu akan lolos dari bibir tipis pria tersebut.

“Bicara?”

“Ya, bicara. Dan aku akan membayar dua kali lipat untuk itu,” jelas Dominic seraya menatap ekspresi wajah Amber yang terlihat tak percaya.

Jawaban Dominic yang terdengar tegas, ditambah dengan tawaran yang menarik, membuat Amber merasa tergugah. Lagi pula, Dominic hanya meminta wanita itu untuk berbincang dengannya. Tidak ada yang salah, dan dia tidak menyalahi aturan … bukan?

Sebuah senyuman manis terpasang di wajah Amber. “Tanpa sentuhan dan percintaan,” Amber mengutarakan syaratnya, diikuti dengan anggukan kepala Dominic yang langsung menjauhkan diri dari wanita itu.

Di luar dugaan, Amber membalikkan tubuh dan menempelkan diri pada dada Dominic. Pria itu menaikkan alis dan bertanya, “Ini yang dimaksud tanpa sentuhan dan percintaan?” Ada godaan dari nada bicara pria tersebut.

“Kecuali aku yang memulainya,” balas Amber, mendapatkan senyuman nakal dan menggoda dari pria di hadapannya.

Amber tahu bahwa apa yang dia tawarkan bisa jadi sebuah permainan yang berbahaya. Namun, siapa yang tahan untuk tidak menyentuh lelaki itu dengan segala miliknya yang … menggiurkan?

Di luar ekspektasi Amber yang mengira “berbincang” hanyalah akal bulus seorang Dominic yang manipulatif, ternyata pria itu sungguh tidak menyentuhnya dan hanya berbicara. Pembicaraannya yang serius membuat Amber gemas, menahan gairah yang muncul di sekujur tubuhnya. “Kurasa kedudukanku sebagai CEO dan penerus perusahaan Grey tidak mencapai telingamu.”

“Aku tidak begitu peduli dengan dunia bisnis dan segala dramanya,” balas Amber yang sibuk menggunakan jari-jari lentiknya untuk menyusuri dada pria di hadapannya. “Aku hanya menginginkan uang,” imbuhnya seraya menghembuskan napas menggoda di leher Dominic. “Dan tentu kepuasan.”

Sejauh ini, Amber tetap berusaha menjadi pendengar yang baik untuk Dominic. Dia berharap bisa mendapatkan informasi penting dari mulut sang lelaki yang mungkin akan berguna untuknya di kemudian hari.

“Bagaimana denganmu?” Dominic berujar, kali ini tangannya mengangkat dagu Amber untuk menatapnya dalam. Tidak ada yang sensual dari gerakannya, tapi tatapan pria itu membuat tekad wanita itu sedikit goyah. “Kenapa kamu berakhir di sini?”

Manik kuning keemasan Amber terarah pada bibir Dominic yang menggoda. “Terlalu panjang untuk diceritakan.”

“Aku ingin mendengarnya.”

Sebuah dengusan terlepas dari sisi Amber. Dia tidak percaya lelaki di hadapannya ini tertarik untuk mendengarkan kisah hidup orang lain. “Intinya, ini semua untuk bertahan hidup.”

“Teman?”

“Tidak ada.”

“Saudara?”

“Tidak punya.”

“Orang tua?”

Detik itu juga, keheningan menyelimuti ruangan tersebut.

Dominic merasa dirinya telah menanyakan sesuatu yang tidak seharusnya ditanyakan. Namun, ekspresi yang ditampakkan wanita itu membuat dirinya merasa terpancing untuk mengetahui kisahnya lebih lanjut. “Amber?” panggilnya, menyadarkan Amber dari lamunannya.

Amber hanya bisa tertawa palsu, menutupi rasa perih dan benci yang muncul di dalam hatinya. “Tidak punya ….”

“Tidak ada yang tidak memiliki orang tua.”

Pandangan Amber terangkat, menatap Dominic dengan tajam, dan dia pun berkata, “Bisa jadi aku yang pertama, Tuan Dominic.”

Tak ingin memberikan informasi terlalu banyak kepada pria itu, Amber menekan Dominic ke ranjang dan menaiki tubuh pria itu. “Sepertinya, ada hal lain yang lebih menarik untuk ‘dibicarakan’, bukan begitu?”

Tangan kekar pria itu menyusup ke dalam selimut, menyusuri ujung kaki hingga pangkal paha Amber, membuat wanita itu tak mampu menahan sebuah lenguhan untuk kabur dari bibirnya yang ranum. “Kalau tidak salah kuingat, kamu mengatakan ‘tidak ada sentuhan dan percintaan’?”

Amber memberikan senyumannya yang menggiurkan. “Kecuali aku yang memulai, ingat?”

Kedua orang itu pun kembali bergumul di tempat tidur, mengesampingkan segala niat untuk berbincang. Desahan dan lenguhan memenuhi ruangan, menutupi kesadaran.

Namun, di balik ekspresi penuh kenikmatan yang dia tampakkan, sesuatu kembali menghantui benak Amber. “Tidak ada yang tidak memiliki orang tua,” Apakah ayah yang membuang anaknya sendiri bisa dibilang sebagai orang tua

“Memalukan!” Teriakan seorang pria paruh baya dalam ingatannya membuat tubuh wanita itu menggigil. “Pergi dari sini dan jangan tunjukkan wajahmu lagi!’

Komen (1)
goodnovel comment avatar
aniek mardiana
jangan Sampek si amber main hati sama dom ,jangan pake perasaan ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status