Share

03. Kita Lupakan Saja

"Ayah?!"

Kedua mata Elina membola pun dengan jantungnya yang berdegup melampaui batas normal. Keadaan pria di sampingnya pun tak jauh berbeda, ia terlihat panik dan juga gelagapan.

'Sial.' Elina mengumpat dalam hati. Kenapa orang-orang ini tiba-tiba datang di saat keadaan sedang tidak bagus? Rasanya ia sedang dipergoki karena telah melakukan hal yang tidak benar. Tapi memang iya, sih.

Elina melihat pria di sebelahnya beranjak lalu berjalan menghampiri pria paruh baya yang ia panggil 'ayah' itu. Tapi begitu sampai ia malah mendapat sebuah tinju yang mendarat tepat pada rahangnya, membuat pria itu hampir saja tersungkur.

Elina menutup mulutnya tak menyangka sambil meringis pelan. Pasti rasanya nyeri atau paling parahnya rahangnya mungkin tergeser saking kuatnya pukulan tersebut.

"Apa yang kamu lakuin, Reyhan?!" Amarah sang ayah menggebu-gebu. Tak perlu penjelasan, melihat keadaan kamar serta penampilan putranya saat ini sudah bisa disimpulkan apa yang telah terjadi.

Di atas ranjang Elina memperhatikan semuanya dalam diam. Ia cemas, akankah ia menjadi sasaran kemarahan juga? Jika tahu begini ia tak akan berlama-lama di tempat ini.

"Ayah, tunggu, dengerin dulu aku ngomong! Aku sama sekali gak tahu tentang kejadian ini, tiba-tiba aku ada di situasi ini." Pria itu, Reyhan, mencoba untuk menjelaskan, bahkan abai pada rahangnya yang sakit ketika bergerak.

"Tolong percaya sama aku, aku sama sekali gak tahu," lanjutnya penuh harap. Namun, sang ayah tetap menatapnya dengan raut wajah keras dan marah.

Reyhan berdecak frustrasi. Pria itu kemudian menoleh kepada seorang wanita yang berdiri di samping ayahnya , dibawanya tangan dari wanita itu untuk ia genggam.

"Bunda percaya kan sama aku?" Dengan tatapan memelas, Reyhan mencoba meyakinkan ibunya. Namun, wanita itu hanya bisa menunduk sambil menahan tangisnya.

Merasa putus asa karena tak ada seorang pun yang mempercayainya, mata pemuda itu kemudian bergulir ke samping, tepat di mana seorang wanita muda berdiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Hanya memandangnya dengan raut kecewa dan sedih.

"Kanaya, kamu yang ngajak aku ke sini kemaren, kita minum bareng terus─"

"Apa yang Kak Rey omongin? Aku gak ngerasa pernah ngajak Kak Reyhan ke sini," potongnya sambil memalingkan wajah lalu melepas paksa tangannya yang digenggam Reyhan.

"Apa …?" Bahu Reyhan lantas melemas, apa yang baru saja dia katakan?

"Aku gak percaya Kak Rey ngehianatin aku, padahal pernikahan kita bentar lagi loh, Kak." Kanaya kini menatap ke arah Reyhan dengan kedua matanya yang memerah. "Aku kira Kak Rey cinta sama aku, tapi nyatanya gak gitu, ya?"

"Nay …." Reyhan terlihat sudah tak bisa berkata-kata lagi.

"Maaf menyela, tapi emang bener kita berdua gak tahu kenapa bisa gini." Semua orang kompak menoleh ke arah Elina yang baru saja bicara.

Awalnya dia ingin diam saja dan tak ikut campur masalah keluarga. Tapi lama-kelamaan ia pikir harus ikut bicara karena masalah ini awalnya berasal dari dirinya dan Reyhan.

