"Aku tak butuh harta dari pria sepertimu!" Aaron dihantui rasa bersalah karena sudah menghamili Bella secara paksa karena mengira wanita itu adalah putri dari pria yang sudah membunuh ayahnya. Hanya saja, dia tak dapat membiarkan Bella membesarkan anaknya sendirian. Sebuah perjanjian kontrak pun tercipta. Tapi, bagaimana jika Aaron menyadari dirinya telah mencintai Bella dan tak mau semuanya berakhir begitu saja?
View MoreBella menoleh, lalu mendengkus. "Ih, aku pikir ayah!""Hahaha, kaget, ya?!"Bella mendelik. Suara John memang sangat mirip dengan Julio. Tak hanya suara, wajahnya saja sama persis Julio semasa muda. "Cieee ... yang lagi kangen-kangenan," ledek John. Bella menggoyang lengan John. "Jangan bilang ayah atau ibu, ya? Please?!"John tersenyum. "Iya. Kakak tenang saja."Bella tersenyum sembari menepuk-nepuk lengan John. "Terima kasih."John hanya mengangguk saja, lalu mengajak Bella dan Alessandro pulang. Bahkan ponsel juga kunci salah satu kamar apartemen Bella dititipkan kepada John. "Kalau bisa, ayah jangan sampai melihat Tuan Kevin," ujar John. Kevin mengangguk. "Biasa diatur!"Bella dan John berpamitan. Dengan menunggangi kuda besi milik John, mereka pergi meninggalkan area pantai. Ya, kini, tak ada lagi mobil apalagi pengawal setelah pengakuan Aaron waktu lalu. Tak hanya itu, semua uang bulanan yang Aaron beri selama ini, Julio sudah kembalikan. Julio benar-benar menghapus jejak A
Di tempat lain, ada Aaron yang baru saja selesai mandi. Dari kejauhan ia melihat layar ponselnya menyala. Pria itu lekas menghampiri di mana ponselnya ia simpan. Aaron tersenyum melihat foto yang dikirim oleh John. Ia senang bisa melihat Bella dan Alessandro. "Aku berjanji kalau kita akan kembali bersama, Sayang," gumam Aaron, sembari mengusap layar ponsel tepat di bagian pipi Bella. Aaron menyimpan kembali ponselnya, karena ia harus bersiap ke kantor. Setelah pakaiannya terlihat rapi, Aaron segera meninggalkan kamar menuju ruang makan untuk sarapan. Di sana, sudah ada Mitha. "Gimana keadaanmu?" tanya Mitha. "Berusaha untuk baik, Mi.""Kamu yang tabah dan tetap jaga emosi. Ikuti saja alur dari ayah mertuamu dulu.""Jadi, kalau surat cerai itu ada, aku harus menandatanganinya, begitu?""Ck! Ya tidak juga! Anggap saja kalian LDR-an. Yang terpenting, cinta kalian tetap ada. Malah, seharusnya tambah besar. Lagipula, kalau Julio tetap memaksamu untuk tanda tangan, di persidangan na
