Share

Menangisi sebuah kesalahan

"Cara menyadarkan orang pingsan," gumam James fokus mencaritahu tentang informasi itu di internet. 

Sebelumnya dia tak pernah menghadapi langsung seseorang yang pingsan. Baru kali ini dia melihatnya dan kebingungan harus melakukan apa.

"Tuan James! Kau sudah datang rupanya! Tamu rapat sudah menunggu anda," seru Ford menyapa James di depan pintu ruangan kerjanya. 

Ford terheran melihat bos nya teramat fokus menatap layar Hpnya. Sebenarnya apa yang sedang bos nya lakukan?

"Apa ada yang membuat anda kesulitan? Raut wajah anda terlihat sangat serius?" tanya Ford.

"Tuan muda!" seru Ford lagi. James buyar langsung mematikan Hpnya dan menaruhnya ke saku.

"Kau mengganggu saja!" gertak James.

"Maaf tuan muda, tapi tamu sudah berkumpul di ruang meeting," ucap Ford lagi menegaskan.

James hanya menatap Ford tajam sembari beranjak menuju ruang meeting. Dia dengan gagah menyapa para tamu rapat dan duduk di kursi nya sebagai Dirut.

Ford sebagai asisten pribadi hanya mendampingi James. Dia juga dibayar oleh Dylan untuk mengawasi perkembangan James tentang usaha belajarnya mengelola perusahaan. Nampaknya Ford lebih terkejut melihat James sekarang.

Tak disangka James memiliki kemampuan berbicara yang tertata dan baik. Pembawaan yang tegas dan berwibawa. Ford bisa melihat aura bos besar pada James. Dan lagi Ford dibuat kaget karena James tidak bingung atau berputar-putar ketika menjawab atau merespon beberapa pertanyaan dari tamu soal perusahaan State Group.

Rapat selesai, pembawaan James yang begitu baik mengundang banyak perusahaan lain untuk bekerja sama dengannya. Dan itu membuat Ford bangga dengan bos nya itu.

Bahkan mereka berusaha mengatur jadwal pertemuan untuk makan malam bersama James.

"Dia belajar begitu cepat! Apa tuan sudah memahami ilmu-ilmu tentang berbisnis sebelumnya? Dia tidak kelihatan seperti pemula, dia bahkan bisa di bilang setara dengan almarhum tuan muda Juan," batin Ford bangga.

"Tuan muda, anda tidak kalah hebat dengan tuan muda Juan, aku harap perusahaan akan jauh lebih baik dibawah kepemimpinanmu," puji Ford. 

"Jangan memujiku! Aku hanya mencoba lebih baik di depan mereka dan jangan puji aku di depan Ayah juga Ibuku, aku tidak suka!" sergah James. 

Dia tidak butuh pengakuan dari sang Ayah dan juga Ibunya. Karena sampai kapanpun dia tidak akan cukup puas setelah apa yang dia alami di kehidupan masa kecilnya.

Ford hanya terdiam, dia tidak tahu banyak soal luka masa kecil yang dialami James. Maka dari itu perang dingin antara ketiganya selalu berlanjut.

"Baiklah tuan, maafkan aku!" 

"Aku akan pergi ke suatu tempat! Pergilah bawa mobilku pulang! Aku akan membawa mobilku yang lain!" titah James sembari mengeluarkan kunci mobil dari sakunya.

"Baik tuan, hati-hati!" balas Ford mengangguk.

"Tuan muda mau kemana lagi? Hari sudah larut, apa dia akan pergi sendirian ke bar? Atau ke bukit? Kenapa kebiasaan menyendirinya tidak bisa dihilangkan? Kalau kenapa-kenapa kan aku juga yang repot!" batin Ford menggerutu.

***

"Lani apa kau tahu siapa yang ada di foto ini?" tanya Daisha pada Lani. Menunjuk pada foto keluarga yang paling besar terpampang di ruang tengah.

Jarinya menunjuk pada anak laki-laki berusia sekitaran 10 tahun dengan rambut yang sedikit pirang.

"Aku kurang tahu, tapi kupikir dia itu anak bungsunya nyonya Vanda dan tuan besar, sejak aku masuk ke sini, dia tidak pernah kulihat sama sekali," jelas Lani.

"Ah begitu ya? Ya sudah terimakasih Lani," balas Daisha.

"Iya sama-sama," jawab Lani.

"Daisha apa tubuhmu sudah baikan?" tanya Merry tiba-tiba. 

