Terpaksa Menikahi Sang Jawara

Terpaksa Menikahi Sang Jawara

By:  Junatha Rome  Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
16Chapters
135views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Sinopsis cerita Gadis cantik bernama Zuzu harus merelakan masa mudanya demi keluarganya tercinta. Ia rela menikah dengan pria kaya yang akan membawanya pada masa depan yang begitu indah. Namun pada akhirnya, pria itu berubah menjadi pengkhianat besar dalam hidupnya. Sungguh tega pria itu memperlakukan Zuzu hingga ia harus mengarungi kehidupan masa mudanya dengan kehancuran dan kelam. Apa yang pria itu lakukan pada gadis secantik Zuzu? Kemana Zuzu harus membawa hidupnya sekarang? Apakah ia harus membunuh diri saja karena hidup yang ia jalani begitu menghancurkannya? Ikuti terus cerita Terpaksa Menikahi sang Jawara.

View More
Terpaksa Menikahi Sang Jawara Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
16 Chapters
Chapture 1
Tes… Tes… Tes… “Deeeek! Hujan Deeek!” seru Zuzu pada adik-adiknya sambil mengadahkan telapak tangan menampung air hujan. Bibirnya merekah tersenyum, matanya menatap langit hitam yang sudah menurunkan bala tentaranya. Adik-adik Zuzu pun berlari menuju depan rumah gubuk mereka yang hampir roboh itu. Meski rumah mereka akan segera bocor dengan air hujan, tapi Zuzu dan adik-adiknya sangat gembira saat hujan datang. “Ambil panci dan baskomnya Dek,” perintah ZuU pada adik bungsunya yang bernama Didin. “Ini Teh,” kata Didin memberikan apa yang diperintah Zuzu tadi. “Kali ini tidak ada petir Teh. Apa kita boleh hujan-hujanan?” tanya si bungsu dengan mata yang penuh harap. “Bilang ibu dulu, boleh atau tidak,” kata Zuzu sambil berharap juga. “Buuu… Buuu…” Didin gegas berlari memanggil ibu. “Boleh hujan-hujanan tidak Bu? Tidak ada petir ko,” terdengar Didin bermanja merayu ibu yang sedang menadahi atap-atap rumah mereka dengan ember. “Dih jangan, sebentar lagi maghrib,” kata ibu mereka.
Read more
Chapture 2
“Abah… Abah bawa apa Bah?” sambut Didin melihat abah pulang membawa plastik hitam di tangannya.“Abah bawa beras. Nih kasih Ibu biar langsung dimasak,” kata abah memberikan sekantung plastik beras pada adik bungsu Zuzu.“Abah bawa beras teh,” kata Didin dengan bahagianya mengumumkan.Zuzu pun tersenyum bahagia melihat yang dibawa oleh Didin. Sedangkan Mirah langsung bergegas mengikuti Didin hendak memasak nasi membantu ibunya di dapur.Adik kedua Zuzu bernama Amah tiba-tiba terbangun dari tidurnya, langsung terduduk di sebelah Zuzu.“Lah ko bangun Mah?” tanya Zuzu pada Amah.“Tidak bisa tidur lagi Teh. Mau nunggu nasi mateng aja,” katanya sambil merapikan rambutnya yang semrawut.Seperti itulah keadaan keluarga mereka, mereka tidak pernah bersedih jika tidak ada dan berbahagia pada hal yang datang tak biasa.Beberapa menit kemudian, nasi yang ditanak Mirah sudah mengeluarkan harum khas nasi kukus dan siap untuk dipindahkan ke wadah untuk segera disantap bersama.“Hmmm wangiiiii…” ujar
Read more
Chapture 3
“Ibu tidak punya uang untuk memberi kamu uang jajan,” kata bu Ariah. Air matanya mulai tergenang di pelapuk.“Sekolah MI aja ya? Semoga ada rezekinya nanti buat Zuzu sama Teteh jajan,” rayu bu Ariah sambil meyakinkan Zuzu. Ia hanya mengangguk menuruti perkataan ibunya.Waktu bergulir, pagi-pagi Zuzu hanya berdiam di rumah menunggu waktu sekolah madrasah. Ia melihat ibunya sudah berkecimpung di dapur sejak subuh tadi. Tidak biasanya bu Ariah memasak lama seperti itu.‘apa kita akan makan enak hari ini?’ batin Zuzu bergembira.Seperti biasa, untuk menunggu jam sekolah siang nanti, ia pergi bermain dulu Bersama teman-temannya, bermain layangan.Adzan dzuhur telah berkumandang. Zuzu pun bergegas pulang dan bersiap untuk ke sekolah.“Zuzu, ini Ibu bikin gorengan, nanti jualin ke temen-temen ya? Satunya lima perak,” kata bu Ariah memberikannya keresek yang berisi gorengan yang dialasi baskom tak terlalu besar.“Iya Bu. Nanti uangnya boleh buat jajan tidak Bu?”“Iya boleh. Jangan dijajanin b