Setelah perdebatan yang cukup alot, akhirnya Bella pasrah dengan keputusan Julio. Pun dengan Aaron. Aaron meyakinkan Bella kalau dirinya akan datang kembali untuk memperjuangkan cintanya, tetapi menunggu waktu yang tepat, yakni menunggu Julio tenang. Akhir dari perdebatan itu adalah Julio meminta Bella untuk kembali tinggal bersama keluarga dan Aaron tetap di negaranya. Tak kalah mengecewakan, Julio menyita ponsel Bella. "Kenapa Ayah tega memisahkan mereka?!" tanya Belinda saat mereka di kamar. "Tega kau bilang? Ini demi kebaikan Bella. Apa kau tega putri kita dipermainkan orang-orang itu?""Pernikahan kontrak mereka juga atas kesepakatan bersama, atas persetujuan Bella."Julio hanya diam. "Apa ayah tidak dengar penjelasan mereka tadi? Mereka sempat pisah dua bulan. Dan perpisahan itu membuat keduanya meyakinkan hati masing-masing atas perasaannya," lanjut Belinda. "Aku tidak percaya!" kekeh Julio. Entah apalagi yang harus Belinda paparkan kepada Julio. Ia hanya bisa berharap eso
Aaron mengikuti Bella masuk. Sementara, ia membiarkan Bella tenang terlebih dahulu. Sesekali ia mengintip ke kamar, memastikan apa yang sedang Bella lakukan. Sekali, dua kali, tiga kali ia mengintip, Bella sedang menyusui Alessandro. Aaron mulai berpikir, apa yang akan ia bahas sebagai pembuka pembicaraan mereka. Aaron mengempaskan tubuhnya di kursi. "Aww!" Ia lupa jika luka di punggungnya belum begitu kering. Aaron tersenyum, ia tahu apa yang akan jadi perbincangannya nanti. Aaron beranjak dan mengintip lagi. Tampak Bella sedang memasang kancing bajunya. Aaron masuk. "Sayang? Bisa bantu aku olesin salep?" Aaron meraih salep itu di atas nakas. Bella tak lekas menerima salep itu dari tangan Aaron. Wanita itu justru diam terpaku menatap wajah sang suamiBella mengembuskan napas kasar, lalu menarik lengan Aaron tepat di bagian siku. Aaron hanya pasrah, mengikuti langkah Bella. "Cuti tangan dan wajahmu!" titah Bella. "Tanganku bersih, Sayang. Wajahku juga.""Bajumu juga buka dan
Jarum jam sudah menunjuk pada angka empat pagi itu. Sudah menjadi kebiasaan Bella bangun di jam tersebut. Namun, pagi itu tampak lain. Bella hanya menggeliat saja tanpa beranjak. Bagaimana tidak? Badannya terasa remuk karena pergulatan semalam. Bella yang baru menyadari jika dirinya masih dalam posisi di pelukan Aaron pun tersenyum. Bella mendongak, memerhatikan Aaron yang masih terpejam. Jemarinya perlahan menyusur, kening, hidung, sampai bibir. "Kau ini tampan juga. Apalagi tanpa jenggot dan bulu-bulu di pipi. Aku suka. Terlebih-lebih sikapmu yang berubah jadi lembut, aku jadi tak takut lagi padamu. Maafkan aku yang terlalu egois, ya?"Cup! Reflek, Bella mencium pipi Aaron. Aaron yang sebetulnya sudah bangun dan tentu saja mendengar semua yang dikatakan dan dilakukan Bella pun berkata. Tanpa membuka mata ia berkata, "Terima kasih!"Bella terbelalak. "Ka-kau sudah bangun? Se-sejak kapan?"Aaron tidak menjawab melainkan memeluk Bella erat. Bella terlihat kikuk. "Emm ... tadi ...
