Share

Trik Cinta Mr. James
Trik Cinta Mr. James
Author: NR Isthifa

1. Masuk ke lubang neraka

Prolog

Duniaku hancur tatkala mendapat kabar bahwa Juan telah tiada. Aku hanya gadis biasa dan hidupku mulai berwarna ketika Juan berada di sampingku. Tapi secepat itu Tuhan mengambilnya dariku. Aku baru saja mendapat tangan terhangat yang sudi memelukku di saat sedih dan bahagia. Tapi tangan itu sudah ditarik oleh Tuhan kembali. Sepertinya Tuhan tidak menginginkan aku untuk bahagia selamanya.

***

"Siapa gadis itu?" tanya James Elard Connor soal gadis yang menarik perhatiannya. Bajunya hitam lusuh wajahnya berurai air mata membuat James penasaran.

Dari 1 jam yang lalu gadis tersebut menangis tak berdaya di atas kuburan Juan Lucano Connor, kembarannya. James bertanya-tanya dengan kehadirannya di tengah kerumunan pelayat, wajahnya sangat asing.

"Gadis itu yang kamu maksud?" tanya Vanda Barbara Connor. Dengan tatapan lemahnya yang berderai air mata dan dengan dagunya dia menunjuk Daisha Cheryl. Barusan dia menyeka air matanya.

Vanda adalah Ibunda si kembar James dan Juan sekaligus istri dari Dylan Connor pendiri State Group salah satu perusahaan terbesar di Asia tenggara. 

"Ya dia," jawab James.

"Gadis itu, gadis yang disukai Juan yang sering dia ceritakan padaku! Aku kira Putraku menyukai gadis yang selevel dengan kita, ternyata dia hanyalah gadis jelata!" gerundel nya.  

"Oh ya? Ckckck selera Juan jelek sekali," ucap James mengejek mendiang Juan.

"Sangat tidak habis pikir ternyata dia berasal dari panti asuhan yang rutin mendapat donasi dariku, maka sebab itulah Juan tidak ingin memberitahu latar belakang gadis itu kepadaku karena dia hanyalah seorang gadis panti!" timpal Vanda.

Vanda sangat terpukul almarhum putranya mencintai seorang gadis jelata, bahkan menjelang kematiannya Juan berpesan dalam secarik surat agar mengeluarkan Daisha dari panti asuhan dan tinggal di kediaman Connor. Sehingga itu membuat Vanda sangat sedih dan kesal.

"Jadi selama ini mereka berpacaran diam-diam di belakang Ibu? Luar biasa sekali Juan, dia bisa mencoreng nama baik keluarga Connor jika semua orang tahu hubungannya itu," ucap James terus mengompor-ngompori Vanda.

"Aku pusing! Harus kuapakan gadis itu? Putraku memintaku untuk membawanya ke Constone, tapi aku tidak ingin melakukannya, tidak bisa sembarangan memasukkan orang asing ke Constone, semuanya perlu persetujuan dari Ayahmu! Jika tidak Ayahmu akan marah! Untungnya Ayahmu masih sibuk dengan pekerjaannya, jikalau dia melihat gadis itu menangis-nangis di atas kuburan Juan, aku tak bisa membayangkan reaksinya bagaimana," ucap Vanda. 

"Di saat seperti ini Ibu masih memikirkan reputasi Juan, lagi pula dia sudah menjadi mayat," gumam James sangat lirih sampai Vanda tidak bisa mendengarnya.

"Aku bingung pada putraku sendiri, kenapa seleranya begitu rendahan sekali, apa istimewanya gadis itu sampai-sampai memintaku membawanya ke Constone!" kelakar Vanda dengan nada kesal. Padahal suaranya hampir hilang karena menangis seharian atas kepergian putranya.

James mengusap dengan sungkan pundak ibunya.

"Tenang Bu! Jangan menyalahkan Juan lagi, dia sudah tenang di alam sana," ucap James dengan simpati palsu.

Vanda bimbang, apakah harus dia bawa gadis itu ke Constone atau tidak melakukannya. Akan tetapi dia sangat takut Juan tidak tenang dalam kuburnya.

Saat hatinya sedang berkabung kehilangan Juan, di lain sisi dia juga takut salah langkah jika membawa Daisha ke Constone.

"Kita tidak perlu persetujuan Ayah untuk membawanya ke Constone, lagi pula siapa yang sudi menjadikan gadis jelata bagian dari keluarga terhormat seperti Connor," ucap James sembari senyum menyeringai. 

"Tidak ada yang gratis di dunia ini, termasuk menjadi bagian keluarga Connor," timpalnya lagi.

"Maksudmu?" tanya Vanda bingung. Kedua alisnya bertaut.

