Share

BAB 2 Dewa Kematian

"Aku sudah mencarimu berpuluh tahun." Suara di belakangku begitu mengejutkanku, aku segera memutarkan tubuhku. Makhluk itu sungguh mengejutkanku, raut wajahnya seperti monster berwarna hitam, dia memakai pakaian serba hitam dan memiliki sepasang sayap lebar berwarna hitam pekat.

"Siapa kau?" tanyaku berusaha mundur dan menjauh darinya.

"Kamu melupakanku?" Senyumannya begitu mengerikan, dia mengingatkanku dengan karakter dewa kematian di sebuah komik.

Aku berusaha mencari cela di belakangku untuk kabur, tetapi tidak bisa, dia sepertinya tahu apa yang kuingin lakukan, dia segera menarik tanganku.

"Dewi kesedihan, sampai kapan kau terpuruk dengan duniawi ini?"

Apa maksud dia? Dewi kesedihan? Apakah dia sedang memanggilku? Apakah dia salah orang?

"Apa yang ingin kau lakukan?" tanyaku.

"Membangunkanmu, masih banyak yang harus kita lakukan partner kerjaku."

Aku tidak mengerti apa yang dimaksud dia? Apakah aku sedang bermimpi?

Di saat aku masih melamun sebuah sinar terang mengejutkanku, aku terasa jatuh ke dalam jurang, berbagai gambaran melintas di benakku, tetapi samar-samar. Tangisan-tangisan yang muncul, kesedihan-sedihan sebelum kematian, begitu banyak adegan menyedihkan, tetapi seluruh gambaran itu segera menghilang dalam sekejab.

"Kenapa..aku tidak dapat membukanya?" Begitulah makhluk aneh itu bergumam.

"Siapa kau?" tanyaku. Di dunia yang begitu modern kenapa bisa muncul makhluk seperti dia? Apakah dia alien? Dan sihir apa yang dia miliki, kenapa dia dapat memberiku berbagai perasaan menyedihkan seperti tadi?

"Sepertinya kita harus pulang dulu." Dia kembali menarikku melewati sebuah lingkaran sinar. Aku belum sempat menanyakan kemanakah kita pergi, namun ruang sudah berganti. Kini kami sampai di sebuah bangunan menyerupai kastel, makhluk jelek hitam yang menarikku juga telah berubah menjadi laki-laki tinggi tampan.

"Kau?!" Aku begitu terkejut, apakah aku masuk ke dalam cerita Beauty and the Beast?

"Beauty and the Beast?" Dia menatapku dengan penuh pertanyaan, dia sungguh mengejutkanku, apakah dia sedang membaca pikiranku? "Aku sarankan untuk berhenti berpikir aneh-aneh."

"Kau membaca pikiranku?"

"Seorang manusia." Senyuman dia begitu meremehkan. "Tunggu kekuatanmu kembali mungkin aku tidak bisa mendengarkannya lagi."

"Kekuatan apa? Sebenarnya siapa kau? Kenapa membawaku ke sini? Apa yang ingin kau lakukan?"

"Tunggu aku berhasil membuka segelmu, kamu akan berterima kasih denganku, Geana."

"Geana?"

Sebuah sinar menyilaukan lagi-lagi muncul, orang itu sedang mencoba memasukkan berbagai gambaran ke dalam otakku, tetapi tidak lama kemudian semua itu menghilang seperti tadi.

"Kenapa.., masih tidak bisa?"

"Segel ini hanya dapat dibuka oleh orang yang menyegelnya, Amor," ucap seorang laki-laki berjalan menghampiri kami.

Amor nama makhluk jelek yang berubah menjadi laki-laki tampan tersebut.

"Dewa kebahagian?"

"Hanya dia yang dapat membuka segel Geana." Laki-laki itu terlihat tampan, aku dapat melihat roti-roti sobek di perutnya dengan jelas, sekujur tubuhnya hanya di lapisi sehelai kain hitam, layaknya dewa-dewa di dalam cerita.

"Ke mana aku harus mencari bocah sialan itu? Dia selalu menambah kerjaanku saja."

Amor makhluk aneh itu, dia terlihat kesal ketika membahas dewa kebahagiaan, sebenarnya apa yang terjadi? Aku dewi kesedihan, dewa kebahagian menyegelku? Lalu siapa mereka? Apa aku telah terjatuh ke dalam sebuah novel? Komik? Menjadi peran utama? Kedua? Atau tumbal?

"Waktu peperangan terjadi, dewa kebahagian ikut terjatuh ke bumi bersama Geana."

"Maksudmu aku harus mencarinya dari sisi kehidupan Geana di bumi? Tetapi bocah itu jika lupa ingatan seperti Geana bagaimana?"

"Tidak mungkin, yang membuat Geana lupa segalanya adalah segel di dalam dirinya, namun dewa kebahagiaan tidak."

"Benar juga," gumam Amor mengangguk-angguk setuju. "Baiklah, besok aku akan membawa Geana kembali."

"Masih ada yang kuingin bicarakan denganmu," ucap laki-laki itu kepada Amor, Amor pun menoleh ke arahku.