Trang! Bella melempar tongkat itu, lalu memeluk Aaron, sangat erat. Posisi Aaron yang tidak siap menerima terjangan Bella tentu saja membuatnya terdorong dan akhirnya jatuh dengan posisi Bella menindih tubuhnya.Bella menangis tersedu-sedu karena rasa bersalah kian meraja saat teringat orang tua juga rasa haru atas perjuangan Aaron. Aaron sangat senang dengan sikap Bella. Walaupun harus menahan rasa sakit di punggung tak masalah, semua kalah dengan rasa bahagia yang tak terkira. Aaron mengusap punggung Bella dengan bibir tak hentinya mencium pucuk kepala Bella. Pria itu sengaja membiarkan Bella menangis, walaupun ia tidak tahu apa yang membuatnya menangis. Setelah sekian lama, Bella berhenti menangis. Ia yang baru menyadari jika Aaron berada di bawahnya pun segera mengangkat tubuhnya. Namun, Aaron menarik tangannya. Jadilah Bella tidur dengan lengan Aaron sebagai bantalnya. Aaron merubah posisinya miring menghadap Bella. "Kenapa menangis, hem?" tanya Aaron sembari mengusap sisa b
Bella merasa bersalah kepada Aaron, sehingga ia harus mengobati luka di punggungnya. Akan tetapi, di mana Aaron tinggal Bella tidak tahu. Hari menjelang malam. Bella lekas menutup gorden. Namun, tangan baru saja terayun hendak menutupnya, ia urungkan. Bella melihat Aaron tengah berdiri di balkon tepat di Villa seberang jalan tengah menatap dirinya. Cepat-cepat Bella menutup gorden, lalu menggendong Alessandro yang sedang tertidur lelap. Langkahnya tegas menuju pintu utama. Ya, Bella akan menemui Aaron. *Bella sudah berdiri tepat di depan pintu Villa yang Aaron tempati. Tangannya dengan cepat menekan bel.Tidak berselang lama, sang empu membuka pintu. "Wah, mengejutkan sekali. Ternyata ada tamu istimewa," sambut Aaron. Bella nyelonong masuk, lalu duduk duduk di sofa. Melihat tingkah Bella seperti itu membuat Aaron tersenyum, lalu menutup pintu. "Tidurkan saja di kamar!" titah Aaron, saat melihat Alessandro
Aaron bangkit tanpa berani menoleh. Setelah membenarkan topinya, Aaron melangkah pergi. Namun, Bella yang merasa penasaran mencekal lengannya. "Tunggu!"Aaron hanya bisa pasrah. "Kau siapa? Jangan-jangan kau penculik, iya?!""Tolong!" Bella berteriak, tetapi secepat kilat Aaron berbalik dan membekap mulut Bella dengan tangannya. Aaron membuka topi juga kacamatanya. "Ini aku!"Bella membulatkan matanya, tidak percaya. "Ka-kau?!"Bella berbalik badan dan mendorong kereta bayi hendak masuk, tetapi Aaron berhasil menahan. "Sayang, tunggu!"Bella menghentikan langkah dengan tetap membelakangi Aaron. "Aku sungguh minta maaf. Aku menyesal sudah berlaku kasar kepadamu juga kepada Alex. Maaf!"Bella menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan kasar. "Surat cerainya mana? Sudah ditandatangani, kan?!" Bella benar-benar tidak peduli dengan apa yang Aaron katakan. Aaron memilih berdiri tepat di depan Bella. "Sayang, aku mohon maafkan aku!"Bella hendak masuk. Lagi, Aaron menahannya. Aaron mer
"Maaf, Tuan!" Bella merasa tidak enak hati. Pria yang ada di dekatnya takut tersinggung karena Alessandro memanggilnya Papa. Aaron menoleh sekilas dan tersenyum, lalu pergi. Aman. Bella ternyata tidak mengenalinya. Bagaimana tidak? Aaron tak hanya mengenakan topi dan kacamata hitam saja, tetapi kini wajah Aaron mulus tanpa rambut halus. Ya, sebelum berangkat ke Indonesia, Aaron mencukur habis jenggot juga jambangnya. Bella mengernyit. "Orang itu seperti tak asing lagi. Tapi, siapa?"Bella mengangkat kedua bahunya, tak peduli. Perhatiannya kini beralih kepada Alessandro. Wanita itu mendorong kereta bayi menuju kasir. "Paappa!" Alessandro masih saja bicara seperti itu. "Tidak ada Papa, Nak, di sini. Kamu kangen Paap, iya?!" Bella mencium pipi putranya. Dari jauh, Aaron kembali memerhatikan kegiatan Bella dengan perasaan plong, lega. Namun, rasa itu beriringan dengan rasa perih di punggung. Maklum saja, selain mengenakan kaos,
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.