Share

#BAB 2

Di salah satu meja yang ada di sudut lantai satu Stars Peach Cafe, seorang pria bertopi oranye dan bermasker duckbill putih dengan pakaian kemeja putih tulangnya duduk membelakangi pengunjung dan panggung kafe.

Jika sekilas melihatnya, maka akan terbesit di dalam pikiran bahwa pria bertubuh cukup atletis itu adalah seorang pujangga yang sedang patah hati. Ia hanya duduk dengan kepala menunduk dan mata yang berselancar pada layar ponselnya.

Tampak foto wanita pemilik Stars Peach Cafe yang tengah berpose dengan elegan di layar ponselnya itu.

'Dia itu perempuan nggak tau malu! Artis murahan yang bisanya cuma ngerayu suami saya!'

Itulah sepatah kalimat dari Rina yang masih ia ingat. Kalimat yang lantas membuat perasaan pria di sudut kafe itu cemas tak menentu.

Dengan penuh kehati-hatian, pria berkelopak mata indah itu pun mulai membaca panel info yang muncul setelah ia melakukan pencarian dengan keywords “Tiffany Adhara”—nama dari seorang gadis remaja yang ia kenal.

[Tiffany Adhara adalah seorang pengusaha muda sekaligus penyanyi berkebangsaan Indonesia yang juga merupakan vokalis Bumantara Band; kelahiran: 15 Maret 1993 (usia 28 tahun), Bandung; tinggi: 1,67 m.]

Pria pemilik nama Kevin Lee itu sontak tergemap. Seketika pula dadanya terasa begitu tersentak. Tangannya bergetar ketika mulai menggulir sejumlah clickbait yang muncul pada pencarian internetnya.

[Profil Tiffany Adhara, Selebgram, Pengusaha, dan Vokalis Cantik Asal Bandung]

[Masa Lalu Tiffany Rintis Karir bersama Mantan Kekasih, Satria: Dia Satu-satunya …]

[Selalu Kompak, Inilah 9 Potret Kedekatan Tiffany dengan Personel Band-nya]

[Persahabatan Tiffany dengan Kim Shin, Warganet: Mereka Serasi Banget, Semoga Jadi …]

[Telah Lama Pisah, Tiffany dan Satria Masih Kompak Bermusik di Bumantara …]

[Warganet Sebut Dirinya Jatuh Cinta pada Tiffany, Lee Yul: Siapapun Akan …]

[Tiffany Diisukan Dekat dengan Artis Korea, Ini Pendapat Dimas Soal Mantan Kekasihnya]

[Sukses Bangun Kerajaan Bisnisnya, Siapa Sangka Tiffany Pernah Rela Tidak Makan …]

Mata Kevin mulai berkaca-kaca setelah membaca setiap clickbait yang muncul pada penelusuran internet. Dadanya naik turun tak beraturan dengan mulut yang sedikit terbuka.  Namun, tak satu pun dari clickbait itu yang ia sentuh.

Sementara itu, wanita yang bernama Tiffany Adhara masih berjalan mondar-mandir dengan penuh kekhawatiran di ruangan pribadinya.

“Kamu nggak salah liat, Her?” tanya Tiffany pada Heru yang saat ini hanya diam tak berkutik.

Heru menggelengkan kepalanya dengan pelan.

“Tidak, Bu. Salah satu barista yang memberitahu saya, dia kan tidak mungkin berani bercanda dalam situasi seperti ini.”

Tiffany tiba-tiba berjongkok sambil menutupi wajah.

“Her, sumpah saya malu banget!” rintihnya yang mulai terisak pilu.

“Apa lebih baik saya sampaikan permintaan maaf kita secara pribadi saja, Bu? M—maksudnya saya datangi langsung ke mejanya, gitu,” ujar Heru.

“Saya pikir dia sedang tidak ingin dikenali di tempat ini,” tambahnya setelah ia ikut berjongkok di depan Tiffany yang merasa frustrasi karena kehadiran Kevin Lee di kafenya.

“Nggak usah!”

Tiffany spontan membuka wajahnya yang memerah dan langsung menampik inisiatif manajernya itu.

