Share

02. Insiden Satu Malam

"AAA!"

Kedua mata Elina membelalak kaget melihat seorang pria asing berada di ruangan yang sama dengannya, tanpa busana. Ia panik bukan main, lantas ia pun semakin mengeratkan selimut di tubuhnya. Tidak, ini tak seperti yang ia pikirkan, kan?

"L-lo yang siapa?!" tanya Elina sambil beringsut mundur.

"T-tunggu dulu, biar gue jelasin─" Pria itu terlihat sama paniknya, tapi dia mencoba memberi penjelasan pada Elina dan perlahan mendekat ke arah perempuan itu.

"Diem di situ!!" Lagi-lagi Elina memekik, ia membuang muka sambil memejamkan mata, malu melihat tubuh polos pria tersebut. Dapat ia rasakan seluruh aliran darahnya naik ke arah pipi menciptakan sebuah semburat kemerahan.

"Oke ... oke." Dia pun kembali ke posisi awalnya, saling duduk di ujung ke ujung.

Keduanya kini saling berdiam diri, sesekali melirik satu sama lain. Pria itu turun dari ranjang dan memakai celana miliknya yang tergeletak di lantai. Sementara Elina yang melihat pergerakan pria tersebut kembali membuang muka. Sial, bagaimana bisa dia seleluasa itu mempertontonkan tubuhnya? Terlebih di depan lawan jenis!

Pria itu kini berdiri di hadapan Elina  dengan hanya mengenakan bawahannya saja sebab ia tak bisa menemukan di mana kemejanya. Sementara Elina berdehem pelan, mencoba untuk biasa saja meski sebenarnya ia selalu salah fokus pada otot lengan serta otot abdomennya. Kekar, tapi tidak berlebihan. Ditambah rambut hitam legam dengan model undercut itu menambah kesan dewasa dan err … seksi? Jangan lupakan garis rahangnya yang tegas serta tajam.

'Heh! Fokus, Elina!' rutuknya dalam hati.

Keduanya lalu saling berpandangan canggung, sama sekali tak ada yang mau bersuara. Si pria menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal, ia bingung harus beraksi seperti apa saat ini.

"Jadi gini ...." Suara berat itu mengudara, memecah keheningan di antara keduanya, "... gue minta maaf sama apa yang udah terjadi di antara kita berdua. Tapi sumpah demi Tuhan, gue sama sekali gak inget kenapa bisa ada di sini ... bareng lo."

Elina menggigit pipi bagian dalamnya gugup sambil menatap pria di hadapannya dengan tatapan ragu. Benarkah apa yang dikatakannya? Dia tidak berdusta, kan?

Meskipun kurang yakin, tapi ia pun tak bisa berprasangka buruk sebab dirinya pun sama tak ingatnya pada apa yang telah terjadi di antara mereka berdua. Yang jelas mereka sudah melakukan sesuatu yang salah.

Tapi ada satu hal yang benar-benar ia ingat. Yaitu saat seorang pria tinggi menghampirinya di meja bar malam kemarin. Si pemilik taring dan tahi lalat kecil di antara hidung dan mata kirinya. Pria yang tiba-tiba datang dan meminta bergabung. Setelah itu … entahlah, entah bagaimana ia bisa berakhir di sini.

"Gue juga gak inget," balas Elina sambil menghembuskan napas berat.

Dirinya masih baik-baik saja kemarin menjalani hari-harinya yang mononton. Sebelum Haris tiba-tiba meminta bertemu lalu memutuskan hubungan mereka dan membuat ia datang kemari.

Apa yang kini harus ia lakukan dengan fakta dirinya telah tidur dengan pria asing? Menangis pun rasanya ia sudah tak sanggup, matanya sudah terlalu lelah untuk itu.

"Apa yang harus kita lakuin sekarang?"

Pria itu terdiam sesaat sambil memikirkan langkah apa yang harus ia ambil.

Sebagai seorang lelaki ia tentu harus bisa bertanggung jawab atas apa yang terjadi, tapi ia pun tak bisa mengambil keputusan gegabah. Lepas tanggung jawab pun bukan keputusan yang bijak.

Elina terdiam dengan jantung berdebar menunggu jawaban pria itu.

Pria itu menghela napas. "Gini aja, karena ini cuma kesalahan satu malam yang gak disengaja, kita berdua juga sama-sama gak sadar pas ngelakuinnya, jadi bisa gak kita lupain aja? Maafin gue, tapi gue bisa ngasih lo kompensasi."

BUGH!

Sedetik setelah ia berkata, sebuah bantal mendarat dengan mulus tepat di wajah tampan nan berharganya, pelakunya siapa lagi jika bukan perempuan yang telah menghabiskan malam dengannya ini.

"Bisa-bisanya lo enteng banget ngomong kayak gitu?!" pekik Elina dengan sorot mata tajam. Ia tersinggung dengan ucapan pria itu yang akan memberikannya kompensasi. Lantas apa bedanya dirinya dengan seorang jalang?

Pria itu mendekat lalu duduk di samping Elina, sementara perempuan itu tetap konsisten mundur untuk menjaga jarak. Tak ingin dekat-dekat.

"Gue bener-bener minta maaf karena gak bisa tanggung jawab dengan bener. Tapi Gue bisa bertanggung jawab kalo itu cuma sebatas uang─"

"Apa lo pikir gue miskin sampe lo mau ngasih uang?!" potong Elina, lagi-lagi pria itu malah mengatakan hal yang membuatnya marah.

"Bukan gitu maksud gue." Dia langsung memejamkan mata lelah. Bagaimana cara menjelaskan pada perempuan ini?

Dirinya mungkin terkesan berengsek karena mau memberi uang atas malam yang mereka habiskan. Tapi ia tak bisa terpikirkan yang lain selain hal ini.

"Ya udah, lo maunya gimana?" Pria itu memberi kesempatan pada Elina untuk mengungkapkan apa yang dia mau untuk menyelesaikan masalah ini.

Tapi Elina malah terdiam. Sebenarnya ia bisa saja melupakan semua ini dan menganggap tak terjadi apa-apa di antara mereka, seperti yang disarankan pria itu. Tapi tetap saja itu tak akan mudah terlebih ia adalah orang yang paling dirugikan di situasi ini.

Ia sendiri bingung. Sebenarnya apa yang dia mau?

Melihat Elina yang terdiam, pria itu malah menyimpulkan sesuatu. "Apa jangan-jangan lo yang jebak gue buat tidur bareng?"

"Jangan sembarangan ya, gue korban juga loh!" Elina mendelik tak terima. Dia pikir dirinya perempuan macam apa?! Ingin rasanya ia menjambak rambutnya itu yang entah kenapa malah jadi terlihat menyebalkan.

Ceklek!

Pintu tiba-tiba terbuka di tengah perseteruan mereka. Keduanya lalu kompak menoleh ke arah sumber suara, di sana berdiri tiga orang yang Elina asumsikan sebagai sepasang suami istri usia pertengahan empat puluh serta seorang wanita yang mungkin usianya tak jauh dengannya.

kedua alisnya menukik, siapa mereka?

"Reyhan Adnan, apa-apaan ini?!" bentak pria paruh baya di sana.

"Ayah?!"

Kedua mata Elina lantas kembali membelalak mendengar pekikan dari pria di sampingnya. Apa katanya? Ayah?!

Oh Tuhan, masalah mereka saja belum selesai kenapa harus muncul masalah yang lain?!

'Habis lo Elina,' batinnya meraung-raung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status