Share

TAPAK MALAIKAT
TAPAK MALAIKAT
Penulis: Bima Kai

1. Kudeta

"Birawa lebih baik kamu menyerah, karena kekuasaan Ayahmu sudah berakhir, sekarang akulah yang menjadi Raja di sini!" seruan keras mengagetkan Birawa yang sedang melawan penyerangnya.

Kepala Birawa langsung berputar menuju sumber suara, Dia cukup kaget melihat orang yang berteriak kepada dirinya.

"Adipati Arya ternyata kamu yang melakukan pengkhianatan kepada Kerajaan!" Birawa berkata dengan gigi bergeletakan menahan amarah.

"Tidak ada kata pengkhianat aku hanya membersihkan apa yang harus di bersihkan, sebaiknya kamu segera letakkan pedangmu karena kekuasaan Ayahmu sudah habis, aku akan memberikan kematian terbaik kepadamu!" ejek Adipati Arya dengan bibir tersenyum mengejek.

Badan Birawa bergetar mendengar tawaran dari pimpinan pengkhianat yang merupakan Adipati kerajaan itu sendiri.

"Kamu akan merasakan pembalasan atas apa yang kamu lakukan, aku akan pastikan sendiri kematianmu!" bentak Birawa sambil mengembungkan pipinya menahan amarah.

"Hahaha.... Kau silakan membentak semaumu, sebentar lagi tubuhmu bersama Ayahmu yang tak berguna itu juga seluruh keluargamu akan tergantung di tiang gantungan dan semua orang di kerajaan ini akan memuja-muja kepadaku!" jawab Adipati Arya dengan sombong.

"Jangan harap kamu akan mendapatkan apa yang kamu inginkan, sekarang bersiaplah, aku akan menanggalkan kepalamu!" bentak Birawa dengan suara menggelegar.

"Aku masih memberi kamu kesempatan untuk menyerah supaya aku bisa mengambil nyawamu dengan cepat tanpa menyakitkan!" ejek Adipati Arya kepada Birawa.

"Mampus kamu sekarang Adipati Arya!" bentak Birawa sambil menyabetkan pedangnya dengan cepat ke arah Adipati Arya.

Dengan cepat Birawa melesat menerjang Adipati Arya yang menjadi pimpinan pengkhianat yang mengkudeta kerajaan, pedang di tangan Birawa berputar cepat untuk memenggal leher Adipati Arya.

Namun setengah jalan badan Birawa bergerak beberapa pasukan pengkhianat langsung menyongsong serangannya melindungi Adipati Arya dari kematian.

"Aaaaaa.... Aaaaaa...."

Beberapa teriakan bergema di tempat itu bersama dengan tumbangnya berapa tubuh yang langsung jatuh terkena amukan pedang Birawa.

Birawa yang pada kesempatan pertama gagal memenggal kepala Adipati Arya dengan cepat memutar pedang di tangannya untuk kembali menyerang.

"Yang Mulia!, jangan mengotori tubuhmu dengan tubuh hina dina itu, biar kami yang mewakili untuk memenggal kepalanya!" sebuah seruan terdengar di tempat itu bersama dengan melesatnya berapa tubuh.

Birawa melihat orang baru datang merupakan tokoh berilmu tinggi dari golongan hitam yang membantu Sang Adipati melakukan kudeta.

"Bagus sekarang kalian sudah berkumpul di sini jadi lebih mudah aku merobek jantung kalian semua!" bentak Birawa yang kembali bersiaga dalam posisi menyerang.

"Kalau begitu aku mau lihat seberapa hebat ilmu kamu sehingga berani bersumbar seperti itu atau omongan kamu hanya isapan jempol belaka!" Satu tubuh langsung meloncat menyongsong serangan Birawa.

"Bagus, kamu terima ini!" bentak Birawa menggelegar.

Pedang di tangannya berputar menyerang musuh tapi walaupun serangan yang dilayangkan Birawa sangat mematikan lawan tetap berdiri di tempatnya dengan bibir menyeringai.

Begitu tubuh Birawa sudah dekat dengan lawan, Birawa merasakan kakinya bergetar badannya seketika lemas pandangannya menjadi hitam.

Pedang di tangannya terlepas dan badannya berubah limbung seperti tidak ada kekuatan sama sekali.

"Mati aku, apa yang terjadi dengan tubuhku," gumam Birawa yang seketika merasakan pandangan matanya menjadi hitam, badannya langsung jatuh seperti daun kering.

*******

Beberapa hari sebelumnya pengkhianatan ini sebenarnya sudah terendus oleh mata-mata kerajaan namun karena kelicinan para pengkhianat sehingga bukti akan adanya kudeta tidak di temukan sama sekali.

Adipati Arya juga sudah terendus melakukan pengkhianatan karena ambisi lamanya untuk menjadi raja, kekurangan buktilah yang membuat dia lolos dari hukuman. Sebenarnya Adipati Arya bukan orang luar bagi Kerajaan, dia merupakan keponakan Baginda Raja sendiri, masa kecilnya dihabiskan di komplek istana bersama Birawa dan saudaranya yang lain.

Puncak dari desas desus pengkhianatan terjadi malam ini ketika Birawa sedang berada dikamarnya.

Darrr.... Darrr....

