Share

2. Iblis berwajah tampan

Sebuah lukisan yang lumayan besar terpampang di dinding gudang. Awalnya lukisan itu tertutup oleh kain setengah view nya. Tapi entah kenapa kain itu jatuh terkena terpaan angin yang masuk dari pintu gudang yang terbuka.

Daisha sangat terkejut melihat penampakan lukisan tersebut. Yang di ujung kanan bawah nya terdapat huruf inisial J. Sudah dapat dipastikan itu milik Juan. 

"Juan apakah benar ini lukisan mu?" gumam Daisha. Tangannya menyapu debu-debu yang menempel di lukisan tersebut. Meskipun dia tahu itu karya Juan, Daisha masih harus memastikan bahwa ini bukanlah delusinya. Sebegitu cintanya Juan terhadap dirinya selama ini dan dia perlu menyadarinya.

"Serius kau melukis ini untukku? Kau tidak sempat memberikannya padaku Juan sayang, hari ulang tahunku satu bulan yang lalu, tapi kau mengalami koma di rumah sakit dan aku terkejut mengetahui kau sudah berada di surga, Juan lukisan ini sangat indah, kau memang pria yang romantis, aku menyukainya!" gumamnya lagi dengan senyuman kecil di bibirnya. 

Matanya melihat kagum pada lukisan wajahnya. Lukisan tersebut tertera tanggal ulang tahun Daisha, 7 Desember.

Daisha mengamati gambaran detail wajahnya yang sama persis. Lukisan ini seperti dibuat oleh tangan ajaib pelukis profesional. Dari dulu Juan memang suka melukis. Tapi dia baru tahu Juan seniat ini untuk melukis wajahnya.

Tak tak tak!

Suara langkah seseorang dari luar. Daisha buru-buru menutup lukisan tersebut dan menyembunyikannya di kolong lemari usang yang terletak di pojok ruangan.

"Daisha!!" panggil James dengan nada tinggi. Pria itu muncul dengan ekspresi tegang juga napasnya tersengal-sengal.

Sontak saja Daisha ketakutan bercampur bingung.

"Hey k-kau gadis jelata!!" seru James lagi seolah meralat seruannya tadi. Tapi gelagatnya sedikit kikuk.

Daisha yang diseru namanya buru-buru merendahkan diri di hadapan James. Menundukkan kepala serta bahunya.

"I-iya ada apa tuan?" tanya Daisha.

"Apa ada sesuatu yang tuan butuhkan?" tanya Daisha lagi seolah menyadari sekarang lah saatnya dia melayani tuan-tuannya di rumah ini.

James agak lama memindai wajah Daisha. Kemudian melengos ke arah lain dengan angkuh.

"Buatkan hidangan untukku! Aku mau tahu kemampuan memasakmu dan segera bawa ke kamarku jika sudah siap! Aku hanya memberimu waktu 30 menit! Cepat pergi ke dapur!" perintah James. 

Tuan muda tetaplah tuan rumah ini. James yang menakutkan itu memerintah secara otoriter. Tidak ada penolakan dan pengecualian. Kini setiap namanya dipanggil oleh James, otaknya dan tubuhnya selalu memberi reaksi bahwa dirinya sedang terancam.

Daisha harus banyak bersabar dan belajar melayani James dengan baik. Daisha buru-buru ke dapur seperti perintah tadi. Selanjutnya dia meminta pendapat Merry makanan apa yang disukai James.

Untunglah kemampuan masak Daisha semasa tinggal di panti asuhan tidaklah buruk. Dia selalu menjadi koki utama bagi anak-anak panti lainnya.

Kini Merry hanya membantunya memilah bahan makanan berkualitas dan Daisha yang mengeksekusinya. Olahan demi olahan sudah matang sempurna. Kini Daisha di haruskan membawa semua hidangan ke kamar James sesuai perintah sebelumnya. 

Sebelum Daisha membawa hidangan itu, Merry memberi bocoran bahwa selera makan James sangatlah mahal. Dia pilah-pilih terhadap makanan. Bahkan di rumah ini Connor punya 12 koki hanya untuk memenuhi kemauan dan selera lidah James. 

Jika James tidak menyukai makanannya, maka dia akan melemparkannya di depan wajah si koki. Bahkan bulan lalu beberapa koki dipecat karena hasil masakan mereka belum sesuai dengan selera James.

Daisha mengetuk pintu dan memberanikan diri masuk ke dalam kamar James. Dengan langkah gemetar, dia berharap James menyukai rasa masakannya. Meskipun kemungkinannya hanya 0.5 persen. Akan tetapi bayangan kemarahan sudah tereka di kepalanya.

