Share

04. Alasan Kanaya

Sebuah taksi berhenti di depan sebuah gang kecil yang hanya bisa dimasuki kendaraan beroda dua. Elina keluar dari taksi tersebut dan langsung berjalan dengan cepat menuju sebuah bangunan besar dengan banyak pintu. Ia bahkan mengabaikan ponselnya yang terus berdering.

Ia lebih memilih menemui sahabatnya dulu ketimbang pulang ke rumah. Ia bahkan mengabaikan ponselnya yang terus berdering menampilkan kontak

"Ricky!" Elina memanggil pemuda itu saat melihat dia tengah berdiri di depan kosan sambil memegang ponsel.

Dia menoleh dengan raut lega. "Elina!!" Dengan cepat ia menghampiri perempuan itu.

"Hei, lo dari mana aja? Kenapa telepon gue gak diangkat?" tanyanya tanpa jeda sambil mengguncang pelan bahu yang lebih kecil.

Elina melepas cengkraman tangan Ricky dari bahunya. "Gue ceritain di dalem."

* * * * *

"Gila, Bang Haris, padahal mukanya kayak orang bener." Ricky mendengus setelah Elina selesai bercerita. Sedikit tak menyangka jika Haris yang ia percaya untuk menjaga Elina bisa melakukan hal kotor semacam perselingkuhan. Ia jelas tak terima sahabatnya disakiti.

Ingatkan dia untuk memukul wajahnya ketika mereka bertemu lagi.

"Tapi lo semalem ke mana?" tanya Ricky lagi. Inti pertanyaannya belum terjawab, pergi ke mana Elina semalam?

"Itu ...." Elina ragu, haruskah ia mengatakannya juga?

"Apa??" tuntut pemuda itu.

"Gue ...."

Ricky tetap menunggu jawaban Elina meski sebenarnya ia sudah tidak sabar. Elina tahu jika dia adalah tipe orang yang tidak bisa digantungkan atau dibuat penasaran seperti ini.

"… lo gak perlu tau." Jawaban Elina lantas membuat ekspresi Ricky seketika berubah datar.

"Hei???" protesnya tak terima.

Tapi Elina mengabaikannya dan langsung berbaring di atas ranjang pemuda itu dengan posisi membelakanginya.

"Udah ah, gue mau tidur," ujarnya. Ia pikir meski mereka sudah lama berteman, tapi tak semua hal bisa dibagi bersama.

Sementara Ricky berdecak kesal tapi ia pun tak ingin mendesak. Mungkin Elina belum ingin bercerita. Karena itu ia membiarkan Elina tertidur dan ia pergi untuk mengabarkan kedua orang tua perempuan itu jika putrinya sudah aman bersamanya.

* * * * *

Seperti yang dikatakan Kanaya di pertemuan mereka terakhir kali, wanita itu benar-benar memastikan bahwa pernikahannya dengan Reyhan tidak akan terjadi. Karena itu hari ini kedua keluarga mereka berkumpul untuk membahas hal tersebut.

Kedua orang tua Reyhan memohon untuk tetap melanjutkan pertunangan, sementara pihak Kanaya bersikeras untuk membatalkannya termasuk kerja sama kedua perusahaan mereka.

"Kita belum nikah aja Kak Reyhan udah berani main belakang, gimana nanti pas udah nikah?"

Reyhan mendengarkan segala keluh kesah Kanaya terhadapnya dalam diam, tidak membantah meski hal itu tidak benar. Ia sudah terlanjur pasrah dan kecewa.

Masih jelas di dalam ingatannya jika kejadian itu bermula dari Kanaya yang mengajaknya untuk minum bersama, tak lama Reyhan kehilangannya kesadaran lalu terbangun bersama Elina. Ia sama sekali tak tahu apa yang terjadi sebelum itu.

Namun, bisa-bisanya Kanaya memutarbalikkan segala fakta dan memojokkan dirinya. Dari sini sudah bisa ia simpulkan jika kejadian tersebut adalah ulah Kanaya.

"Kalo itu maumu, ya udah, perjodohan kita batal," ucap Reyhan.

Pada akhirnya semua berjalan sesuai apa yang Kanaya mau. Undangan tak jadi disebar dan pernikahan mereka batal.

Reyhan dan Kanaya kini duduk saling berhadapan di ruang pribadi pria itu setelah perundingan kedua keluarga mereka selesai. Hanya ada mereka berdua.