“Kamu nggak usah sampe nyamperin dia juga kali, Her!”

“Saya nggak kenal sama dia. Jadi kita nggak perlu minta maaf secara personal,” sanggah Tiffany dengan suara bergetar sambil mengusap pipinya yang basah.

“B—baik, Bu,” balas Heru. “Lalu kita harus bagaimana, Bu?”

Tiffany menjentik bibirnya. Matanya berkeliling sambil berpikir.

Ia mendengkus kesal. “Nggak tau,” lirihnya dengan memelas.

Heru menarik napasnya dalam-dalam. Ia tidak mengerti dengan apa yang telah membuat bosnya itu tampak begitu merasa cemas dengan kehadiran Kevin.

“Tapi tadi nggak ada yang cari perhatian ke dia, kan? Barista kita nggak nunjukkin ke dia kalau mereka tuh kenal sama—”

“Tidak, Bu. Lagi pula dia pakai masker, jadi kita tau kalau dia memang tidak ingin dikenali oleh orang-orang yang ada di kafe,” tukas Heru.

Barista dan seluruh karyawan di Stars Peach Caffe memang terbiasa untuk bersikap profesional, sekalipun jika pengunjungnya adalah artis idolanya.

Tiffany membuang napasnya dengan kasar. Ia lantas duduk di lantai dengan pasrah.

“Kenapa dia bisa datang ke sini ya, Her?” gumamnya tanpa melepaskan kegundahan dari wajahnya.

Heru tersenyum kecut. Jelas saja ia tidak tahu alasannya.

“Mungkin karena tempat ini hits di kalangan artis, Bu?” Heru bergumam sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Tanpa aba-aba, Tiffany tiba-tiba membelalak dengan ekspresi yang penuh keterkejutan.

Heru menyeringai keheranan, lagi-lagi ia dibuat bingung oleh reaksi bosnya yang tidak bisa ditebak.

“Apa ada artis lain yang dateng?”

“Tidak, Bu. Sore ini kebetulan belum ada artis lain yang ke sini.”

Tiffany mengusap dadanya sambil menghela napas lega.

“Kamera?” Sekali lagi matanya membulat.

“Saya dan yang lain sudah memastikan kalau mereka tidak ada yang mengarahkan kameranya,” balas Heru.

“Dan beberapa orang, termasuk saya juga tadi berdiri merapat menutupi keributan,” tambahnya.

Jawaban melegakan itu spontan dibalas dengan anggukan oleh Tiffany. Namun, bukan berarti kekhawatirannya akan kehadiran Kevin hilang begitu saja. Tiffany masih tak habis pikir dengan apa yang akan ada di benak Kevin setelah melihat dirinya yang baru saja dipermalukan di kafe.

“Berarti muka saya nggak keliatan sama pengunjung ya, Her?” tanya Tiffany dengan tatapan penuh harapan.

Heru tergemap. Ia membisu dengan bola matanya yang sedikit berputar.

“Eheum,” gumam Heru sambil mengangguk ragu. Sebenarnya ia tidak begitu yakin.

“Yang bener, Her.” Tiffany kembali kehilangan harapan.

Heru tersenyum canggung. “Mungkin terlihat dari sudut pandang tertentu, Bu.”

Tiffany mengembuskan napasnya dengan kasar. Ia mengerucutkan bibirnya dengan wajah lesu.

“Memangnya Kevin duduk di sebelah mana sih, Her?”

“Di pojok, Bu.”

“Pojok?” gumamnya sambil mengerling. “Di pojok tuh, pojok sebelah mana sih?”

“Di deket pintu masuk, Bu.”

Tiffany sontak membulatkan matanya sambil menelan ludah. “Serius kamu?”

“Berarti literally dia sejajar sama panggung, dong?” Tangan Tiffany bergerak sambil memeragakan posisi tempat duduk Kevin dengan panggung.

“I—iya, Bu.”

“Mampus lo, Fan!” gerutu Tiffany dalam hati.

***

“Lu cari masalah ya sama gua! Berani-beraninya lu malu-maluin Fany di depan banyak orang! Lu masih waras?” gerutu Satria sambil menyetir mobilnya.