"Taruh di sini!" titah James seraya mengetuk meja di hadapannya.

Setelah meletakkannya Daisha beringsut mundur, sebelum menjauh wajahnya sudah dilempar 2 potongan kain berwarna biru navy yang ternyata adalah setelan seragam pelayan.

"Pakai itu! Kamu harus tahu posisimu di sini! Jadi aku tak ingin melihatmu berbeda dengan pelayan-pelayan lain! Cepat pakai!" suruh James.

"Ba-baik tuan!" ucap Daisha segera berjalan keluar namun dicegah perintah James lagi.

"Aku tidak menyuruhmu keluar gadis jelata! Pakai bajumu di sini di hadapanku!" suruh James mengeraskan suaranya.

"Ta-tapi tuan, aku tidak bisa melakukannya!" jawab Daisha gentar. Tangannya meremas seragam itu.

"Kenapa?" tanya James dengan lirikan tajam.

"Ini tidak sepatutnya di lakukan, aku tidak bisa!" tolak Daisha sambil menggeleng pelan.

"Kenapa gadis jelata sepertimu banyak bicara sekali, cepat lakukan!" bentak James yang tak sabar.

Sampai Daisha bergidik takut dan segera melepas baju juga rok nya di hadapan James. Meskipun rasa malu dan tak sudi bergemuruh di dalam dirinya. 

James memanglah pria yang tidak punya hati nurani. Menganggap Daisha wanita yang tak punya harga diri. Bahkan seorang tuan seperti dia menyuruhnya membuka baju di hadapannya langsung. Apa jangan-jangan sudah banyak pelayan yang dipaksa melakukan ini sebelumnya. James memanglah Iblis jelmaan yang bersembunyi dibalik wajah tampannya.

Daisha merasa jijik, tatkala wajah James begitu tenang mengamati tubuh Daisha yang setengah bugil sambil menikmati makanan yang dibuatnya.  

Untungnya Daisha selalu ingat bahwa James tidak sudi dengan gadis jelata seperti dia. Sangat tidak mungkin tertarik dengan dirinya apalagi tubuhnya.

Sekarang Daisha hanya harus siap menerima caci makian dari tuan-tuan majikannya. Hidupnya begitu sengsara tanpa kedua orangtua dan sekarang masih harus menghadapi kekejaman keluarga Connor. Sungguh Daisha tidak menginginkan ini dan berharap bisa lahir kembali di kehidupan yang lebih baik.

"Sebenarnya aku tidak suka kau memakai itu! Lekuk tubuhmu terlihat jelek!" hina James.

"Mau diapakan pun gadis sepertimu tetap terlihat jelek!" timpal James lagi.

Tak terasa air mata menetes dari ujung mata, Daisha merindukan Juan. Di kala sedih pasti Juan ada di sampingnya dan memeluk tubuhnya erat. Kini tidak ada orang yang peduli tentang semua perasaannya. Daisha hanya bisa menangis sendirian.

James menangkap momen itu. Pria itu menghampiri Daisha dan menyeka air matanya. 

Sontak gadis itu terkejut James sudah berdiri dekat di hadapannya dengan tatapan teduh masih dengan jemari yang mengusap pipinya. Daisha berusaha menyingkir jemari pria itu tapi James bersikeras menyeka air matanya.

"Jangan menangis aku tidak bermaksud untuk kasar padamu," ucap James, entah dia mengucapkannya secara sadar atau tidak. Yang pasti Daisha ketakutan dengan sikap James yang berpura-pura lembut begini.

"A-aku tidak menangis karena perkataan tuan padaku, aku tidak apa-apa," ucap Daisha mengelak. Sontak Daisha terkejut dengan perubahan sikap James yang mendadak kesal. Wajahnya memerah seperti mau meledak.

"Lalu kenapa kau menangis?" nada bicara James mengintimidasi.

Daisha tidak bisa menjawab jujur.

"Jawab aku! Jadi siapa yang kau tangisi hah? Kau menangisi Juan, iya?! Kau benar masih menangisinya?!" bentak James. Tak mengenal lawannya siapa, James tak segan meremas kerah baju Daisha. 

Gadis itu ketakutan setengah mati.

"Ti-tidak tuan! Aku tidak menangisi Juan!" elaknya.

"Kau tidak bisa membohongiku! Aku lihat matamu sedih karena dia!" geram James.

Daisha bertanya-tanya, apa salahnya kalau dia menangisi kekasihnya yang baru saja meninggal. Kenapa pria ini sangat melarangnya.

