Share

3. Perubahan ahli waris

Untuk menghindari kejaran wartawan, Dylan dan Vanda terus bersembunyi di State Group. Namun wartawan nampaknya tak kehabisan akal. Mereka berkumpul di halaman State Group yang sudah dijaga oleh banyak keamanan.

"Aku tak mengerti, kenapa tiba-tiba saja wartawan berbondong-bondong datang ke Constone juga ke State Group sejak dua hari yang lalu, sebenarnya apa yang terjadi? Siapa yang berani membocorkan kabar duka ini?" ucap Vanda dengan emosi yang membuncah juga resah.

Dia terus memandangi para wartawan tersebut yang terus memenuhi halaman di lantai bawah.

Sedangkan Dylan diam saja nampak sedang berpikir. Menyanggahkan dagunya ke kedua tangannya yang bertaut.

"Bagaimana ini sayang, pesaing pasti akan mengetahui berita ini, sedangkan kita tahu posisi Dirut kosong dan hanya Juan yang mampu mengelola perusahaan ini selain dirimu!" ucap Vanda panik. 

Jelas Vanda terlalu panik akan hal ini. Juan meninggal dianggap sebuah kelemahan lalu bagi para musuh bisnis ini adalah peluang bagi mereka. Karena Vanda dan Dylan sudah banyak menginvestasikan ilmu berbisnis dan rahasia perusahaan pada Juan sepenuhnya. Mereka pikir tak ada lagi yang bisa menggantikannya.

Faktanya Dylan dan Vanda tidak terlalu percaya dengan anggota keluarganya yang lain. Maka dari itu mereka tidak akan gegabah.

"Tak usah diambil pusing! Aku pikir pihak musuh memang sudah mengetahui berita ini, maka dari itu wartawan berdatangan atas suruhan mereka," jelas Dylan.

Vanda terdiam.

"Nampaknya di hari pemakaman Juan, ada mata-mata yang diam-diam datang ke sana, hanya saja kau tak tahu di antara orang-orang itu siapa," ucap Dylan membuat Vanda terkejut.

"Maafkan aku sayang, saat itu aku sedang berkabung kehilangan Juan, aku sama sekali tidak curiga dengan orang-orang sekitar," jelas Vanda.

"Aku tidak menyalahkanmu sayang,  jadi sekarang kita harus bertindak lebih cepat untuk mengisi posisi Dirut, aku akan berikan pada James, dia juga akan mewarisi State Group jika aku telah tiada," papar Dylan sehingga Vanda tercengang dengan keputusan yang diambil suaminya itu.

"Sa-sayang apa kau bercanda? James tidak pernah belajar soal berbisnis, aku kira Henley," sergah Vanda.

"Kita berikan kesempatan untuk dia belajar, James juga anak kita, James saudara kembar Juan, dia berhak dapat kesempatan apapun dari kita seperti Juan mendapatkan hak nya dari kita Vanda, kau paham?" ucap Dylan.

"Lagi pula Henley masih terlalu muda untuk mengemban amanah ini," lanjut Dylan.

Keputusan Dylan tak bisa diganggu gugat karena dialah pengendali utama perusahaan. Mau bagaimana pun umur Dylan tidak akan selamanya muda dan tubuhnya tidak akan selamanya bugar. Maka dari itu James lah yang paling berhak.

Vanda menggemeretakan giginya dan mengepalkan kedua tangannya diam-diam. Hal yang tidak dia inginkan malah terjadi! Membuat Vanda kesal.

***

James menarik ujung bibirnya ke atas. Menampilkan senyum manis sekaligus mengerikan seolah ingin menghancurkan sesuatu. 

Saat seorang anak bawahannya memberi sebuah informasi yang mencengangkan yang tidak ingin dia dengar sama sekali.

"Bereskan barang bukti itu! Aku tidak mau mendengar adanya berita keesokan harinya di media manapun!" perintah James dengan napas gusar. 

"Baik tuan, akan saya bereskan semuanya!" Orang itu pun menundukkan kepala dan bahunya kemudian pergi dari situ. 

"Sepertinya aku salah, sekalinya dipancing, mereka tidak mau berhenti datang," gumam James pelan.

Ford datang setelah orang-orang suruhannya itu keluar, Ford masuk lalu meletakkan kopi ke atas meja James lalu terbesit pertanyaan 'Siapa orang-orang tadi?'

Sudah 2 hari semenjak hari pemakaman itu, ada beberapa orang asing yang menemui James secara sembunyi-sembunyi. Bahkan dia sendiri sebagai asisten pribadinya tidak tahu menahu apa yang sedang direncanakan tuannya itu.

"Ck! Tidak enak!" keluh James.

Sudah 5 tahun dia bekerja di bawah perintah James. Sampai racikan kopi yang disukai James pun sampai hapal. Tapi entah kenapa kali ini James tidak menyukai kopi racikannya. Gelas berisi kopi panas itu dia lempar ke sembarang arah hampir mengenai tangan Ford. 

"Ini terlalu manis!" protes James.

"Baik tuan, akan ku buatkan yang baru."

"Sudah tidak berselera! Bersihkan itu!" suruhnya.

"Baik!" 

Ford tahu James marah besar bukan karena rasa kopinya yang tidak enak tapi karena perihal lain yang sedang mengganggunya. Dia menawarkan untuk James berendam air hangat agar meredakan emosinya. Alih-alih James malah meminta Ford memanggil Daisha.

"Panggil gadis jelata itu! Aku ingin dia menjadi pelampiasan amarahku!" titah James untuk Ford. 

Rasa-rasanya Ford agak ragu dengan perintah itu, kenapa harus melampiaskan amarahnya kepada Daisha. Gadis itu kan tidak bersalah. 