"Eh Nyonya Merry, iya aku sudah lebih baik, itu karena nyonya Merry sudah merawatku dengan baik, terimakasih nyonya!" Daisha mengangguk hormat pada Merry.

"Tak apa! Itu sudah tugasku mengawasi para pelayanku termasuk juga kesehatan mereka," jelas Merry.

"Baiklah teruskan pekerjaanmu!"

"Baik nyonya!"

Merry beranjak pergi namun beberapa saat dia mengurungkan langkahnya. Merry menoleh, menyadari gadis itu menatap foto besar dengan intens milik Connor. Dia menangkap momen tersebut, mata Daisha memancarkan kesedihan yang teramat dalam. 

Daisha makin mengeratkan genggamannya meletakkannya di dada. Hatinya begitu sakit, terpukul juga merasakan kehampaan yang luar biasa setelah meninggalnya Juan.

"Ada apa Daisha?" tanya Merry menepuk pundaknya.

"Humm nyonya, aku tak apa! Aku hanya kelilipan debu," elak Daisha menghapus air matanya yang sedikit menetes.

"Jangan berbohong padaku Daisha, sini!" Merry menggamit bahu Daisha membawa tubuh mungil itu menghadapnya.

"Kamu merindukan tuan muda Juan?" tanya Merry.

Daisha membulatkan bola matanya lebar. Bereaksi terkejut saat Merry bertanya soal itu.

"Ah aku tidak merindukannya! Sama sekali tidak! Mana mungkin aku pantas merindukannya!" elak Daisha lagi. Sebenarnya hatinya semakin terluka saat ditanya begitu. Jelas Daisha sangat merindukan sosok Juan di sampingnya. Karena tak ada orang lain yang memahami dirinya selain Juan.

"Sekarang tak apa kamu menangis merindukannya, tapi jangan kau perlihatkan terlalu sering kesedihanmu itu di sini! Akan buruk jika posisimu dalam bahaya, kau tahu nyonya merahasiakan statusmu dari tuan besar! Jika tuan besar tahu bagaimana reaksinya! Aku takut kau terancam!" papar Merry.

Ya Daisha baru teringat, bahwa tidak ada yang tahu dia adalah kekasih Juan kecuali James, Vanda, Merry dan juga Ford. Mereka bisa menutup mulut, jika ada orang lain tahu. Berita tersebar dengan cepat. Dia tak akan tahu dampaknya bagaimana.

"Maafkan aku nyonya, aku tidak akan melakukannya lagi," jawab Daisha terasa berat.

"Ya sudah, jaga kesehatanmu dan jaga dirimu baik-baik, aku akan kembali ke ruanganku, ini sudah jam istirahat lebih baik kamu makan dulu oke?" ucap Merry seraya tersenyum tipis.

"Baik nyonya," jawab Daisha.

Tak dapat dipungkiri, terkadang perasaan sedih dengan sendirinya mencuat ke permukaan. Kesedihan yang dirasakan sulit dibendung. Kepergian Juan masih membekas di hatinya.

***

"Dimana-mana selalu membuatku marah, tidak ada yang bisa membuatku bahagia! Langit malam yang penuh bintang pun tidak bisa sedikit membuat perasaanku lebih baik!" keluh James sambil mengeratkan cengkeramannya dikemudi mobil.

Lampu jalan yang terang terus terlewati. Malam itu dingin, namun penuh bintang yang sangat indah. James tidak bisa mencari ketenangan di luar. Banyak sesuatu yang tidak sesuai dengan ekspektasinya.

Pria gagah tersebut dengan jas nya yang sedikit urakan keluar dari mobil setelah memarkirkan mobilnya di garasi. Dia berjalan melewati taman sebelum masuk ke pintu utama. Namun suatu pemandangan menarik perhatiannya.

Di tengah taman Daisha sedang duduk seorang diri di kursi taman yang panjang. Dia sedikit menunduk menatap sesuatu di tangannya. James terheran dan menghampiri gadis itu. Melepas jas nya dan melampirkannya di tangan. 

"Ternyata ada juga yang suka menyendiri di sini," ucap James sembari duduk di samping Daisha. 

Dengan wajah takut Daisha buru-buru menyembunyikan sesuatu ke dalam sakunya. Kedatangan James membuat Daisha terkejut.

"Cihhh! Kau melihatku seolah aku ini hantu!" timpal James lagi dengan raut meremehkan.

Daisha menunduk dengan rasa gugup.

"Tidak! Aku tidak merasa begitu tuan!" elak Daisha.