Malam yang tenang di Kerajaan Bandar Agung tiba-tiba dikejutkan oleh suara keras gedoran di pintu kamar Birawa, ketukan itu seperti bukan di ketuk biasa namun di hantam menggunakan satu buah balok kayu. Birawa yang berada di dalam kamar dengan cepat meloncat bangun dari tempat tidurnya.

Dia segera berlari menuju pintu kamarnya yang ada di Komplek Kaputeran Kerajaan, begitu pintu di buka di depan pintu berdiri dua orang prajurit yang tidak bisa menyembunyikan raut muka tegang.

"Ada apa?" tanya Birawa melihat dua perajurit berdiri di depan pintu dengan keringat membasahi sekujur tubuh mereka masing-masing.

Sebagai seorang Pangeran yang sudah mempelajari semua hal tentang kerajaan baik itu filsapat, Seni Pemerintahan, Seni Peperangan sampai Kedigjayaan membuat dia yakin kalau ada kejadian yang tidak beres sedang di alami oleh Kerajaan. Selain itu Birawa bukan hanya Pangeran biasa, dia juga merupakan Panglima pasukan khusus Kerajaan Bandar Agung.

"Istana di serang pengkhianat, jumlah mereka sangat banyak hampir tiga kali lipat pasukan yang kita miliki sehingga pasukan kewalahan menghadapinya, selain itu beberapa prajurit kita juga membelot, untuk itu kami ke sini mau mengajak Pangeran mengungsi!" lapor salah satu Prajurit yang datang dengan napas memburu.

"Bagaimana kondisi Ayahanda?" tanya Birawa dengan suara bergetar.

"Raja dan keluarga yang lain berada di ruangan persembunyian di kawal oleh beberapa prajurit, hanya tinggal Pangeran yang belum bersembunyi!" Lanjut prajurit tadi melaporkan, mendengar pertanyaan Birawa.

Dengan gerakan ringan Birawa langsung meloncat meraih pedangnya yang dia letakkan di samping tempat tidur.

"Aku akan menuju ke tempat Ayahanda berada untuk memastikan keselamatannya, kalian tidak perlu mengantarku, lebih baik kalian bantu pasukan kita yang sedang melawan musuh, lakukan perlawanan sekeras yang kalian bisa utuk melindungi Kerajaan, ingat satu hal keselamatan kalian harus didahulukan."

Selesai memberikan petunjuk kepada Prajurit tersebut kemudian dengan gerakan ringan dan pedang terhunus Birawa berlari menuju tempat yang menjadi persembunyian Raja.

Sembari berlari dengan gerakan ringan dia mengayunkan pedangnya ke arah musuh yang menghadang langkahnya. Matanya menangkap jika pasukan kerajaan sudah kewalahan menghadapi penyerangan yang terjadi.

Setelah berjibaku Birawa sampai di depan pintu sebuah ruangan yang kelihatan kokoh, dia menoleh ke kiri dan kanan ternyata pasukan pengkhianat belum mencapai ruangan tempat dia berada sekarang.

Dengan cepat Birawa mendorong pintu ruangan, ketika pintu terbuka terlihat berapa pasukan melindungi Raja dan Keluarganya berdiri dengan tegang.

Birawa langsung menutup pintu ruangan itu kemudian menuju sudut tempat Raja dan Keluarganya berada.

"Apakah kalian tidak terluka?" tanyanya kepada prajurit yang siaga dengan pedang terhunus.

"Tidak Pangeran!" jawab prajurit serentak.

"Kalian segera bawa Ayahanda dan yang lain keluar melalui pintu rahasia, ingat pastikan mereka mencapai tempat persembunyian dengan aman, aku akan menahan musuh sebisa mungkin!" perintah Birawa dengan tegas.

"Tapi Pangeran!" Salah satu prajurit memotong perkataannya.

"Jangan banyak tanya, kalau aku bisa selamat dari sini, aku akan segera menyusul kalian menuju tempat persembunyian!" bentak Birawa.

"Baik Pangeran!" jawab para prajurit tanpa berani membantah lagi.

Raja yang dari tadi berada di belakang para prajurit melangkah maju mendekati Birawa yang berdiri dengan pedang terhunus.

"Ayahanda tidak ada waktu lagi, sekarang juga Ayahanda bersama yang lain harus pergi dari sini," Birawa langsung berkata melihat Raja mendatanginya.

"Baiklah aku akan pergi bersama prajurit, tapi kamu harus berjanji untuk menyusul kami menuju tempat persembunyian," jawab Raja dengan suara tegas.

"Baik Ayahanda," jawab Birawa sambil meundukkan kepalanya.

Setelah Baginda Raja dan yang lainnya keluar melalui pintu rahasia Birawa segera keluar dari ruangan itu dengan cepat.

Birawa melihat para pengkhianat sudah sampai di depan ruangan tempat dia berada. Dengan cepat tanpa menunggu Birawa langsung menyabetkan pedangnya ke arah pemberontak yang menyerang istana.

Birawa benar-benar mengamuk, kemana saja pedangnya bergerak selalu saja ada lawan yang tergeletak tanpa nyawa.

Pertarungan terus terjadi sampai Birawa merasakan tubuhnya yang tahu-tahu melayang seperti daun kering. Pijakan kakinya lemas seketika dengan pandangan hitam kelam, tubuhnya terjatuh tanpa kendali apapun.

"Mati aku!" 

Teriakan terakhir keluar dari mulutnya sebelum semuanya menjadi senyap.

#######

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sampai Hati
di lanjutin cerita nya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status