"Kau kembalilah ke kamarmu untuk berisitirahat."

Aku mengangguk pelan, walau mereka sedikit aneh, namun aku dapat mencari cara untuk kabur di saat aku sendirian.

Senyuman meledek Amor mengejutkanku. "Mau kabur ke mana kamu?" tanyanya. Lagi-lagi dia membaca pikiranku, sepertinya aku tidak dapat asal memikirkan sesuatu, aku pun segera berlari kecil masuk ke dalam kamar yang dimaksud Amor tadi.

Sebuah kamar yang sangat luas nan gelap, nuasa kastel yang sangat indah, di manakah aku dapat menyalahkan lampu? Aku tidak menyukai kegelapan.

Lampu menyala seketika, seiisi ruangan menjadi terang, apakah Amor membaca pikiranku lagi? Aku menatap ke arah pintu dengan lekat, dengan jarak yang begitu jauh dia tetap dapat membaca pikiranku, sebenarnya siapakah dia?

Aku menoleh kembali ke seluruh ruangan, sangat bersih, sedikit debu pun tidak ada. Di sisi ujung sana ada sebuah jendela besar, aku berjalan mendekatinya, membukanya dan mendapatkan sebuah balkon yang sungguh besar. Dari atas balkon ini aku dapat melihat rasi bintang dan lampu-lampu kehidupan yang begitu jauh, sebenarnya di mana ini?

Luka.. aku hampir melupakan seluruh kejadian yang baru aku lalui sebelum sampai di sini. "Kenapa seluruh luka menghilang?" Apa yang telah terjadi?

"Tidak perlu merasa aneh seperti itu."

"Kau sebenarnya siapa?"

Amor berjalan ke dekatku, dia tersenyum kecil dan menyandarkan dirinya di tiang-tiang perbatasan.

"Kau begitu penasaran denganku?"

"Aku hanya ingin kembali ke duniaku," gumamku kecil. Aku bahkan tidak meyakini pilihan ini, duniaku, aku hidup di keluarga yang tidak bahagia, aku selalu berharap agar cepat pergi dari keluarga itu.

"Tanpamu, mereka akan bahagia."

Amor berhasil membuatku menatapnya dengan bingung.

"Kau dewi kesedihan, di mana ada dirimu, di situ akan ada kesedihan."

Apakah benar kata dia? Akulah yang membawa kesedihan itu? Tidak! Ibulah pelaku utama kenapa keluargaku tidak harmonis.

"Besok aku akan membawamu pergi melihatnya, ingin kembali atau tidak bergantung denganmu. Kita masih memiliki misi yang lebih penting dibanding keluarga itu." "Istirahatlah," gumam Amor berjalan meninggalkan ruang yang merupakan kamarku.

Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benakku, ke manakah aku harus mencari jawaban? Aku memilih berjalan ke arah kasur. Ketika tidak sengaja menyentuh bantal, beberapa gambaran kembali muncul di benakku, itu sungguh membuatku terkejut. "Kenapa.. begitu banyak tangisan?" Aku memilih untuk tidak menyentuhnya lagi, aku menelungkupkan diriku di tengah kasur, memikirkan kenapa hidupku menjadi seperti ini? Apakah aku sudah tidak ada di muka bumi? Apakah ini adalah percobaan sebelum masuk neraka? Namun apa yang salah dariku? Sungguh lelah, tanpa sadar aku tertidur. Kini aku terjatuh ke dalam mimpi, Amor menujukkan sisi buruk rupanya, seorang perempuan berdiri di sampingnya, orang itu sangat mirip denganku, tetapi matanya kosong, kesedihan menyelimutinya. Tangisan dari sekelompok orang di depan mereka lagi-lagi terdengar, kematian seseorang yang begitu tragis, arwah orang itu berjalan keluar menuju arah Amor.

"Dewa kematian?!"Aku begitu terkejut dan bangun dari tidurku. Sekujur tubuhku hampir basah, aku berkeringat dingin.

"Sudah kuduga, kamar ini dapat membantumu mengingat sesuatu."

Suara dari arah sofa sana mengejutkanku. Amor duduk di sana, dia adalah dewa kematian. "Kau sudah mengingatnya?"

"Sebenarnya apa yang ingin kau lakukan?!"

"Mengembalikanmu ke dunia di mana seharusnya kau tinggal."

"Aku tidak ingin!" teriakku. Aku tidak ingin hidup seperti ini.

"Kau tidak memiliki pilihan Geana."

Dia benar, hidupku sekarang ada di tangannya. Aku segera turun dari kasur menghampirinya. Aku bersujud di depannya memegang lengannya dengan erat. "Aku mohon padamu, aku tidak ingin, aku tidak ingin mendengar suara tangisan itu, aku ingin kembali ke duniaku. Aku mohon tuan.. tuan Amor." Aku memohon padanya, namun dia tetap terlihat dingin, tangannya pelan-pelan menyentuh keningku, aku pikir dia akan mengiyakanku, namun setelah itu aku kehilangan kesadaran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status