"Aku belum bisa memastikan ada apa di sana kalau kalian ingin bergabung denganku aku hanya bisa mengatakan kalau di sana ada sesuatu yang sangat penting, tapi ingat satu hal aku tidak bisa menjanjikan kesenangan buat kalian namun yang pasti kalau kalian bergabung kita akan mengalami perjuangan yang berdarah-darah," jawab Birawa dengan pandangan mata tajam ke arah dua orang yang ada di hadapannya.
Arya dan Yaksa nampak diam mereka menatap Birawa dengan pandangan mata tajam sebelum kemudian mereka berpandangan satu sama lain.
"Sewaktu bergabung di Pasukan Khusus kita sudah di sumpah bahwa satu sama lain adalah saudara bagi kita, penderitaan satu orang adalah penderitaan yang lain, baiklah kami akan bergabung dengan tuan apapun yang akan kita dapatkan," jawab Arya dengan yakin.
"Baiklah sekarang apa rencana selanjutnya?" tanya Yaksa dengan pandangan mata berapi-api.
"Sebelumnya kita menuju ke Wilayah Kertajaya dahulu karena ada orang penting yang harus kita temui di sana, baru kemudian kita bisa menyusun langkah ke depannya," jawab Birawa dengan senyum di bibirnya melihat kedua orang itu bersemangat.
"Untuk memasuki Wilayah Kertajaya dari sini sangat tidak mudah justru hampir mustahil, bagaimanapun kita menyamar tidak akan mudah menyembunyikan muka kita, jalur ke sana harus lewat Ibu Kota yang di jaga sangat ketat rasanya sulit untuk kuta lolos," jelas Arya dengan nada ragu.
"Apakah tidak ada jalan lain?" tanya Bima kepada dua orang di hadapannya.
"Ada jalan lain yang merupakan jalan pintas dan sekaligus memotong jalan, namum jalan tersebut sama sulitnya di tempus walaupun jika lewat jalan ini masih mungkin bisa kita tembus," jawab Yaksa lagi.
"Apa yang membuat jalan itu menjadi susah?" tanya Birawa penasaran.
"Jalan itu mungkin akan melewati rintangan yang tidak kita bayangkan sama sekali," jawab Arya.
"Apa maksudnya?" Birawa bertanya penasaran.
"Daerah itu melewati Lubuk Menggan yang merupakan Markas Warok Abang," jawab Arya sambil menarik napas panjang.
"Kalau begitu kita lewat jalan itu," ujar Birawa mantap.
Arya dan Yaksa terkejut mendengar jawaban dari Birawa, mereka menatap Birawa dengan pandangan tak percaya.
"Kenapa kalian melihatku seperti itu?" tanya Birawa bingung.
"Warok Abang merupakan rampok yang kejam, dia tidak akan membiarkan siapapun lolos dari wilayahnya, apa lagi tadi tuan sudah menghajar dua orang anak buahnya yang menjadi andalannya selama ini," jelas Yaksa yang tidak menyangka dengan jawaban Birawa.
"Kenapa kalian menjadi takut hanya karena rampok itu kejam, sekali rampok mereka tetap rampok, bukankah kita sudah pernah melibas sekalian macam rampok yang kejam, jagal yang sadis dan pemberontak yang tak kenal takut, apakah setelah tidak punya jabatan lagi nyali kalian juga ikut melempem, walaupun kalian tidak ikut aku akan tetap menembus wilayah tersebut," jawab Birawa berapi-api.
Arya dan Yaksa hanya diam saja mendengar jawaban dari Birawa, mereka berdua sangat tahu bagaimana watak Birawa sekali sudah memutuskan sesuatu maka tidak akan menariknya lagi.
"Baiklah, besok pagi kita berangkat aku akan mempersiapkan sesuatu dulu," jawab Yaksa kemudian setelah berpikir sebentar.
"Iya, aku juga perlu istirahat," jawab Birawa santai.
Pagi-pagi sekali terlihat tiga orang berlari menembus hutan lebat menyusuri jalan setapak yang biasa di gunakan oleh pencari kayu bakar di hutan itu. Mereka merupakan Birawa, Yaksa dan Arya, setelah memasuki sebuah rimba belantara yang lebih lebat lagi ketiga orang itu menghentikan lari mereka.
"Kita memasuki kawasan Warok Abang, sebaiknya kita mulai berhati-hati karena kita tidak tahu bahaya yang mengintai." Arya berkata sambil berbisik.
Mata Arya memandang berkeliling tempat itu, suasana di sana sangat sunyi seakan binatangpun tidak ada yang mau berbunyi.
