Share

4. Pelayan khusus James

Makan malam kali ini Dylan terang-terangan membicarakan ahli waris dan posisi Dirut kepada James. 

Mendengar hal itu membuat James tercengang.

"Posisi Dirut untukku? Apa kau yakin Ayah? Sepertinya aku tidak sebaik itu untuk di andalkan, lagi pula aku tidak banyak tahu soal bisnis dan mengelola perusahaan, bukannya kalian tahu, masa kecilku kuhabiskan bersama nenek! Bukan dengan kalian," ucap James sambil mengunyah sirloinnya. 

Dia secara langsung menyindir kedua orangtuanya. Dylan dan Vanda hanya terdiam mendengar ocehan James.  

"Bagaimana dengan pendapat Ibu? Apa aku pantas menduduki posisi Dirut?" tanya James melanjutkan.

"Kenapa kau tanya begitu padaku?  Tentu saja aku setuju kau menduduki posisi itu, kau anak yang tertua di sini, siapa lagi yang harus di andalkan?" papar Vanda yang sedikit gelisah. Namun berusaha menutupinya.

James mengangguk sembari tersenyum tipis. 

"Baiklah kalau begitu, aku akan terima tawaran Ayah, lalu kapan penobatan itu akan dilaksanakan?" tanya James yang sudah tidak sabar.

"Haruskah ada acara penobatan?" tanya Dylan.

"Menurutku itu harus!" jawab James.

"Dengarkan Ayah! Kau bisa langsung menempati posisi itu dan mulai belajar mengelola perusahaan terlebih dahulu," jelas Dylan berusaha membujuk James.

"Acara penobatan?" sergah James lagi dengan pertanyaan.

"Acara itu juga akan kuadakan James, hanya saja kita tunggu waktu sampai semuanya reda, kau paham?" jelas Dylan dengan sabar.

"Ya aku paham Ayah," balas James.

"Kau ini kenapa bersikeras sekali untuk acara penobatan?" tanya Vanda dengan sinis.

"Aku ingin semua orang tahu bahwa akulah Dirut dan pewaris State Group yang baru," jelas James dengan bangga. Dia menangkap wajah penuh kekesalan itu pada Ibunya.

"Huhhh! Percaya diri sekali," ucap Vanda pelan hampir tak terdengar.

***

"Tuan besar dan Nyonya sudah terbang ke Amerika tuan muda," papar Ford.

"Lalu? Apa peduliku?" ucap James acuh tak acuh.

Ford terkesiap mendengar jawaban James.

"A-aku hanya memberitahu saja tuan," jawab Ford.

"Aku mau pergi!" kata James.

"Kemana? Apa perlu kuantar?" tanya Ford.

"Tidak perlu! Aku ingin mengemudi sendiri, lebih baik kau mengerjakan yang lain saja, hari ini hari terakhirku untuk bebas, aku ingin menikmati sisa waktu bebasku sendirian, oke?" ucap James.

"Ah baiklah tuan."

"Mana kuncinya?"

Ford memberikan kunci mobil pada James.

Pria itu keluar dari Constone sendirian. Melajukan mobilnya menuju diskotik di pusat kota. Kesendirian tak bisa membuatnya mati kutu. Dari dulu James sudah berdamai dengan rasa sepinya. Dia percaya tidak ada manusia yang benar-benar tulus untuk orang lain. Mereka mempunyai tujuannya masing-masing. Individualisme itu nyata baginya.

James duduk sembari memesan segelas wiski. Tak cukup puas, dia pun terus meminta wiski setiap kali gelasnya kosong. 

Tak lama halusinasi mulai berdatangan, kepala terasa ringan seperti mau melayang. James bergumam sendiri sambil menikmati alunan musiknya.

"Hahaha akhirnya hari kemenanganku telah tiba," ucap James dengan tawa lemah.

"Hey pria tampan, kau mabuk ya? Mau aku temani tidak?" tanya seorang wanita malam yang tiba-tiba mendekatinya. Bukan hanya seorang tapi ada 4 orang.

"Pria ini benar mabuk, dia bisa jadi sasaran empuk kita."

"Lihat pakaiannya, sepertinya dia pria kaya."

"Wajahnya menurutku tidak asing sih, mirip pewaris State Group."

"Iya benar, yang namanya Juan itu kan."

"Hai tampan! Bagaimana kalau kita pergi ke hotel saja?" tanya salah satu dari mereka.

"Heh aku juga mau!"

"Dia itu bagianku!"

"Enak saja, aku dulu yang menyapanya!"

Mereka berempat berebut James, menariknya kesana kemari.

"Hey! Lepaskan! Kalian siapa sih? Berisik sekali!" bentak James yang berlalu pergi. Namun ke 4 wanita itu mengekorinya.

"Ayolah tampan, pasti kamu butuh teman tidur kan?" goda mereka dengan menggelayut di tubuh James. Tubuh James seperti terpelanting kesana kemari.

Gusar, James menepis mereka dengan satu kali hentakan.

"Heh kalian pikir kalian siapa? Kalian itu tidak sama dengan gadis itu!" bentak James lagi sambil menunjuk kesal ke arah mereka.

"Gadis siapa?"

"Gadis siapa yang dia maksud?"

"Apa pacarnya?"

Mereka bingung dan bertanya satu sama lain, siapa gadis yang James maksud.

***

Sambil membersihkan debu-debu yang menempel di meja. Daisha mengamati foto-foto yang terpampang di ruang tengah yang megah itu. Matanya tertuju pada foto keluarga di mana Dylan, Vanda, Juan dan salah seorang bocah laki-laki asing yang berpose di dekat Dylan berfoto bersama di sebuah taman bermain.