"Jadikan saja dia pembantu, Ayah tidak perlu tau apa yang terjadi dan pastinya Ayah tidak akan mencurigainya, gadis itu perlu membayar kebaikan Juan yang menginginkannya keluar dari panti asuhan, setidaknya pembantu keluarga kami mendapat jaminan yang bagus," kata James melanjutkan.

"Itu ide yang buruk James, kau ingin melakukannya demi Juan?" tanya sang Ibu ragu.

"Tak usah dipikirkan Bu, biar aku saja yang urus, ayo kita kembali ke rumah, hari sudah hampir gelap!" ajak James sembari merangkul pundak Vanda. 

***

Sejak setelah hari pemakaman Juan, Daisha keluar dari panti asuhan. Setelah perdebatan yang cukup panjang yang di lakukan asisten pribadi James untuk membujuk Daisha. Akhirnya gadis itu menerima permintaan mendiang Juan.

James tanpa dikawal body guard menjemput Daisha dari panti asuhan ke kediaman Connor yaitu Constone Mansion. Mereka hanya berdua saja.

Lain sisi, Daisha masih berkabung dan tidak bisa menyembunyikan kesedihannya, matanya sembab. Seharian dia menangisi kepergian Juan. Pria baik yang sangat dia cinta dan sayangi.

Kesedihan tak bisa dibendung, air mata tetap saja mengalir. Apalagi kini saudara kembar Juan duduk bersebelahan dengannya. Meskipun kembar tak identik, tetap saja ada kemiripan di antara mereka yang membuatnya mengingat Juan. Dan parfum itu, baunya mirip yang dipakai Juan.

"Hapus air matamu! Aku benci melihat wanita menangis duduk di sampingku! Aku juga tidak mau adikku tersiksa gara-gara tangisanmu itu! Biarkan dia tenang dalam peristirahatannya!" kata James terdengar kasar. 

Mata pria itu enggan menatap pada Daisha, sedikit memancarkan rasa jijik. 

Meskipun James terlihat dingin dan tak mudah tersentuh. Mulutnya bisa sangat kejam menyakiti hati orang lain. 

Buru-buru Daisha menyeka air matanya berusaha tegar. Juan sudah tidak ada lagi. Sekarang dia harus melanjutkan hidup sebagai pembantu mengabdi pada keluarga Connor. Dan menurunkan ekspektasinya bahwa James tidaklah sama seperti Juan. 

Juan sosok yang lemah lembut. Sedangkan James pria yang kasar dan tegas. Karakter mereka sangat jauh berbeda.

Setibanya di Constone. Beberapa orang menyambut ramah James. Orang-orang berpakaian serba senada menunduk di hadapannya. Sontak Daisha kikuk, dia terus mengekor di belakang James. Dan sampailah dia dibawa ke area kamar tidur pelayan.

Seorang kepala pelayan bernama Merry yang usianya menginjak kepala 4 menghampiri James. Dia langsung paham apa maksud James sebelum James mengeluarkan kalimat perintah.

"Merry sebentar!" ujar Vanda yang tiba-tiba menghentikan langkah Merry dan Daisha.

Vanda menelisik penampilan Daisha dari ujung rambut sampai ujung kepala. Menatapnya dengan tatapan jijik.

"Tak kusangka dia berani menginjakkan kaki di sini, kau yakin melakukan ini James?" tanya Vanda pada putranya. Vanda kesal James tak mengingkari amanah Juan.

James hanya diam seolah tak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia hanya menjalankan perintah mendiang Juan.

"Sangat kampungan! Bisa-bisanya Juan mencintai gadis seperti dirimu!" cemooh Vanda. Kalimat itu terdengar menyakitkan untuk Daisha yang tidak tau apa-apa dan tidak punya daya apa-apa.

"Apa pendidikan terakhirmu?" tanya Vanda dengan wajah culas. 

"A-aku tidak punya ijazah apa-apa Nyonya," jawab Daisha merasa rendah diri. Mulutnya menjawab terbata.

"Pantas saja!" balas Vanda dengan nada merendahkan.  

"Apa kamu tidak tahu persyaratan utama untuk menjadi pembantu di rumah ini? Minimal mereka harus lulusan D3 perhotelan dan kamu tidak punya ijazah apapun? Huhh! Sungguh punya nyali kamu!" jelas Vanda dengan sombong.

Daisha makin tertunduk. Dia ketakutan dirinya dicaci maki. Ya dia sadari, gadis malang seperti dirinya yang tidak punya keluarga, tidak bersekolah tidak pantas tinggal di rumah besar ini. Apalagi tinggal dengan keluarga terhormat seperti Connor. Seharusnya tadi dia menolak saja dan langsung kabur dari James dan asistennya.