"Kita harus berhati-hati sebab suasana sepi ini sangat aneh." Birawa berkata kepada Arya dan Yaksa.
Baru saja mereka melangkah berapa langkah dari sana di sekitar tempat itu terdengar suara suitan yang sangat kencang.
Suuiiiit....!
######
Mendengar suitan itu membuat Birawa bersama Arya dan Yaksa menjadi siaga."Sepertinya tuan rumah menyambut kedatangan kita." Birawa berkata kepada Arya dan Yaksa.Dari sekeliling mereka kemudian melesat sekitar sepuluh orang yang berwajah sangar langsung mengepung mereka dengan senjata teracung."Siapa kalian yang berani memasuki Kawasan Warok Abang ini?!" bentak salah satu orang yang sepertinya pimpinan rombongan itu."Maaf tuan kami hanya pengembara yang tidak sengaja melewati kawasan ini," jawab Birawa santai menghadapi para pengepung."Apapun alasan kalian, sekali memasuki kawasan ini maka kalian harus menanggalkan nyawa masing-masing!" bentak orang itu lagi.Diawali satu teriakan kemudian berserabutanlah sepuluh orang yang mengepung mereka menyerang dengan senjata masing-masing setelah sebelumnya mendapat kode dari pimpinannya.Birawa bersama Arya dan Yaksa berjibaku melawan orang-orang yang mengepung mereka, ketiga orang itu buk
"Kenapa melakukan itu tuan?" tanya Yaksa tak percaya melihat kejadian itu. "Pimpinan mereka Warok Abang ini terkenal karena kejam, jadi kita harus memainkan pikirannya dan menunjukkan kalau kita bisa lebih kejam dari pada dirinya," jawab Birawa sambil menyeringai. "Namun mengapa orang itu dilepas, bukankah lebih baik kalau tadi langsung di bunuh," protes Arya juga tak terima apa yang dilakukan oleh Birawa. "Membunuhnya itu sangat mudah, namun Warok Abang masih akan mencari dan membunuh kita, jadi kita biarkan orang itu hidup namun kondisinya cacat supaya dia bisa menyampaikan pesan dan memberikan peringatan kepada warok pimpinannya, dan agar warok itu tahu siapa kita, hari sudah siang aku yakin markas mereka ada di tengah hutan ini jadi kita harus buru-buru supaya tidak kemalaman di hutan ini," jelas Birawa lagi. Tanpa bertanya lagi Arya dan Yaksa akhirnya berjalan mengikuti langkah Birawa yang terus memasuki hutan rimba yang lebat. Setelah berjalan s
Melihat semua anak buahnya tidak ada yang berdaya menahan serangan Birawa membuat Warok Abang mukanya merah padam dengan kumisnya bergerak-gerak menahan amarah. "Haram jadah, kamu harus mampus hari ini!" bentak Sang Warok dengan sorot mata tajam. Bersamaan dengan bentakannya, tubuhnya melesat ringan berdiri di hadapan Birawa. Melihat gerakan yang di lakukan oleh lawan membuat Birawa bisa mengukur seperti apa ketinggian ilmu yang di miliki lawan. "Kau tidak layak mendapat pengampunan!" hardik Warok Abang dengan muka merah padam. "Aku juga tidak meminta pengampunan kamu," jawab Birawa dengan senyum mengejek di bibirnya. Lawan yang sudah dilanda emosi langsung menerjang Birawa menggunakan golok besar yang ada di tangannya. Birawa menyambut serangan lawan dengan menggunakan pedang yang berlumuran darah bekas darah anak buah Warok Abang sendiri. Trangggg! Benturan kedua senjata menimbulkan suara berdentrang memercikkan kembang api.
