Share

05. Kita Bertemu Lagi

Minggu dan bulan telah berlalu. Tapi nyatanya sekeras apapun Reyhan mencari keberadaan Elina, ia sama sekali tak dapat menemukannya sebab kurangnya informasi yang ia punya. Reyhan hanya tahu sebatas namanya saja dan nama Elina tak hanya satu di negara bahkan di dunia ini.

Sang asisten pun sudah berusaha keras. Ia memberi Reyhan banyak informasi tentang data diri orang yang bernama Elina, tapi tak satu pun di antara mereka adalah Elina yang ia maksud.

Reyhan bahkan sudah datang ke kelab tempat terakhir mereka bertemu untuk mencari informasi tentang dia, tapi ia justru malah menemukan fakta baru.

Malam itu merupakan kunjungan pertama Elina ke kelab tersebut dan dia sudah mengalami kejadian yang tidak mengenakkan yang disebabkan Kanaya. Rasa bersalah semakin menguasai dirinya.

Sial, seharusnya dj hari itu mereka tak hanya sekedar bertukar nama tetapi juga bertukar nomor ponsel.

Mobil berwarna hitam yang dikendarai Reyhan berhenti di kala lampu lalu lintas berubah warna menjadi merah. Ia menunggu dengan tenang sembari kedua mata elangnya bergulir ke sana kemari, memperhatikan jalanan yang padat pagi itu.

Tak lama kedua netranya memicing kala melihat seorang wanita yang keluar dari taksi yang berada tepat di depan mobilnya. Tunggu, rambut hitam bergelombang itu … itu dia! Orang yang sedang ia cari-cari!

Kedua matanya lantas membelalak. Reyhan melihat lampu lalu lintas yang masih merah dan waktu untuk kembali menjadi hijau masih cukup lama. dengan cepat ia keluar dari mobil dan berlari mengejar wanita tersebut. Diraihnya tangan itu hingga kini keduanya berdiri saling berhadapan.

"Elina!" seru Reyhan dengan napas terengah. Namun, di detik berikut raut wajahnya berubah datar.

"Oh maaf, saya salah orang."

Dia bukan Elina.

* * * * *

Berminggu-minggu berlalu dengan cepat, di sela-sela kesibukannya Reyhan tetap menyempatkan diri untuk mencari informasi keberadaan Elina. Namun, sayangnya sampai saat ini ia masih belum menemukan keberadaan wanita itu.

Apa mungkin dia sudah tak berada di kota ini lagi?

Tangannya kemudian terulur untuk mengusap wajahnya yang lelah. Akhir-akhir ini pekerjaannya begitu banyak sehingga jam tidurnya menjadi berantakan yang mana membuatnya terlihat agak berantakan dengan wajah yang dihiasi mata panda.

Damian, asisten pribadi Reyhan yang pagi itu datang ke ruangannya untuk memberikan dokumen, menatap khawatir ke arah pria itu. Beberapa hari ini dia selalu datang ke kantor dengan wajah lesu seperti tak mempunyai semangat hidup. Padahal Reyhan adalah tipe orang yang selalu rapi bagaimana pun kondisinya.

"Soal Elina, kamu ada info terbaru?" tanya Reyhan. Namun, lagi-lagi hanya gelengan yang diberikan Damian.

"Kalo Pak Bos ngasih tau saya info yang lebih rinci mungkin bisa aja ketemu. Misal kayak nama belakangnya apa."

Reyhan menghembuskan napas berat. Itu dia masalahnya, dia tak tahu apapun tentang Elina. Mungkin ia memang tidak ditakdirkan untuk bertemu dengannya lagi.

Damian masih duduk di sofa yang berseberangan dengan Reyhan, terlihat ragu-ragu untuk mengatakan sesuatu. "Kalo saya boleh tau, Elina itu siapanya Pak Bos, ya?"