Setiap kali melihat gambaran Juan, Daisha tiba-tiba saja merasakan sedih yang teramat dalam.

"Andai saja waktu itu aku tidak membiarkanmu pulang, pasti kecelakaan itu tidak akan terjadi," gumam Daisha lirih.

"Hey Daisha!" seru salah satu rekan pelayan Daisha memecah kesedihannya.

"Ya ampun kau lagi! Kenapa mengagetkanku terus?" tanya Daisha kesal.

"Hehehe maafkan aku Daisha, matamu berair, apa kamu menangis?" tanyanya. 

"Ah tak apa, ini hanya debu yang masuk!" elak Daisha.

"Oh begitu, kau dipanggil senior ke ruangannya tuh!" 

"Nyonya Merry?"

"Iya lalu siapa lagi?"

"Oh ok baiklah! Aku ke sana," ucap Daisha. 

Daisha segera pergi menemui Merry yang berada di ruang kepala pelayan. Ditemuinya Merry yang tengah berdiri memunggunginya  seperti sedang mengawasi sesuatu keluar Jendela.

"Kau mencariku nyonya Merry?" tanya Daisha.

"Betul, duduk sini!"

Dia pun duduk memenuhi perintah Merry. Dengan wajah yang sedikit tegang menunggu Merry berbicara.

"Aku hanya ingin memberitahu bahwa kamu sekarang sudah beralih tugas menjadi pelayan khusus tuan muda James," papar Merry.

"Apa?!" Daisha syok mendengar pemaparan Merry.

"Tuan muda sudah mengatakan padamu sebelumnya bukan?" tanya Merry tegas.

Akan tetapi Daisha hanya menggeleng. Tidak tahu pasti kapan pria itu mengatakannya tapi yang jelas Daisha tak sudi menjadi pelayan khususnya.

"Nyonya Merry aku tidak ingin jadi pelayan khusus tuan muda," papar Daisha.

"Kenapa?" tanya Merry tegas.

"Pokoknya aku tidak bisa nyonya!" tolak Daisha.

"Ini perintah! Tidak boleh ada penolakan!" kali ini Merry marah.

"Baru kali ini aku dapat bawahan yang tidak bisa diatur! Kurang ajar sekali kamu membantah perintahku!" bentak Merry, matanya melengos sinis.

Daisha menunduk takut, mencoba memasrahkan dirinya dan menerima perintah itu.

"Lalu apa yang harus aku lakukan saat menjadi pelayan khusus tuan James? Apakah itu rumit?" tanyanya sungkan hanya sekedar basa-basi saja, sebenarnya dia benar-benar tak sudi menjadi pelayan khusus James. Itu semakin menjerumuskan dirinya ke lubang neraka.

"Kau hanya harus melayani tuan James, menuruti perintahnya dan tidak boleh melawan!" jelas Merry.

Mendengarnya bagaikan penderitaan yang tiada akhir. Daisha termenung gelisah, apa yang harus dia persiapkan untuk menghadapi James dan amarahnya itu.

"Daisha! Jangan diam saja! Cepat pergi ke kamar tuan muda James! Ambil baju-baju kotornya dan bersihkan setiap sudut kamarnya!" bentak Merry.

Daisha terkejut mendapat bentakan dari Merry yang biasanya tak menampilkan emosinya itu. Sudah beberapa kali dia mendapat bentakan dari Merry. Padahal dia kira Merry adalah orang yang baik dan lembut.

"Ba-baik nyonya." 

Daisha pasrah, tak ada pilihan lain. Dengan langkah gontai, dia terpaksa masuk ke kamar James. Dengan membawa keranjang baju di tangannya.

Tatkala pintu kamar itu dibuka. Pemandangan tak mengenakan nampak di depan mata.

"Kamar nya berantakan sekali!" keluh Daisha. Melihat baju-baju kotor berserakan di lantai membuat Daisha frustasi.

"Apa sebelumnya pelayan-pelayan itu tidak masuk kemari mengambil baju-baju kotor ini?! Aneh sekali! Kenapa banyak sekali baju kotor nya!" Gerundel Daisha sembari memunguti baju-baju yang berserakan di lantai itu. 

Daisha beralih memunguti baju yang berada di atas kasur. Dan mendapati James tertidur dengan pulas dengan kemeja yang acak-acakan.

"Astaga! Wajah yang buas itu! Ternyata terlihat lemah juga ya jika sedang tidur begitu," gumam Daisha lalu sekejap menyadarkan dirinya sendiri. Hampir saja dia membayangkan pria ini adalah Juan. Sebab wajah mereka yang sangat mirip dan sama-sama manis.

"Ah apa yang aku katakan! Dia tetap pria jahat yang otoriter! Jika dia terbangun pasti aku akan jadi santapan amarahnya! Lebih baik aku cepat-cepat membereskan ini!" ucap Daisha buru-buru memunguti baju-baju kotor itu.

Namun tangan besar James menarik tubuhnya ke dalam dekapan secara tiba-tiba. Akibatnya Daisha terjerembab beserta keranjangnya.

"Aaaa! Tu-tuan lepaskan!" 

Daisha memberontak mengerahkan perlawanan. Namun tenaga James lebih besar darinya. Dia tak akan mampu melepas dekapannya itu.

"Tuan tolong lepaskan!" ucap Daisha memohon.

"Pagi-pagi begini kenapa sudah menggerutu?" goda James dengan suara serak-serak seksinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status