Read more
Chapture 4
SRATTT… BRAKKKZuzu terpeleset dan jatuh ke tanah, semua kue dagangannya ikut jatuh berantakan dan habis terkena lumpur basah.“Aduh,” lenguhnya kesakitan di bagian punggung.“Ya Allah cucuku jatuh,” kata seorang nenek yang melihat Zuzu jatuh dan menghampirinya untuk membantu memunguti dagangan Zuzu yang sudah tidak bisa lagi dijual.“Hati-hati Cu,” kata nenek itu mengiba.“Iya Nek, Tidak apa-apa,” katanya menahan rasa ngilu di punggung.“Dimana rumahnya emang Cu?” tanya Nenek.“Di desa seberang Nek,”“Ya Allah Cu, hati-hati ya,”“Iya Nek, terimakasih ya Nek,” ucap Zuzu pada sang nenek yang baik hati sudah menolongnya.Zuzu pun pulang dengan membawa pulang beberapa kue yang sudah kotor itu .Setibanya ia di rumah, Zuzu menyerahkan kue kotor itu kepada bu Ariah.“Bu, tadi aku jatuh terpeleset dijalanan, terus kue nya jatuh berantakan dan pada kotor,” katanya pada bu Ariah.“Terus kamunya gapapa?” tanya bu Ariah khawatir.“Gak apa-apa Bu,” jawab Zuzu menyembunyikan punggungnya yang masi
Read more
Chapture 5
Ternyata seorang pria paruh baya dan pria muda memakai kemeja kotak-kotak yang sangat rapi dan wangi yang berdiri di sana.“Kang Jalal,” ucap Zuzu lirih pada pria muda yang terlihat fresh dan tampan itu.“Mang Karya. Masuk-masuk Mang,” kata pak Aman mempersilahkan keduanya masuk.Keduanya memasuki gubuk mereka yang hanya beralaskan karpet plastik tanpa ada sofa yang empuk ataupun permadani yang terbentang indah seperti di rumah mang Karya. Kedatangan mereka pun sangat tidak pernah keluarga Zuzu duga, karena mang Karya salah satu orang terpandang di desa seberang,"Ada apa gerangan tiba-tiba mau berkunjung ke rumah reot milik kami ini Mang?" semakin canggung saat Jalal menyenggol lengan bapaknya mengisyaratkan bahwa itulah wanita yang anaknya sukai."Maaf duduknya di karpet dingin Mang," kata pak Aman."Tidak apa-apa Mang. Santai saja," jawab Mang Karya penuh santun.Untung saja tidak ada adik-adik Zuzu di rumah, karena mereka sedang mengaji ditemani oleh Mirah di rumah ustadz yang b
Read more
Chapture 6
‘siapa yang mereka lihat?’ batin Zuzu.“Masyaallah, itu putra Kyai Agil yang sulung,” kata mereka yang sempat terdengar di telinga Zuzu.“Masyaallah, ganteng sekali,” timpal yang lain.“Mana? Mana putra sulung Kyai Agil?” tanya Limah penasaran bertanya pada mereka yang sudah melihat putra mahkota dari sela-sela tirai.“Itu. Ganteng banget,” kata santriwati di depan Zuzu.“Mana?” kata Titi ikut mengintip dari sela tirai.Zuzu hanya bersiap untuk salat berjama’ah karena pak kyai sudah mengucap takbir memulai salat maghrib.Selesai menunaikan salat maghrib berjama’ah dengan serangkaian dzikir tahlil setelahnya. Kyai Agil mulai menduduki kursi yang sudah disiapkan pengurus untuk menyampaikan kajian, dan tirai bagian santri putripun siap dibuka.“Masyaallah,” kagum santriwati yang mulai melihat pria yang duduk berdampigan dengan abahnya itu.“Ya Allah ih ganteng, putih lagi,” mereka tak henti-henti memuji putra mahkota pak kyai.Waktu seakan melambat selama tirai itu dibuka dan menampakkan
Read more
Chapture 7