"Jangan khawatir, kami bakal beresin masalah ini," lanjutnya. Dalam hati ia mengumpat, sial sekali karena dirinya harus terlibat masalah macam ini. Jika saja ia langsung pergi begitu bangun, jika saja ia tak pergi ke tempat ini, dan jika saja Haris tidak memutuskannya maka hari ini tidak akan pernah ada.

"Lo!!" Elina langsung panik saat wanita itu menunjuknya. Kaki jenjangnya yang beralaskan heels itu melangkah menghampirinya.

"Lo pasti yang godain tunangan gue, kan?!" tuduhnya sambil menjambak rambut Elina, membuat wanita itu langsung memekik menahan nyeri. Tak terima, ia pun balik mencengkram kuat lengan wanita tersebut.

"Kanaya!!" Dengan sigap Reyhan memisahkan mereka berdua. Elina mendengus, menatap penuh permusuhan. Sementara Kanaya menatap Reyhan marah.

"Aku pastiin pernikahan kita batal!" ucapnya lalu berlari keluar.

"Kanaya!" Disusul oleh sang ibu. Reyhan awalnya ingin ikut mengejar tapi urung saat melihat keadaan Elina yang berantakan.

Ayah Reyhan mendengus lalu menoleh ke arah putranya dengan wajah keras. "Jangan pulang sebelum semua ini selesai," ucapnya sebelum meninggalkan kamar tersebut diikuti oleh Kanaya.

* * * * *

Kini hanya tersisa mereka berdua di kamar. Reyhan terdiam di sisi ranjang, sementara Elina berbaring di sisi yang lain.

"Maaf buat perlakuan tunangan gue tadi," ucap Reyhan yang melihat Elina sedang memejamkan mata sambil memengangi kepalanya yang habis dijambak oleh Kanaya.

"Mantan tunangan kali," balas Elina tanpa membuka mata. Ia masih merasa kesal pada wanita itu, sementara Reyhan langsung merasa tertohok karena ucapannya.

Tak lama Elina membuka kedua matanya dan beranjak duduk. "Gue minta maaf juga, harusnya gue iyain dari awal ajakan lo buat lupain semua ini."

Reyhan menghela napas. "Gak usah minta maaf, gue ngerti keadaan lo. Gue kalo jadi lo juga bakal ngelakuin hal yang sama," ucapnya.

Benar juga, kenapa ia harus memikirkan nasib orang lain yang bahkan tidak ia kenal? Sebaiknya ia memikirkan dirinya saja.

"Ya udah lah, karena gue udah bilang sama orang tua lo bakal nyelesaiin ini, jadi gak perlu ada yang dipermasalahin lagi. Kita lupain aja."

"Tapi, lo gak papa? Gimana kalo misal sesuatu terjadi sama lo setelah ini? Gimana kalo lo hamil?" Pipi Elina bersemu merah begitu mendengar ucapan Reyhan. Ia kemudian menunduk, memandangi tangannya yang terkepal pelan.

"Gue gak papa, gak bakal terjadi apapun sama gue," ucapnya yakin meskipun sebenarnya meragu.

Reyhan menghembuskan napas. Jika memang keinginannya untuk pergi, maka ia tak bisa mencegahnya. "Tapi, bisa kita kenalan dulu?" tanyanya.

"Gue udah tau nama lo," jawab Elina.

Reyhan terkekeh. "Tapi gue kan gak tahu nama lo."

Elina berdecak pelan lalu mengulurkan tangannya ke arah Reyhan. "Nama gue Elina."

Untuk apa sih dia ingin mengetahui namanya? Toh setelah ini mereka akan berpisah dan tak akan bertemu lagi.

Reyhan tersenyum kecil dan membalas uluran tangan tersebut. "Gue Reyhan, lo tau lah ya."

"Hmmm." Elina ikut tersenyum.

Drrtt!!

Tautan tangan keduanya lantas terlepas begitu mendengar suara getaran ponsel. Elina melihat ponsel miliknya yang tergeletak di lantai tak jauh di dekat nakas.

"Oh shit!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status