Keheningan dibiarkan menerpa. Netra arang Reyhan menatap lurus ke arah mantan tunangannya, pun dengan Kanaya yang balas menatap tanpa gentar.

"Ini semua ulahmu." Tidak, itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan. Pernyataan yang mutlak dari Reyhan.

Kanaya terkekeh kecil. "Iya," ucapnya tanpa bantahan. Menurutnya tak perlu lagi menyembunyikan apapun. Reyhan adalah pria yang cerdas, ia tentu bisa menangkap maksud dari kejadian ini dengan baik.

Reyhan bersidekap dada. "Kenapa? Kalo kamu memang gak mau nerima perjodohan kita, kenapa kamu gak nolak sejak awal?" Dengan begitu, drama seperti ini tidak akan pernah terjadi. Kenapa dia harus melakukannya di saat Reyhan sudah jatuh cinta?

"Aku punya orang lain jauh sebelum ketemu kamu, tapi kedua orang tuaku gak mau nerima pacarku dan tetep maksa buat sama kamu. I'm so sorry, but I never love you."

Reyhan menghela napas. Ia menerima Kanaya dengan sepenuh hati dan mencoba untuk menjadi calon suami yang baik baginya, ia mencoba mengerti dan memahami semua tentang wanita itu. Tapi ternyata usahanya sia-sia, hanya dirinya saja yang terjatuh sementara hati Kanaya telah berlabuh pada pria lain.

"Jadi demi bisa lepas dariku kamu sampe bikin skenario kotor kayak gini?"

"Orang tuaku lebih mentingin bisnis daripada kebahagiaan anak mereka sendiri dan aku gak punya pilihan lain."

Lagi-lagi Reyhan menghela napas. Terkadang orang tua memang lebih mementingkan ego mereka sendiri daripada hal lain. Di sini entah pada siapa Reyhan harus menyalahkan. Pada kedua orang tua Kanaya yang egois, atau pada Kanaya sendiri yang telah berbuat licik.

Namun, terlepas dari itu semua, Reyhan tetap kecewa karena Kanaya telah berbuat hal licik dan kotor. Terlebih sampai menyeret orang lain yang tak tahu apa-apa perihal masalah mereka, Elina yang notabene orang asing.

Seandainya dia berucap jujur sejak awal, mereka tidak akan berakhir seperti ini.

"Oke, karena sekarang tujuanmu udah berhasil, be happy." Kalimat itu merupakan ucapan terakhir Reyhan sebelum pada akhirnya ia pergi meninggalkan Kanaya sendirian.

Semua ini hanya tentang urusan hati. Reyhan memang mencintai Kanaya, tapi jika dia sendiri tak ingin bersamanya, ia pun tak ingin memaksanya.

* * * * *

Hari-hari Reyhan kembali seperti semula, mononton dan membosankan. Ia hanya akan pergi ke kantor, berkutat dengan banyak berkas hingga larut malam kemudian pulang. Esoknya dan esoknya lagi ia akan melakukan hal yang sama.

Sebenarnya kurang lebih tak ada yang perubahan yang signifikan saat sebelum atau sesudah pertunangannya dan Kanaya batal. Rasanya sama saja. Reyhan baru menyadari jika ternyata Kanaya memang seabai itu terhadap dirinya. Cinta memang membuatnya sebodoh itu.

Tapi hari ini di kala ia tengah sibuk dengan pekerjaan, tiba-tiba saja ia teringat tentang Elina, wanita asing yang berserat ke dalam permasalahan hidupnya.

Kira-kira bagaimana keadaannya sekarang? Apa dia baik-baik saja?

Pikiran Reyhan kini bercabang antara pekerjaan dan Elina. Bagaimana jika wanita itu tak baik-baik saja? Terlebih setelah kejadian itu, mereka berpisah begitu saja. Meskipun Elina mengatakan tak apa-apa, tapi rasanya sekarang ia tak bisa tenang begitu saja.

Dia sudah merusak masa depan wanita itu, Reyhan takut jika dia mungkin akan berbuat hal yang nekat, paling parahnya adalah bunuh diri. Elina mungkin terlihat seperti orang yang tegar, tapi kita tak bisa mengetahui bagaimana isi hati orang lain.

Poin pentingnya, Reyhan tak mau dihantui rasa bersalah seumur hidup.

Karena itu ia meraih telepon di atas meja dan langsung menghubungi asisten pribadinya.

"Iya, Pak Bos?" sapanya

"Tolong cari tahu orang yang namanya Elina."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status