Tangan Reyhan yang sedang sibuk memeriksa dokumen itu terhenti lalu menoleh ke arah pemuda berusia tiga tahun di bawahnya itu. Ia berpikir sejenak, benar juga, siapa Elina baginya? Mengapa ia ingin mencarinya sampai sekeras ini?

Tidak, itu adalah rasa bertanggung jawab terhadap apa yang menimpa wanita itu meski itu bukan salahnya juga.

"Itu … dia temen lama saya," jawabnya. Tak mungkin juga dia mengatakan jika Elina adalah wanita yang menghabiskan satu malam dengannya.

"Oh, begitu." Damian mengangguk paham. Ia lalu memperhatikan sang atasan yang kini kembali fokus bekerja, ia pun harus segera kembali ke mejanya sendiri.

Dilihatnya pria itu sesekali menghela napas dan mengusap wajah. Terlihat sangat memprihatikan. Orang yang melihatnya sekilas pun pasti tahu jika Reyhan sedang tidak sehat.

Sebelum pergi, Damian berkata, "Kalo kata saya sih Pak Bos hari ini pergi periksa ke dokter, kalo enggak pulang aja, saya takut Pak Bos pingsan di sini."

Reyhan terdiam. Memang benar jika dirasa-rasa kepalanya agak pusing saat ini. Tapi pekerjaan yang menumpuk membuatnya terpaksa untuk memforsir diri dan mengabaikan kondisi tubuhnya sendiri.

"Saya emang keliatan kayak orang sakit?"

Damian mengangguk. "Banget, Pak."

* * * * *

di jam istirahat kedua Reyhan pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatannya. Ia telah membuat janji dengan dokter pribadi keluarganya sehingga tak perlu bersusah payah mengambil nomor antrian.

"Pak Rey kecapean ini. Saran saya sih jangan kerja terlalu keras dan makan tepat waktu jangan lupa, jangan sering begadang juga." Dokter memberikan penjelasan setelah selesai memeriksanya. Reyhan turun dari bed dan langsung mengikuti sang dokter ke mejanya.

"Ini saya resepkan obat dan vitamin ya, Pak, diminum secara teratur setelah makan," ucap sang dokter sambil menyodorkan secarik kertas yang sudah dituliskan resep obat untuknya.

"Iya, makasih, dok."

Pria itu lalu beranjak untuk pergi menuju apotek. Reyhan hendak pergi begitu obat miliknya sudah ia tebus. Namun, suara seorang wanita tak jauh di sebelahnya membuatnya mengurungkan niat.

"Mbak, saya mau nebus obat," ucap wanita tersebut.

"Baik Kak, tunggu sebentar, ya."

Reyhan terpaku di tempat. Apakah saat ini ia tak salah lihat?

Dengan langkah pelan ia menghampirinya. "Elina??" tanya Reyhan dengan hati berdebar takut-takut ia akan salah orang lagi.

Tapi begitu wanita itu menoleh Reyhan langsung menghembuskan napas lega. Akhirnya ia berhasil menemukan orang yang selama ini dia cari. Tak salah lagi, dia pasti memang Elina.

"L-lo??" Elina sendiri terlihat begitu terkejut akan pertemuan ini.

"Puji Tuhan, kita akhirnya ketemu lagi." Reyhan tersenyum lebar dengan penuh kelegaan. Usahanya selama ini untuk mencari Elina membuahkan hasil. Mereka bertemu lagi meski di hari yang tidak terduga.

"Siapa?"

Reyhan melihat seorang pria tinggi datang dan menarik Elina untuk berdiri di belakangnya, pria itu menatapnya dengan alis mengerut.

Siapa dia? Apa mungkin kekasih Elina?

Tapi kemudian fokus mereka teralih saat seorang apoteker datang dan menyodorkan sekantong obat pada Elina.

"Kak, ini obatnya, selamat ya Kak atas kehamilannya, semoga sehat-sehat selalu."

Reyhan lantas menoleh dengan terkejut. "Hamil?!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status