Rina membungkam. Ia terus terisak di jok belakang sementara suaminya tak henti merutuk dengan emosi yang tidak kunjung mereda.

“Udah gua bilang, jangan sedikit pun ngusik hubungan gua sama Fany!”

“Mau sekeras apa pun usaha lu buat misahin gua sama Fany, lu nggak akan pernah bisa Rin!”

“Lagian kenapa sih lu ribet-ribet ngurusin hubungan gua sama Fany! Toh transferan pun lancar, kan? Gua kasih lu jatah bulanan, duit buat anak-anak juga lancar! Lu kagak usah khawatir soal urusan duit!” Satria kian mengeraskan suaranya memenuhi kepenatan di mobil.

“Lagian hampir semua duit gua, gua gelontorin buat urusan rumah! Kagak ada tuh sepeser pun yang gua pake buat Fany! Jadi lu kagak usah bertingkah aneh-aneh!”

Sekilas ia menyempatkan dirinya untuk melihat Rina melalui spion dalam. “Ini tuh masalah hati, lu kagak usah ikut campur!”

“Justru karena masalah hati, Mas! Aku itu istri kamu! Seharusnya kamu bisa jaga perasaan aku!” balas Rina dengan suara yang bergetar.

Satria menyeringai kesal. Wajahnya memerah disertai urat-urat pada pelipisnya tampak menonjol.

“Jangan pernah lu bahas-bahas soal urusan perasaan di antara kita!”

“Tapi kan ak—”

“Gua nggak pernah minta lu buat punya perasaan sama gua!”

***

Tiffany mengerutkan keningnya di depan jendela sambil mengintip parkiran kafe dari sela-sela gorden.

“Dia pake baju apa, Her?” tanya Tiffany untuk yang ke sekian kalinya tanpa mengalihkan pandangannya ke arah parkiran.

“Saya lupa, Bu. Pokoknya dia pake topi sama masker.”

Heru ikut mengintip dari sisi jendela yang satu lagi.

Tiffany menjentik bibir. Sebenarnya ia merasa enggan untuk melakukan hal konyol ini. Namun, rasa penasarannya untuk melihat Kevin secara langsung mengalahkan segala perasaan getirnya.

Bagaimanapun, ia merasa penasaran dengan keadaan pria yang sudah belasan tahun tidak dijumpainya itu.

“Oooh, itu Her?” seru Tiffany dengan mata membulat.

“Nah, itu Bu.” Heru mengangguk tanpa melepaskan pandangan.

“Eumm,” gumam Tiffany sambil mengangguk kecil. Beberapa kali ia menelan ludahnya menahan perasaan tegang. Hingga tak lama setelah itu ia pun segera menutup gordennya rapat-rapat dan berlalu dari jendela.

“Ibu penggemarnya, ya?” celetuk Heru setelah Tiffany kembali duduk di depan mejanya.

Tiffany sontak menyeringai terkejut.

“Enggak,” balasnya menunjukkan keengganan.

“Memangnya kenapa?” tanya Tiffany penasaran.

“Oh, tidak apa-apa Bu. Saya hanya menebak saja.” Heru tersenyum kecil sambil menggaruk tengkuknya.

“Enggak kok, saya nggak ngefans sama dia. Saya juga nggak kenal sama karya-karyanya,” ketus Tiffany dengan sinis.

Heru mengangguk dengan segan sementara Tiffany tampak tengah menimbang-nimbang sesuatu.

“Kamu nggak perlu kasih tau siapa-siapa ya soal Kevin yang dateng ke sini.”

“M—maksudnya jangan dikasih tau kepada siapa, Bu?”

Tiffany menggerakkan bola matanya dengan canggung. “Ya siapa pun itu. Apalagi Satria.”

Heru bergeming, benaknya spontan bertanya-tanya akan kaitan Kevin dan Satria.

Tiffany melirik Heru dengan ekor matanya. “Urusannya bakalan ribet kalau Satria sampe tau ada artis yang liat kejadian tadi. Apalagi artis Korea,” tambah Tiffany sebelum ia menelan ludahnya lagi.

“Ooooh, iya-iya Bu. Siap,” balas Heru sambil mengangguk-angguk paham.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status