James mengutik pundak Vanda memintanya untuk mendekatkan telinga hendak berbisik.

"Bu! Tujuan awal kita adalah membuat Juan tenang di alam sana, soal itu biarkan gadis ini membayar dengan tenaganya, yang penting dia tinggal di sini kan, tanpa harus menjadi bagian keluarga Connor yang terhormat! Hanya demi Juan Bu, anak kesayangan Ibu!" ucap James. Menggiring opini ibunya agar sedikit mempercayainya.

Vanda terkesiap lalu mendelik tajam James.

"Ibu tidak sudi kan mempunyai menantu seperti dia? Maka dari itu biarlah dia menjadi pembantu di sini!" timpal James lagi berusaha meredakan emosi Vanda.

"Tidak! Aku yakin kau pun tak selera dengan gadis tidak jelas seperti dia bukan? Jangan sampai kau juga tertarik dengan gadis itu sama seperti Juan! Aku tidak sudi! Gadis itu tidak setara dengan kita bahkan jauh lebih rendah! Untung saja Juan lebih memilih mati ketimbang hidup sampai mati dengan gadis ini!" kelakar Vanda.

"Ya ampun! Aku mana mungkin menyukai gadis seperti dia! Seleraku berbeda dengan Juan! Dia terlalu rendahan!" sergah James lagi dengan pandangan sinis nya.

"Oke Ibu percaya padamu, tapi aku tidak mau dia tidur di kamar pelayan! Kamar itu terlalu layak untuknya! Biarkan saja dia tidur di gudang!" titah Vanda. 

Serta merta Dylan Connor muncul membuat Vanda tersentak. Pria itu baru saja datang dari perjalanan bisnisnya di Swiss.

"Ada apa Vanda? Kenapa membuat keributan?" tanya Dylan.

"Ah suamiku, cepat sekali kau datang!" ucap Vanda penuh risau.

"Aku datang jam 2 tadi dan langsung pergi ke makam Juan," jelas Dylan. 

Saat hari pemakaman putranya, Dylan berhalangan datang karena bisnis yang belum selesai di Swiss. Jadi dia mau tak mau harus merampungkan pekerjaaanya lebih cepat. Dia sangat menyayangkan putra penerusnya meninggal. Padahal Juan baru saja diangkat menjadi seorang Direktur di perusahaannya sendiri 6 bulan yang lalu.

"Ah syukurlah suamiku, ayo kita tidur! Kau pasti lelah sehabis perjalanan jauh kan, Ayo!" ajak Vanda sembari menggamit kedua bahu Dylan.

"Jelaskan padaku! Sebenarnya ada apa? Apa kau barusan memarahi James?" tanya Dylan yang gagal memahami situasi. 

"Sayang! Siapa yang memarahi James sih?! Aku hanya sedang memperingatkan pembantu ini, dia habis membuat kesalahan! James hanya kebetulan di sini," jelas Vanda.

"Oh begitu, kukira ada masalah serius," ucap Dylan. 

"Sama sekali tidak ada sayang, baiklah suamiku, ayo kita ke kamar! Sudah lama aku tidak berbicara berdua denganmu, James urusi dia ya! Ibu ingin mengobrol berdua dengan ayahmu," pinta Vanda. Wanita itu seolah terburu-buru membawa suaminya pergi dari situ.

"Hmmm baiklah! Merry! Bawa dia ke gudang!" titah James pada Merry segera.

Daisha tertegun mendengar titah James. Daripada gudang lebih baik dia tidur di kamar panti asuhan yang berdesakan dengan anak-anak. Tempat itu lebih layak ketimbang gudang yang kotor.

"Baik tuan muda," Merry mengangguk dan meminta Daisha mengikutinya.

"Nona Daisha ikuti saya!" pinta Merry.

Daisha ragu namun langkahnya terus menuruti Merry. 

"Juan aku tak yakin dengan keputusanmu! Tapi ini terlalu merendahkanku!" batin Daisha bergumam.

"Di sini nona Daisha akan tidur! Selebihnya nona bisa membereskannya sendiri! Baik nona saya harus segera pergi! Selamat sore nona!" ucap Merry yang kemudian melenggang pergi. Dia hanya mengantarkan Daisha sampai depan pintu saja.

Sedangkan Daisha masih terpaku melihat pintu gudang yang kotor dan berdebu. Itu baru tampilan luar bagaimana tampilan dalamnya.

Daisha mencoba membuka pintunya lebar-lebar, hingga ada satu hal yang membuatnya sangat terkejut.

"Ya Tuhan! A-apa itu Juan yang melakukannya?Aku harap ini hanya delusiku," gumam Daisha.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status