Share

3. Percobaan bunuh diri.

Happy Reading.

Saat Aiden ingin memajukan wajah nya, terlihat Irene yang terkejut dan secara refleks langsung mendorong bahu Aiden dengan kuat.

Namun ternyata itu semua sia-sia saja, karena walau begitu kekuatan Aiden jauh lebih besar dari tenaga nya.

Karena tak ada pilihan lain akhirnya Irene menyetujui permintaan Aiden saat itu juga.

Setelah itu pria ini memberikan sebuah surat perjanjian pada Irene untuk ditanda tangani. Satu demi satu permintaan konyol yang Aiden cantumkan kian membuat Irene merasa jengkel.

"Perjanjian ini hanya menguntungkan mu, aku tidak mau," sahut Irene.

Ia sangat kesal dengan isi dari surat itu. Jika orang lain yang membaca itu pun pasti akan langsung menghajar siapa pun yang membuat nya. 

Surat perjanjian:

1. Pihak pertama yaitu Nona Irene wajib menuruti perintah apapun itu dari Tuan Aiden.

2. Nona Irene tidak boleh berdekatan dengan laki-laki manapun kecuali Tuan Aiden.

3. Segala yang ada pada Nona Irene akan menjadi milik Tuan Aiden.

4. Apapun keperluan dari Nona Irene akan menjadi tanggung jawab dari Tuan Aiden.

5. Saat setelah menyetujui perjanjian ini Nona Irene harus tinggal dimana pun Tuan Aiden menghendaki dan hanya boleh keluar saat Tuan Aiden memperbolehkan.

6.Pihak satu yaitu saudari Irene wajib mematuhi semua peraturan hingga masa yang ditentukan (1 Tahun).

"Kau yakin tidak mau? Baiklah Irene kalau begitu mulai besok kau akan melihat sahabat mu keluar dari pekerjaan nya" 

"Apa?" 

"Kau pasti tau diperusahaan mana gadis yang bernama Oktaviani Anggelista bekerja bukan?" 

Sial. Tak bisa Irene pungkiri. Sahabat nya bekerja dibawah perusahaan milik keluarga Cristover.

Ia bahkan masih ingat betul sebahagia apa sahabat nya saat mengetahui bahwa diri nya sudah diterima disalah satu perusahaan ternama dinegara mereka.

"Kalau kau menolak persyaratan ini, aku bisa dengan mudah memecat sahabat mu kapan saja, dan kupastikan tak akan ada satu pun perusahaan yang mau menerima nya lagi"

"Kau kejam sekali," gumam Irene yang masih bisa didengar oleh Aiden.

"Percayalah. Ini belum seberapa, aku bahkan bisa melakukan apapun untuk meraih apa yang menjadi tujuan ku"

"Maaf saja Tuan, tapi aku tidak bisa mempercayai ucapan mu begitu saja," ujar Irene sambil menendang kaki Aiden tepat dibagian tulang kering nya.

Tak berhenti sampai disitu gadis ini pun mengambil sebuah vas kecil disana dan mengarahkan nya pada pundak Aiden. Kemudian dengan kecepatan maksimal Irene berlari menuju pintu keluar.

Aiden yang melihat itu semua hanya tersenyum dan memilih duduk disofa sambil mengambil ponsel nya.

"Cari informasi lebih detail tentang gadis yang ku beri tau kemarin, dan kirim padaku secepatnya. Aku ingin data itu ada ditangan ku kurang dari setengah jam" ucap pria ini dengan tegas.

Satu hal yang pasti dalam kamus Aiden bahwa seseorang yang sudah ada dalam jangkauan nya, tak akan bisa datang dan pergi sesuka hati mereka.

"Ini akan menjadi semakin menarik sayang. Kau akan segera berada dalam kungkungan ku selamanya"

**

Disinilah gadis ini sekarang. Sebuah rumah kecil peninggalan ayah dan ibu nya. Sejak kematian kedua orang tua nya memang Irene memilih tinggal dirumah yang lain.

Karena terlalu banyak memori yang tersimpan didalam rumah bercorak belanda itu membuat nya semakin susah melupakan duka dalam hidup nya.

Mungkin ia hanya datang kesini 2 minggu sekali. Biasa nya saat ia sedang dalam masalah atau hanya sekedar membersihkan dan mengenang memori bersama ayah dan ibu nya.

Namun disinilah ia sekarang. Didalam suatu ruangan keluarga, diatas karpet ia duduk dengan menatap beberapa album keluarga nya. "Ayah ... ibu ... aku merindukan kalian. A-aku ingin bertemu kalian lagi" Air mata jatuh bercucuran dibarengi suara isakan tangis yang memilukan.

Kalian pasti bisa membayangkan saat merindukan sosok ayah dan ibu. Saat kau merindukan candaan mereka, saat ibu mu memarahi mu dan mungkin saat ayah mu membujuk mu saat kau sedang marah.

Dulu itu adalah kenangan yang teramat indah, namun sekarang? Itu mirip seperti siksaan yang paling menyakitkan bagi Irene, mengingat sekarang ia hanya seorang diri di dunia ini.

