Share

6. Teror dan penderitaan.

Happy Reading.

Terhitung sudah 4 hari ia berada dikediaman Aiden, tak ada satu pun yang aneh kecuali sifat manja dan menjengkelkan dari pria ini yang tak kunjung hilang.

"Suapi" Seperti ini contoh nya, ketika sedang dimeja makan Aiden tak ingin menyentuh sedikit pun makanan itu tanpa disuapi oleh Irene.

"Tidak biasanya Tuan ingin makan makanan yang sudah disentuh orang lain," bisik salah satu penjaga yang ada disana.

Namun rupa nya suara bisikan sekecil itu pun masih bisa di dengar oleh Aiden. "Kalian kemari ingin bekerja atau bergosip seperti itu?!" Suara bariton ini seolah seperti bunyi petir bagi semua pekerja disana.

Tak hanya satu, bahkan semua orang yang tadi nya berkerumun dipojok ruangan itu dengan sekejap menghilang seperti ditelan bumi.

"Kau galak sekali," gumam Irene sambil tertawa pelan.

"Hn. Terkadang kita memang harus bersikap tegas kepada orang yang sulit di atur," ujar Aiden sembari menggarap tugas kantor nya yang tak kunjung selesai.

'Bersikap tegas ya' pikir gadis ini dalam hati.

Hari sudah menjelang malam. Saat ini Irene tengah berada di kamar tidur nya.

Ia masih menggunakan kimono handuk karena baru selesai dengan ritual mandi di malam hari.

Belum ada 5 langkah meninggalkan ranjang, ponsel nya berdering hingga berkali-kali.

"Siapa yang mengirim pesan selarut ini," gumam Irene sembari membuka satu persatu pesan masuk itu.

Namun aneh nya hanya ada beribu-ribu pesan yang bertuliskan 'Menjauhlah dari kekasih ku bitch' Hanya ini yang tertulis disana. 

Muncul rasa sedikit kesal, takut, dan jengkel terhadap satu kalimat itu. Hingga tiba-tiba.

'Ting' 

Satu message masuk ke ponsel pintar gadis ini. Karena geram Irene mencoba menghubungi siapa orang yang telah mempermainkan nya. 

"Hallo," ujar Irene.

Setelah itu tak ada jawaban kecuali suara teriakan mengerikan dari seorang wanita. "Jangan main-main dengan ku. Siapa kau sebenarnya?!" tanya Irene.

"Kau sedang apa?" Suara bariton ini membuat Irene langsung mematikan panggilan nya karena terkejut.

Menghela nafas pelan, gadis ini melanjutkan ucapan nya. "Apa kau tidak bisa mengetuk pintu?" 

"Apa aku perlu mengetuk pintu di rumah ku sendiri?" Aiden mendatangi Irene dan duduk di pinggir ranjang. Sambil menatap wajah cantik gadis ini membuat Aiden ingin sedikit mempermainkan emosi nya. 

"Hei ... kau sudah melanggar satu perjanjian kita tadi" Irene hanya menyengitkan dahinya ketika mendengar ucapan dari pria dihadapan nya.

"Apa?"

"Kau lupa? Peraturan tambahan ... dilarang berbicara lantang dan harus memanggil ku dengan sebutan Tuan" 

"Sejak kapan kita membuat kesepakatan itu?" tanya Irene.

"Bukan kita. Tapi hanya aku yang berhak membuat kesepakatan di sini, tugas mu hanya menurutinya saja"

'Dasar pria angkuh tidak tau malu, menyuruh orang seenak jidatnya. Aku bersumpah tidak akan ada gadis yang menyukai mu' umpat Irene dalam hati.

"Sekarang berikan ponsel mu."

"Tidak mau. Untuk apa aku memberikan ponsel ku"

Jujur saja, sampai selama ini tidak ada yang berani menatap mata Aiden saat sedang berbicara, dan tak ada yang sanggup melawan ucapan nya. Apalagi sampai berdebat seperti ini.

