Share

Terjerat Pernikahan Kilat dengan Sang Miliarder
Terjerat Pernikahan Kilat dengan Sang Miliarder
Author: Lucy

Bab 1

"Perjodohan adalah hal yang baik. Pria itu adalah manajer departemen di Grup Angkasa. Orangnya lembut, perhatian dan pandai mengerti maksud orang lain. Ini adalah orang yang Bibi Mirna bantu pilihkan dengan cermat untukmu. Bagaimanapun juga, kamu harus pergi melihatnya."

"Ya, Amel. Kamu juga sudah besar, sudah seharusnya menikah. Meskipun orang itu dari luar daerah dan keadaan ekonomi keluarganya biasa saja, tapi kalau jadi menikah, kamu menikah ke sana juga nggak akan ditindas."

Amel Santoso merasa sangat terkejut ketika mendengar desakan ganda dari ibunya dan Bibi Mirna Wijaya.

Dia baru berumur 23 tahun, kenapa jadi sudah seharusnya menikah?

Namun, karena tidak tahan didesak terus, setengah jam kemudian ....

Di lantai bawah gedung Grup Angkasa, tepatnya di sebuah kafe di sana, Amel sedang berdiri dengan agak canggung.

Kata Bibi Mirna, pria yang dijodohkan dengannya ini memiliki karisma pelajar dan juga mengenakan kacamata hitam.

Amel mengedarkan pandangannya ke sekitar, lalu akhirnya menatap ke sebuah tempat duduk di ujung, di samping jendela.

Di sana ada seorang pria yang mengenakan jas dan kacamata hitam. Di depan pria itu, juga terdapat segelas kopi dan sebuah laptop yang menutupi bagian bawah wajahnya. Kelihatannya pria itu sedang bekerja.

Berdasarkan deskripsi Bibi Mirna, seharusnya adalah pria ini, 'kan?

Amel menarik napas dalam-dalam, lalu berjalan ke hadapan pria itu sebelum berdiri diam. Setelah berpikir selama dua detik, dia baru berujar, "Halo, Pak, aku adalah Amel yang dijodohkan denganmu."

Amel membungkuk 90 derajat dan tanpa sadar mengangkat kantong hadiah di tangannya.

Karena terlalu kaku, tangan Amel terulur tegak dan kantong hadiah itu berhenti tepat di hadapan pria itu, hanya berjarak sekitar 0,01 cm dari ujung hidung pria itu.

Melihat itu, Dimas Cahyadi terdiam.

Dimas bahkan bisa melihat dengan jelas bulu-bulu halus di jari putih wanita ini. Namun, dia tidak tahu lotion apa yang digunakan wanita ini, karena ada aroma krim yang wangi.

Dimas menaikkan pandangannya, lalu melihat bahwa wanita ini mengenakan sweter berwarna biru muda dan rok panjang berwarna putih, tampak seperti gadis rumahan yang penurut.

Terutama wajah wanita itu yang tampak muda dan halus. Tanpa sadar, membuat Dimas teringat akan sesosok bayangan yang terkubur dalam-dalam di benaknya.

Mungkin karena pria itu tidak berbicara, Amel kembali berdiri. Kacamata hitam dengan model yang sama di hidungnya, membuatnya tampak sedikit bodoh dan lucu di luar dari kecantikannya.

Dimas baru tersadar bahwa dia mungkin salah mengenakan peralatan pertemuan perjodohan.

Namun, Dimas tidak terburu-buru untuk menjelaskan, melainkan berkata dengan nada datar, "Duduk."

Napas Amel tertahan.

Tadi dari jarak yang jauh, Amel hanya bisa melihat dahi yang datar dan rambut-rambut kecil pria itu yang halus. Namun, saat ini dia merasakan sebuah aura ketegasan yang menerpanya.

Terlebih dari bibir yang lurus dan dagu pria itu yang tajam, membuat pria itu tampak mendominasi.

Amel jadi mempunyai perasaan seperti dia sedang wawancara pekerjaan.

Amel duduk dengan patuh dan tanpa sadar memperkenalkan dirinya sendiri dengan terbata-bata.

"Halo, namaku Amel, umurku 23 tahun. Ayahku bernama Gibran Santoso, ibuku bernama Lili Kusuma. Aku juga punya seorang adik bernama Andi Santoso. Aku adalah orang lokal asli yang lahir dan besar di sini. Setelah lulus kuliah, aku bekerja di sebuah toko makanan penutup. Setiap bulan gajiku nggak tetap. Kecuali gaji pokok 10 juta, juga ada komisi dan bonus berdasarkan transaksi penjualan perorangan toko makanan penutup bulan sebelumnya ...."

Dimas menaikkan alisnya sambil bertanya, "Pertama kali kencan buta?"

Dimas sudah hidup selama 30 tahun dan punya pengalaman dijodohkan dengan banyak wanita, tapi dia pertama kali bertemu dengan yang seperti ini.

Dalam waktu yang singkat ini, Dimas terpaksa untuk mengenal berbagai informasi tentang keluarga wanita ini.

Wanita ini berkata dengan jujur seperti takut dihukum, seakan kalau dia berbicara lebih lambat sedikit saja, dia akan ditangkap dan dibawa pergi.

Dimas mengintrospeksi diri, apakah karena dia yang terlalu serius sehingga mengagetkan wanita ini?

Berpikir sampai sini, Dimas merilekskan ekspresi wajahnya, lalu bertanya sambil menunjuk hadiah yang wanita itu bawa dengan nada lebih lembut, "Apa ini?"

Amel langsung membuka hadiah makanan penutup, lalu berkata dengan tampang 'tolong dicoba', "Ini dari toko kami, cobalah."

Detik berikutnya, Amel merasa sedikit menyesal. Akhir-akhir ini karena sering mengikuti pemilik toko pergi mempromosikan produk, dia jadi mempunyai kebiasaan mulai memperkenalkan kalau melihat makanan penutup.

Amel merasa dirinya bukan datang untuk kencan buta, melainkan mempromosikan makanan penutup.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status