"Aku ingin bertemu kalian ... Tuhan kumohon bantu aku bertemu orang tua ku lagi," lirih Irene sambil menatap lengan nya. Dan satu pikiran gila terlintas diotak nya.

Tanpa berpikir panjang ia menuju ke dapur dan menatap sebuah pisau.

Sementara itu seorang pria tengah menatap nya dengan pandangan datar. Namun Irene tak tau kalau sejak tadi ada seseorang yang mengamati dan mendengar seluruh ucapan nya.

Namun tiba-tiba mata biru pria itu membulat kala melihat gadis dihadapan nya ingin menggores lengan nya menggunakan pisau hitam berujung runcing.

Dengan cepat ia menarik pisau itu dan melempar nya ke pojok ruangan. "Apa kau sudah gila hah!" bentak nya.

"Kau ...." lirih Irene karena terkejut melihat kedatangan Aiden dihadapan nya.

Tanpa berpikir panjang lagi Aiden dengan cepat menyeret Irene kembali ke ruang keluarga.

Dengan air mata yang masih mengalir Irene hanya diam meratapi segala yang sudah ia perbuat. "Minumlah dulu" Sebuah lengan terulur kearah Irene. Dengan lemas gadis ini mengambil gelas itu dan meminum air yang diberikan Aiden.

"Kenapa kau sampai melakukan hal ini?" tanya Aiden sambil mengusap air mata Irene.

"Itu tidak ada hubungan nya dengan mu" Entah mengapa Irene mengatakan hal ini, di dalam pikiran nya gadis ini hanya tak ingin orang lain masuk lebih lagi dalam kehidupan nya.

Terlebih untuk seseorang seperti Aiden yang memiliki derajat dan status sosial yang memang sangat jauh berbeda dengan nya. Secara ia hanya orang miskin biasa, dan ia tau bahwa Aiden memiliki banyak perbedaan dengan nya dari segi keuangan.

"Apa menurutmu aku akan diam saja melihat seseorang bunuh diri dihadapan ku," ujar Aiden.

"Kau bisa membunuh seseorang, lalu mengapa kau tidak bisa melihat seseorang mati dihadapan mu?" Emerlad dan Sapphire mereka saling bertemu. Memang itu adalah fakta, namun disisi lain Aiden kesal karena Irene seperti tidak peduli dengan hidup nya sendiri.

Akhirnya, secara tiba-tiba Aiden langsung menarik lengan kanan gadis ini dan mengangkat tubuhnya.

Jika dilihat dari kejauhan posisi mereka sudah sangat dekat dan terlihat seperti sedang berpelukan.

"Apa yang kau lakukan?!"

"Perkataan mu itu sangat benar Irene, aku bisa saja membunuh 10 orang atau lebih dalam waktu yang bersamaan. Tapi aku tak akan sanggup melihat satu orang yang ku cintai mati dihadapan ku. Dan menurutmu apa yang kau lakukan tadi hah?! Bunuh diri? Ingat ini baik-baik sayang. Bagiku itu hanya perbuatan yang dilakukan oleh seorang pecundang yang tidak bisa menerima kenyataan dalam hidup mereka"

Tidak tau mengapa rasanya sangat senang ketika mendengar ucapan Aiden. Namun bagai ditusuk ribuan jarum saat mendengar kalimat terakhir dari pria ini.

Memang benar, ia adalah seorang pecundang. Pecundang yang selalu menyalahkan Tuhan atas segala penderitaan nya. 

Ia lupa dengan siapa yang selalu menolongnya disaat saat sulit. Irene lupa bahwa setiap yang terjadi di kehidupan nya tidak lepas dari rencana Tuhan. Ia juga lupa pasti akan ada pelangi setelah hujan, dan Irene juga lupa bahwa Tuhan tidak akan memberikan suatu ujian melewati batas kemampuan anak-anak nya.

Setelah mengingat-ingat semua itu, secara refleks Irene langsung memeluk Aiden dengan erat. Ia menangis sekeras-keras nya di pelukan pria ini hingga secara perlahan rasa sesak didada nya mulai berkurang dan berganti dengan rasa nyaman.

Beberapa menit berlalu hingga Irene tertidur karena kelelahan.

Aiden tersenyum melihat Irene yang tengah tertidur dipangkuan nya. Dengan sangat hati-hati ia menggendong dan membawa nya ke salah satu kamar yang ada disana.

**

Tak terasa hari sudah menjelang malam. Irene terbangun dan kebingungan dengan apa yang tadi terjadi.

Tidak tau kenapa, dalam hati kecilnya berharap semua yang terjadi tadi bukan hanya sekedar mimpi. Namun ia merasa ragu karena tak mendapati keberadaan siapa pun selain dirinya.

"Apa dia sudah pulang? Atau tadi hanya mimpi?" Air mata kembali menetes membasahi pipi nya. Namun tiba-tiba.

"Kau mencari seseorang nona?"

Deg!

**

To be continue.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status