"Kau lupa perjanjian akan menuruti segala ucapan ku hah?!" bentak Aiden. 

Irene tak tau kenapa, karena setiap ada sedikit pergerakan aneh dari nya Aiden pasti akan berubah menjadi sensitif dan cepat marah.

Itu terkadang membuat Irene takut. Namun di dalam dirinya, Irene bukan seorang gadis yang mudah diperintah begitu saja.

Ia baru akan mendengarkan saat dirasa tidak mampu lagi untuk melawan.

"Iya ... tapi bukan berarti kau bisa seenaknya mencampuri urusan pribadi ku. Ini ponsel ku, yang berarti ini adalah privasi ku Tuan" 

Aiden menghela nafas pelan mendengar ucapan yang terbilang menantang dirinya.

"Seperti nya aku memang terlalu lembut pada mu" Pria ini berbicara dengan nada yang rendah dan berat.

"Lagi pula kelinci kecil seperti mu harus tau yang nama nya tata krama"

"Aku sudah tau tata krama dari awal. Dan kau tidak perlu mengajari nya!" sahut Irene dengan nada yang cukup tinggi.

Pria ini menatap tajam Irene dan keluar kamar tanpa berkata apa pun.

Untuk sejenak gadis ini bisa bernafas lega, namun itu tidak lama karena rupanya Aiden kembali dengan membawa pisau dan cambuk.

"Kenapa ... kau takut hm? Dimana sifat keras kepala mu tadi," ujar Aiden dengan tatapan yang tajam dan dingin.

"Apa yang ingin kau lakukan" 

"Berikan ponsel mu!" 

Karena masih bingung dengan ucapan Aiden Irene terdiam sejenak. Namun rupanya satu cambukan keras mengenai kulit putih nya. 

"Aarkkh" Sedikit demi sedikit darah mengucur dari lengan kanan Irene. 

"Ku bilang berikan ponsel mu Irene!" bentak Aiden. Dengan menahan rasa sakit nya Irene memberikan ponsel nya pada pria ini.

"Hiks ... hiks" Sakit, perih, panas. Itu yang dirasakan Irene saat ini.

Tapi gadis ini melupakan satu fakta bahwa Aiden saja mampu untuk menghabisi nyawa seseorang hanya dengan sekali tembakan.

Mungkin apa yang dilakukan sekarang ini hanya hal kecil menurut Aiden. "Tidak ada guna nya kau menangis. Memang sepertinya kau baru akan diam saat sudah merasakan penderitaan terlebih dahulu."

Mata Aiden beralih melihat kearah layar ponsel milik Irene. Ia sedikit terkejut mendapati beberapa pesan dari nomor yang tidak dikenal. 

"Kau bisa jelaskan tentang ini?" ujar Aiden sembari duduk menyamai gadis ini.

"Hiks ...." Irene hanya duduk menangis dan memegang lengan supaya darah nya berhenti mengalir keluar.

"Berhenti menangis dan jelaskan apa ini!" 

"A-aku tidak tau ... tadi saat aku telepon tidak ada yang berbicara. Hanya ada suara jeritan seorang wanita ... itu saja," ujar Irene ketakutan.

Tak lama kemudian Aiden menelepon seseorang dan menyuruh untuk melacak nomor tersebut.

Namun setelah diselidiki selama 3 jam belum ditemukan koordinat yang sesuai dengan nomor yang tercantum.

"Cari sampai dapat! Aku ingin menerima hasil nya kurang dari 24 jam," ujar Aiden.

1 hari 24 jam. Itu adalah waktu yang singkat jika dilalui dengan berbagai aktivitas.

Begitu pula dengan Aiden. Terlalu banyak aktivitas hingga ia tak menyadari seseorang telah pergi dari kediaman nya dengan membawa seorang gadis dalam keadaan pingsan.

"Tolong ... Tuan ... Aiden," lirih gadis ini sebelum kegelapan mendatangi nya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status