"Berhenti menangisi adikku! Atau bola matamu akan kucongkel! Sekali lagi aku melihatmu menangis! Aku akan benar-benar mencongkel matamu itu!" ancam James seraya melepaskan cengkraman tangannya di kerah baju Daisha. Gadis itu terhenyak mundur.

"Dan satu lagi! Jangan sebut nama itu dari mulutmu! Aku benci mendengarnya! Sekarang keluar dari kamarku! Keluar!" bentak James mengusirnya.

Daisha buru-buru keluar dari kamar James dengan perasaan takut, kalut dan sedih. Dia menangis sejadinya dan berlari ke gudang.

Ketika sampai ke gudang,  Dia melihat Merry tengah berdiri di depan pintu gudang sedang  menggembok pintunya.

"Ada Nyonya? Kenapa pintunya digembok?"

"Maaf nona Daisha! tuan James menyuruhku untuk mengunci gudang ini, nona bisa tidur di kamar pelayan bersama yang lain, barang-barang nona sudah aku pindahkan ke sana! Silahkan nona ikuti aku!" ucap Merry. 

Daisha bingung, kenapa James begitu seenaknya memperlakukan dirinya begitu buruk dan seenaknya mempermainkan dirinya.

"Kenapa tuan James menyuruhku pindah? Bukannya dia menyuruhku tidur di gudang awalnya?" tanya Daisha.

"Gudang itu tidak layak untuk ditempati, debu di sana tebal dan tidak ada ventilasi apapun, jadi dia takut nona sakit, tuan James tidak ingin repot mengurusi pelayannya yang sakit," jelas Merry. Alasan yang tidak masuk akal dengan sikapnya yang arogan dan kejam.

Sampailah Daisha di kamar pelayan. Kamar-kamar itu persis seperti kamar kos. Pelayan punya kamarnya masing-masing dan punya privasi masing-masing. 

Barang-barang Daisha sudah dipindahkan oleh Merry. Dan anehnya mereka semua sudah diletakkan di tempat seharusnya. Apa James juga yang menyuruh pelayannya untuk menempatkan barang-barangnya itu.

"Kasihan nyonya Vanda, dia menangis setiap malam untuk almarhum tuan muda, aku sangat sesak melihatnya, nyonya sangat kehilangan putra kesayangannya," ucap seorang pelayan. 

"Ya dari dulu tuan Juan selalu menjadi putra kesayangannya nyonya Vanda dan tuan besar, pantaslah karena tuan muda Juan itu dewasa, baik dan lemah lembut! Orang tua siapa yang tidak suka punya anak seperti almarhum tuan Juan," jawab pelayan yang lain.

"Kamu benar! Aku pun jika nanti sudah menikah ingin punya anak seperti tuan Juan, dia tampan dan berbakti."

Daisha sangat bangga sekaligus sedih mendengar cerita tentang Juan yang begitu baik. Orang baik memang selalu berakhir lebih dulu ketimbang orang jahat.

"Hari ini wartawan terus berdatangan, sedangkan nyonya dan tuan besar tidak peduli dengan hal itu, mereka sibuk seolah tak terjadi apa-apa maka dari itu tuan muda James yang harus menghadapi mereka," ucap si pelayan terus bergosip.

"Ya memang harus seperti itu, tidak dianjurkan untuk bersedih lama-lama, hidup harus terus berjalan, apalagi punya bisnis besar seperti tuan besar Dylan."

"Tapi kita tahu bahwa tuan Juan itu anak kesayangan mereka, bukannya harus ada waktu untuk hari berkabung ya."

"Justru itu kematian tuan muda memang sengaja tidak digembar-gemborkan, para warga sekitar sudah dibungkam dan warga yang melayat tidak diperkenankan membawa handphone mereka bahkan awalnya tidak ada wartawan di media manapun yang merekam pemakaman tuan muda."

"Kau benar, tuan besar dan nyonya merahasiakan kematian tuan Juan, tapi rahasia tetap saja bisa ketahuan, buktinya sekarang banyak wartawan yang datang."

"Aku tidak tahu siapa yang membocorkan kabar duka ini ke media, jika salah satu warga di sini pasti si pelaku sudah dihabisi bawahan tuan Dylan, tapi belum ada berita sama sekali, sayang sekali ya pewaris State Group telah tiada."

Daisha mendengar semua obrolan mereka. Dan kenyataannya saat tiba di lokasi pemakaman, tidak ada wartawan satupun yang datang kesitu. Memang seharusnya berita kematian pewaris utama State Group harus dirahasiakan. Kemungkinan besar akan ada musuh yang menyusup masuk saat kesempatan ada di saat lengah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status