Birawa dengan cepat berlutut sambil tangannya bertumpuh pada pedang besar yang ada di tangannya. "Aku harus berusaha mendekatinya, kalau memungkinkan aku harus kebelakang tubuhnya karena pada bagian itu aku melihat tidak dilindungi angin jurus ini," gumam Birawa. Birawa menancapkan golok di tangannya ke tanah sampai sebatas gagang golok supaya tidak terseret angin jurus Warok tersebut. Rahang Birawa mengembung menahan napas sekeras mungkin kemudian mulutnya berteriak lantang. "Langkah Malaikat....!" Birawa berteriak dengan lantang memenuhi tempat itu. Setelah berteriak lantang dengan kecepatan kilat tubuhnya bergerak zigzag menghindari angin dari jurus yang di lepaskan Warok Abang. Hanya sekitar berapa tarikan napas, Birawa sudah mengambang di belakang tubuh Warok Abang. "Kau akan mampus warok!" bentak Birawa dari belakang tubuh Warok Abang. Warok Abang yang kaget melihat lawan mampu menyusup ke belakangnya dengan cepat berusaha berbal
"Kurang tahu tuan," jawab Yaksa. "Tuan, biarkan aku melihat kesana dan mengetahu apa yang terjadi," Arya berkata kepada Birawa. Birawa tidak menjawab dia hanya menganggukkan kepalanya pertanda mengerti apa yang di katakan oleh Arya. Arya yang pergi dari sana tidak lama kemudian dia sudah kembali melaporkan apa yang di lihatnya kepada Birawa. "Tuan, di sana mereka melihat poster buronan, namun tuan pasti kaget melihat siapa buronan yang mereka cari, ini tuan aku tadi sempat merobek gambar yang di tempelkan di sana," jawab Arya sambil menyodorkan gambar yang dia ambil di tempat makan yang ada di depan penginapan. Begitu melihat gambar yang di sodorkan Arya terlihat Birawa tersentak karena rasa kagetnya. "Paman Jayanegara..." desis Birawa tidak percaya. Yaksa yang juga kaget mendengar desisan dari Birawa langsung merebut gambar buronan itu dan memperhatikan dengan seksama. Sejenak kemudian wajahnya tidak bisa menyembunyikan kekage
Dengan cepat dan gerakan ringan Birawa yang di ikuti oleh Yaksa dan Arya melesat cepat menuju sumber suara. Ketika sampai di tempat asal suara yang jaraknya hanya si pisahkan dengan tempat mereka berada tadi, mereka melihat dua orang sedang berkelahi satu lawan satu, sementara satu orang tersender lemah pada sebatang pohon, Birawa hanya sekali lihat segera mengenali orang yang tersender di batang pohon yang tak jauh dari mereka berada. Birawa yang memperhatikan dengan seksama perkelahian yang terjadi langsung menyadari jika anak buah Jayanegara akan mengalami kekalahan, namun baru saja Birawa menoleh ke samping untuk memberi tahu kedua sahabatnya, tapi kedua orang itu sudah lebih dahulu melesat dengan cepat ke kancah perkelahian guna membantu orang yang sudah mulai kewalahan. Melihat Arya dan Yaksa sudah lebih dahulu menerjang ke tengah pertarungan dengan gerakan yang ringan Birawa segera langsung mendekati Jayanegara yang sedang tersender lesu. "Birawa , kam
Mendengar bentakan keras dari arah depan pondok, Birawa langsung menoleh Arya dan Yaksa untuk memberi tanda. "Kalian cepat pergi dari sini lewat pintu belakang, aku akan meladeni orang-orang yang baru datang itu!" perintah Birawa kepada Yaksa dan Arya. Mendengar perintah Birawa tanpa menunggu Arya dan Yaksa dengan cepat langsung membawa Jayanegara keluar lewat belakang pondok tempat mereka berada, sementara Birawa keluar pondok dari pintu depan untuk mengalihkan perhatian. "Siapa kalian, main teriak-teriak saja mengganggu orang istirahat!" bentak Birawa kepada orang-orang yang berdiri di depan pondok itu. Birawa melihat di depan pondok ada tiga orang yang berdiri dengan cara berkacak pinggang. Birawa yang berdiri di dekat tangga pondok tahu kalau selain tiga orang itu, di tempat itu juga ada orang lain setidaknya dua orang yang lagi yang bersembunyi di dalam semak. "Kau jangan pura-pura lekas serahkan Jayanegara kepada kami!" bentak salah satu
Dua lawan yang terkena hantaman tongkat bambu pada kepalanya langsung berkelonjotan kemudian diam tak berkutik. Sementara satu orang yang tadi hanya terserempet tongkat bambu berdiri dengan muka pucat, matanya terbelalak tak menyangka dengan apa yang dialami kawannya. Birawa berdiri menatap satu orang yang tersisa, tongkat bambu yang menjadi senjatanya dia sandarkan di bahu seperti memikul sesuatu. "Aku tidak mau membunuh kalian, namun kalian membuatku jadi gatal tangan, sekarang lebih baik kamu pergi dari sini mumpung aku berbaik hati!" hardim Birawa berkata kepada satu lawan tersisa yang bersandar pada sebatang pohon dengan muka pucat. "Kau akan menyesal, aku pastikan masalah ini tidak selesai di sini, aku akan membuat perhitungan dengan kamu!" geram satu orang lawan tersisa dengan suara bergetar menahan dendam yang tumbuh di matanya. "Masalah menyesal biar aku pikirkan nanti, sekarang juga kamu pergi dari sini, dan kamu perlu ingat jika suatu saat mencarik