Sebagai bawahan dia harus menuruti perkataan James meskipun perintahnya salah. Dia keluar dari ruangan James lalu memanggil Daisha.

Gadis itu tiba di ruangannya dan Ford langsung meninggalkan mereka berdua setelah James menggerakkan jarinya agar Ford pergi. 

"Ada apa tuan memanggil saya? Apa ada yang tuan butuhkan?" tanya Daisha gemetaran. Dia menelan saliva yang tersangkut di tenggorokannya.

Urat leher yang tegang dan wajah yang memerah padam. Daisha bisa melihat raut kekejaman James dan perbuatan apa yang akan di lakukan James kepadanya. Tapi dia hanya bisa pasrah dengan takdirnya.

"Aku ingin mandi! Siapkan air hangat dan aroma terapi untukku! Lakukan sekarang! Cepat!" perintah James kasar. 

Seperti biasanya, alih-alih Daisha yang harus bersabar menghadapi pria buas itu.

Daisha masuk ke dalam kamar mandi, di sana dia baru bisa menghembuskan napas panjang setelah tadi menahan rasa takut menghadapi James sembari mengisi bathtub dengan air.

Lalu dia tuangkan susu juga menabur bunga-bunga ke atas air. 

"Dasar lamban!" ejek James. Pria itu tiba-tiba masuk secara mengejutkan.

"Tuan ini belum selesai semuanya! Aaaa!" Daisha berteriak akibat terkena percikan air yang besar. 

James sesuka hatinya menceburkan dirinya ke dalam bathtub dengan keras seperti sudah tidak sabar untuk mandi. 

Daisha melotot sekaligus merinding melihat pemandangan tadi yang sekilas dia lihat. Sangat gamblang kalau James sedang bertelanjang bulat dan untungnya pria itu menenggelamkan setengah badannya ke dalam air. 

Daisha berusaha menjauhkan pikiran kotor itu dan berusaha keluar dari kamar mandi.

"Hey mau kabur kemana? Aroma terapinya belum kamu nyalakan Daisha!" sergah James. Kaki yang baru saja melangkah untuk kabur harus beringsut mundur kembali karena tangan James dengan sigap menahan tangannya. 

"Ba-baiklah!"

Daisha cepat-cepat menyalakan lilin aroma terapi nya sambil terus membuang muka. Menghindari melihat dari hal yang tidak senonoh itu.

James menyadari ketidaknyamanan Daisha yang terus saja memalingkan wajahnya.

"Kau tidak perlu begitu! Bahkan pelayan-pelayan di sini sudah terbiasa melihatku begini!" ucap James santai, padahal sebelumnya hanya Ford yang melayaninya mandi. Namun itupun sekedar mengisi bathub saja.

"Maaf tuan, tapi saya tidak terbiasa," balas Daisha.

"Sudahlah jangan sok polos!" sergah James sembari menarik lengan Daisha hingga tubuh mungil itu hampir terperosok jatuh di pelukannya.

Daisha membatu merasakan tubuh James yang hangat efek berendam di air hangat. Dada bidangnya sangat menggoda dengan kilauan air yang menetes. Rambut basah, jidat yang terbuka juga bibir yang indah menambah ketampanan pria ganas ini. Otot-otot kekarnya berkilauan dengan body yang pas. James persis Juan, tapi dialah versi mainly nya.

"Benar dugaanku! Melihat aku telanjang saja kau sangat terkesima, pasti kau sudah sering kan melihat yang seperti ini pada saudara kembarku!" hina James dengan senyum menyeringai. 

"Aku tidak pernah sekalipun melihat tubuh pria! Jangan suka menuduhku!" ucap Daisha berani, dia belum sadar sedang memarahi siapa lawan di hadapannya ini.

Pasti dia akan merutuki dirinya sendiri di akhir karena berani melawan perkataan James. 

James semakin mencengkram lengan Daisha dan menariknya ke dalam air.

"Pegang ini! Jika kau terkejut berarti kau masih suci! Jika biasa saja berarti kau adalah seorang pemain!" James menguji kesabaran Daisha. Pria itu sengaja mengarahkan tangan Daisha untuk memegang benda pusaka miliknya.

"Berhenti menghina dan menuduhku James arogan! Lepaskan aku! Kau menjijikan!" pekik Daisha penuh penekanan.

Setelah berkali-kali berusaha lepas dari cengkraman James. Akhirnya dengan tampikan terakhir yang dia lakukan, Daisha pun telah bebas kemudian kabur dari situ.

"Huhhhh! Punya nyali juga dia," gumam James lirih seraya menyeringai.

Daisha berlari ke kamarnya, menangis setelah dirinya dihina seperti itu. James pria yang aneh dan sikapnya membuat Daisha jijik. 

"Orang yang benar-benar rendahan adalah dia! Dia bilang Connor terhormat? Cihh! Orang kaya memang selalu mempermainkan orang miskin sepertiku! Mereka terhormat karena memiliki uang, tapi sebenarnya mereka adalah binatang!" ucap Daisha geram.

Tiba-tiba seorang pelayan lain datang memanggil Daisha. Gadis pelayan itu mengutil pundak Daisha dari belakang punggungnya.

"Hei Daisha kau sedang apa?"

Terhenyaklah dia hingga beringsut mundur.

"Ya ampun kau mengagetkanku!" pekiknya.

"Hahaha maaf Daisha! Tapi seluruh pelayan harus mempersiapkan makan malam untuk tuan dan nyonya, satu jam lagi mereka sampai sini! Ayo kita bergabung dengan yang lain!" ajak pelayan tersebut. 

"Iya baiklah!" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status