Tiba-tiba suasana hening. melihat Daisha intens, namun gadis itu menyadari tatapan James yang berbeda lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Kenapa tuan ikut duduk di sini?" tanya Daisha gugup makanya dia memulai pertanyaan. 

Daisha takut terperangkap dalam pesona James pada malam ini. Dengan rambut dan pakaian yang nampak tidak rapih lagi, pesona James tetap tidak akan luntur. 

"Kau yang membuatku ikut duduk! Biasanya aku yang duduk di sini!" timpal James menengadah menatap langit. James sangat menyukai suasana malam.

"Baiklah, kalau begitu aku akan pergi! Permisi!" Daisha beranjak pergi namun James segera menarik pergelangan Daisha.

"Tunggu!" seru James seolah dia ingin mengatakan sesuatu.

James melihat ke bawah melihat sesuatu terjatuh dari saku baju Daisha. Dia mengambil benda itu dan tersenyum penuh arti.

"I-itu!" Daisha panik dan tergagap.

"Cihh! Sudah kuduga! Kau masih belum merelakan kepergiannya! Dapat darimana foto ini?" tanya James dengan tatapan dingin. Rautnya berubah masam.

"Uhmmm i-itu," jawab Daisha tergagap.

"Jawab yang benar! Dapat darimana foto ini?!" tanya James sedikit meninggikan suaranya.

"Ini tidak ada urusannya dengan tuan!" balas Daisha dengan nada takut.

"Hahaha tidak ada urusannya denganku? Jelas ini berkaitan denganku! Kau itu mencurinya dari laci milik Juan? Benar bukan?!" tuduh James. Daisha mendongak karena terkejut tebakan James benar.

"Aku bilang sekali lagi, ini tidak ada urusannya dengan tuan! Aku hanya mengambilnya dari sekian banyak foto!" balas Daisha masih kekeuh dengan tindakannya itu.

"Kau itu mencuri tahu tidak?! Aku bisa saja mengeluarkanmu dari sini!" ucap James marah.

"Baiklah keluarkan aku dari sini! Usir aku dari sini!" tukas Daisha seraya mengepalkan tangannya ke samping. Dia merasa ini sudah saatnya kabur dari penderitaan.

James menyeringai sinis seraya menggeleng kecil. Ternyata dia telah salah menilai gadis ini.

"Cihh! Kau sangat berharap keluar dari sini ya?"

"Iya tuan, aku sangat bersedia! Aku..!" jawab Daisha penuh harap. 

"Stop! Jangan membuatku kesal!" pungkas James.

Daisha tersentak, tertunduk dengan tangan gemetar.

"Kau pikir aku akan mengusirmu dari sini begitu saja? Jangan harap Daisha!" ucap James, tangannya menunjuk wajah Daisha dengan tatapan sengit.

"Aku hanya memintamu berhenti menangisi Juan! Berhenti mengingat dia lagi! Apalagi di hadapanku! Sesulit itukah?"

"Tapi kenapa? Kenapa aku tidak boleh bersedih karena Juan?" tanya Daisha dengan suara lirih.

"Ka-karena k-kau ini cuma gadis rendahan yang tidak berharga sama sekali! Kau tidak setara dengan Juan!" cemooh James sedikit terbata, kemudian pergi setelah merebut fotonya dari tangan Daisha. 

Dia pergi ke kamarnya dan membakar foto Juan dengan sebatang korek. Melemparnya di perapian dengan perasaan kesal.

"Dia! Akhhh! Apa yang kau lakukan James?!" tanya James pada dirinya sendiri mengingat emosinya yang meluap ketika melihat Daisha menangis karena Juan. 

Dia meremas rambutnya serta mengacak-acaknya sembarangan. James sangat frustasi lalu membuka Hpnya. Sebuah notifikasi muncul "Cara menyadarkan orang pingsan"

"Hissss! Untuk apa aku melakukannya?!" desis James frustasi. Untuk apa dia mencari itu di internet setelah kemarin Daisha pingsan.

Awalnya di taman tadi, James ingin meminta maaf pada Daisha. Tapi emosi menyahut dirinya lebih dulu karena melihat foto itu. Jadi dia tak bisa mengontrol nya lagi.

Sementara Daisha menangis sendirian di taman. Ya dia belum masuk ke kamarnya. Gadis itu ingin menangis sejadi-jadinya. Menyesali keputusannya saat itu.

"A-aku akan pergi dari rumah ini," gumam Daisha dengan tekad.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status