“Zubaidah Anggraini?” panggil Riza memecah lamunan Zuzu.“Iya Gus?” sahut Zuzu.“Alamatmu belum diisi,” kata Riza.“Oh iya Gus maaf, tadi terlalu bersemangat mengisi pertanyaan cita-cita,” Zuzu seraya mengambil kertasnya lalu mengisi pertanyaan yang masih kosong.**Dua bulan berlalu, perbekalan Zuzu mulai habis. Setiap sore ia akan pergi ke sawah untuk menunggu seseorang yang telah berjanji akan mengunjungi Zuzu.“Zu?” panggil Imah dan Titi.“Sedang menunggu kunjungan lagi?” tanya mereka seraya menghampiri Zuzu.“Iya,” rautnya begitu lesu dan sedih.“Nih aku beli mi ayam, mau gak?” kata Imah menawari.“Iya nih aku juga beli bubur ayam tadi, makan bareng-bareng aja yuk,” kata Titi.“Tidak ah, kalian makan saja,” pandangannya kembali menatap jalanan, berharap aka nada yang datang mengunjunginya sore ini.Aroma mi ayam dan bubur ayam mereka menyengat hingga membuat Zuzu melirik pada mangkuk di tangan mereka. Tanpa sepatah kata, Zuzu hanya menahan segala inginnya karena takut teman-teman
Read more
Chapture 8
DEGGadis putih seperti keju itu ternyata duduk tepat di depan pintu, membuat matanya dengan mata Riza intens saling beradu pandang.“Sampeyan dulu maju,” seru santriwati saling mendorong.“Gak mau ah, sampeyan lah sana yang sudah lulus Al-Fatihah,” timpal yang lain.Kegiatan mengaji malam itu berjalan dengan lancer, Riza mampu mengatasi rasa gugupnya menghadapi santriwati dalam jarak dekat.**Tiga bulan sudah Zuzu menahan perih kesulitan finansialnya dipondok, akhirnya Zuzu memutuskan untuk berpamit kembali ke kampung halaman. Berat melangkah izin ke rumah pengasuh, membawa sebongkah baju-baju yang ia gendong di pundak.“Zu,” panggil Imah yang sudah berderaian air mata.“Kalian harus semangat ya ngajinya,” pesan Zuzu pada Imah dan Titi yang sudah sembab menangis sejak menemaninya mengemas barang-barang.Mereka menangis sejadi-jadinya, saling berpelukan menumpahkan segala asa dan romansa yang pernah terjadi dalam persahabatan mereka dipondok ini.“Maafin aku ya Mah, Ti, kalau banyak
Read more
Chapture 9
Sesuatu telah menembus jantungnya, dan menghancurkannya secara berkeping-keping.“Sampai sini saja Pelajaran kita, ada yang ingin ditanyakan?” kata Riza menyudahi jam pelajarannya.“Masih lima belas menit lagi Gus,” sahut santriwati yang ingin berlama-lama diajar oleh Riza.“Maaf saya harus segerapergi, ada urusan mendadak yang tidak bisa ditinggalkan,” katanya beralasan.Tanpa lama, akhirnya Riza pun kembali ke Ndalem dengan keresahan atas kepergian gadis impiannya.“Bu?” panggil Riza pada sang Ibu yang sedang membaca kita fiqih di meja belajarnya.“Hm?” sahut bu nyai Azah yang masih focus pada bacaannya.“Kemari nada santri yang pamit pulang kah Bu?”“Iya ada dua santri,” bu nyai masih tetap tak menoleh pada Riza.“Siapa?”“Ujang sama Zuzu,”Riza langsung membawa dirinya ke kamar, tak menghiraukan ibunya lagi setelah ia mendapatkan informasi jelas tentang gadis itu. Bu nyai pun menoleh dengan keanehan putranya setelah ia menyebut nama itu.“Assalamu’alaikum?” ucap kyai Agil yang bar
Read more
Chapture 10
“Itu mau dibangun kantor Neng, gak tahu tapi kantor apa,” kata bi Jumroh menjelaskan.Pemandangan baru yang belum pernah ia dapati di desa. Melihat para pegawai memakai seragam kerja dan helm proyek, ada yang mengangkut bata menggunakan grobak besi, serta ada yang bergelayut tinggi di atas Gedung mengerjakan pekerjaannya masing-masing.‘ini benar-benar kota’ gumamnya dalam hati mengembangkan senyum dibibir manisnya.Di sisi lain Gedung, ada tiga orang Tengah berbincang, sepertinya mereka adalah orang-orang dibalik Pembangunan Gedung ini. Terlihat dari penampilannya yang berbeda dari pekerja di sekelilingnya.“Neng, sebentar lagi mereka masuk jam istirahat. Pasti mereka pada kesini untuk istirahat,” kata bi Jumroh memecah perhatiannya pada tiga orang tersebut.Zuzu segera menyiapkan apa saja yang diperintah oleh bi Jumroh.“Bi, kopi itemnya satu ya,” kata seseorang yang Zuzu lihat tadi.Pria tegap berperawakan tinggi sekal berpakaian seragam dinas berwarna khaki.‘diantara tiga pria ke
Read more
DMCA.com Protection Status